panjikendari.com – Seorang pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) lingkup pemerintah Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, atas nama La Buri, sempat galau karena harus mengembalikan uang negara Rp 300 juta lebih ke kas daerah.
Uang ratusan juta tersebut merupakan gaji yang diterima selama empat tahun karena La Buri dianggap bertugas melewati batas waktu akibat adanya pengalihan dari jabatan struktural ke jabatan fungsional. Pengembalian dilakukan dengan cara memotong dana pensiun yang disalurkan melalui PT. Taspen Cabang Kendari.
Merasa dirugikan atas hal itu, La Buri akhirnya melaporkan masalah ini kepada Ombudsman perwakilan Sulawesi Tenggara di Kendari. Terlapornya adalah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Wakatobi, Juhaiddin
“Laporannya kita sudah proses. Kita sudah periksa pihak-pihak terkait. Sudah ada hasilnya. Dia punya LAHP (Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan) kita sudah serahkan kepada pihak Pemda Wakatobi untuk ditindaklanjuti,” terang Kepala Perwakilan Ombudsman Sultra, Mastri Susilo, usai penyerahan LAHP kasus La Buri kepada pihak Pemda Wakatobi, Jumat, 19 Juli 2019.
Dokumen LAHP tersebut diterima langsung oleh Kepala BPKAD Wakatobi, Juhaiddin, didampingi salah seorang perwakilan pihak DPRD Wakatobi, di ruang rapat Ombudsman Sultra.
Mengenai kronologis kasus, Mastri Susilo menguraikan, pelapor dalam hal ini La Buri diangkat pertama kali sebagai CPNS pada tahun 1982 dan ditempatkan sebagai Guru SMEA Negeri 1 Baubau.
Pada tahun 2004-2006, La Buri diangkat dalam jabatan struktural sebagai Kepala Bidang Kesos pada Bawasda Wakatobi, selanjutnya diangkat/dialihkan dalam jabatan fungsional sebagai Pengawas Lingkup Pemerintah Kabupaten Wakatobi melalui SK Bupati Wakatobi Nomor : 204 tahun 2006 tentang Pengangkatan Pejabat Fungsional Pengawas Lingkup Pemerintah Kabupaten Wakatobi dari tahun 2006 dan bekerja hingga tahun 2013.
“Pada tahun 2012, La Buri menerima informasi bahwa seharusnya ia pensiun pada tahun 2009, akan tetapi belum menerima SK pemberhentian sehingga gajinya jalan terus,” urai Mastri.
Lantas, lanjut Mastri, pada tanggal 05 Oktober 2014, pelapor baru menerima Kepres No. 14/K Tahun 2014 tertanggal 1 April 2014 terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2014 pelapor dinyatakan diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan mendapat SK pensiun dan gaji pokok sebulan sebesar Rp. 1.981.200.
Dalam perjalanannya, La Buri menerima Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP) Nomor : 991/16/DPPKAD/2014 yang pada pokoknya dijelaskan bahwa ia memiliki hutang ke negara sebesar Rp. 350.105.650,- yang harus dibayarkan melalui Kas Daerah.
Mastri menuturkan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Tenggara telah dimintai pendapatnya atas permohonan rekomendasi permasalahan La Buri.
Hasilnya, BPKP Sultra berpendapat bahwa terhadap La Buri yang melaksanakan tugas sebagai pengawas hingga Desember 2013 berdasarkan SK Bupati Wakatobi tidak dapat dikenakan kewajiban memikul tanggungjawab mengembalikan kerugian negara sebagai akibat dari pelaksanaan tugas berdasarkan SK Bupati No. 204/2006. Terkecuali La Buri dapat dibuktikan memalsukan dokumen dan berkas kepegawaian sebagai dasar terbitnya SK Bupati tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Ombudsman Sultra menemukan adanya dugaan maladministrasi berupa penyimpangan prosedur dalam proses penerbitan SKPP No. 991/16/DPPKAD/2014 tertanggal 06 Juni 2014 atas nama La Buri oleh BPKAD Kabupaten Wakatobi.
Menurut Mastri, terlapor melakukan kelalaian karena tidak melakukan koordinasi dengan Bupati Wakatobi pada saat akan menerbitkan SKPP yang sebelumnya telah mendapatkan rekomendasi/penjelasan dari Kepala BPKP Sulawesi Tenggara.
Selain itu, kata Mastri, terlapor juga lalai karena tidak melakukan telaah peraturan perundang-undangan yang terkait sebelum menerbitkan SKPP yang mengakibatkan pelapor mengalami kerugian secara materiil sebesar Rp. 350 juta lebih yang dibayarkan ke kas daerah.
“Jadi, tidak bisa dibebankan sama La Buri. Beban itu harus kepada yang memberikan SK dalam hal ini bupati,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut Mastri, sebagai tindakan korektif, Ombudsman meminta kepada Bupati Wakatobi selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) berkewajiban memulihkan kerugian negara yang timbul setelah diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14/K TAHUN 2014 tertanggal 1 April 2014 atas nama pegawai La Buri.
Disamping itu, Bupati Wakatobi bertanggung jawab untuk memulihkan hak-hak keuangan bagi La Buri. Kepada Kepala BPKAD Wakatobi, Ombdsman meminta agar mencabut dan melakukan perbaikan SKPP yang diterbitkan oleh Kepala Dinas PPKAD Wakatobi Nomor : 991/16/DPPKAD/2014 tertanggal 05 Juni 2014 dengan menghapus jumlah hutang yang harus ditanggung oleh pelapor dan menjadi tanggung jawab PPK.
“Kemudian, Kepala BPKAD Wakatobi bertanggung jawab untuk memulihkan hak-hak keuangan bagi pelapor,” tandas Mastri.
Menurut Mastri, LAHP kasus La Buri ini telah diserahkan untuk dilaksanakan. Pihak Ombudsman akan melakukan monitoring terhadap hal tersebut. Jika dalam jangka waktu 30 hari tidak ada tindak lanjut maka akan diteruskan ke Ombudsman pusat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
“Tapi menurut pak Kepala BPKAD Wakatobi tadi, mereka akan tindak lanjuti sesuai tindakan korektif yang kita berikan,” tutup Mastri. (jie)