panjikendari.com – Tahapan seleksi calon anggota Bawaslu kabupaten/kota di semua provinsi seluruh Indonesia telah berakhir.
Bawaslu RI telah mengumumkan nama-nama tiga besar anggota Bawaslu masing-masing kabupaten/kota periode 2018-2023 di seluruh provinsi, termasuk Sulawesi Tenggara.
Di Sulawesi Tenggara, ada 51 orang mengisi posisi strategis tersebut. Mereka bertugas mengawasi proses demokrasi di 17 daerah yang tersebar di Bumi Anoa ini.
Dari 51 anggota Bawaslu kabupaten/kota yang dinyatakan lolos, 47 diantaranya petahana. Empat lainnya wajah baru.
Ke-47 petahana adalah Panwas kabupaten/kota yang bertugas menjadi Panwas pada Pilgub Sultra baru-baru ini, sebagai lembaga ad hoc.
Mereka kembali dipercaya untuk menjadi anggota Bawaslu dalam masa tugas selama lima tahun, setelah melalui tahapan seleksi.
Dalam seleksi baru-baru ini, petahana masuk kategori existing. Semacam dievaluasi saja. Berbeda dengan kategori baru yang kompetitif mengikuti setiap tahapan.
Proses seleksi sudah berakhir. Tidak ada riak-riak yang muncul pasca pengumuman tiga besar. Ada beberapa suara-suara sumbang dari para pemerhati. Tapi sayup-sayup.
Para peserta yang gagal seolah sudah move-on. Seakan ikhlas menerima takdir. Namun ternyata tidak demikian. Mereka ingin teriak, tapi terikat ‘ikrar’.
Kepada panjikendari.com, salah seorang calon anggota Bawaslu kabupaten/kota yang tidak lulus, sedikit mencurahkan isi hatinya terkait proses seleksi kemarin.
Salah satunya ia mengungkapkan ada yang aneh saat tahapan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). Mereka disuruh menandatangani surat pernyataan di atas kertas bermaterai.
“Entah itu arahan dari Bawaslu RI atau bukan, kita disuruh tanda tangan surat pernyataan di atas materai Rp 6.000,” kata seorang mantan calon anggota Bawaslu kabupaten/kota yang tidak mau disebutkan namanya.
Isi surat pernyataan memuat beberapa poin. salah satunya ungkap dia, menerima semua hasil dan keputusan Bawaslu RI, dan tidak akan mengajukan keberatan ataupun proses hukum terhadap hasil keputusan Bawaslu RI.
“Surat itu kita tanda tangan di hadapan staf Bawaslu Provinsi sebelum masuk ruang fit,” katanya lagi, sambil meminta agar merahasiakan namanya. Dia khawatir jangan sampai curhatannya ini dianggap bertentangan dengan pernyataan yang ditandatanganinya.
Pada dasarnya dia menghargai kerja-kerja Timsel dan Bawaslu yang sudah bekerja keras melaksanakan tugasnya dalam menyeleksi calon anggota Bawaslu kabupaten/kota, dengan menggunakan uang negara yang tidak sedikit.
Hanya saja, kata dia, ada hal-hal yang terasa mengganjal di hati ketika itu tidak diungkap. “Supaya orang juga tau bagaimana rasanya ikut seleksi baru-baru ini,” katanya.
Selain masalah ‘kandang paksa’ melalui surat pernyataan, hal lain adalah soal sistem rekrutmen. Ada perbedaan perlakuan antara incumbent dan pendaftar baru. Ada ketidakadilan. Tidak fair. Incumbent terkesan eksklusif.
Selama proses, dirinya sudah sungguh-sungguh mengikuti tahapan. Tidak sedikit materi, tenaga, waktu, dan pikiran dikorbankan untuk sebuah harapan.
“Yang saya tidak habis pikir waktu pemeriksaan kesehatan. Kita telanjang. Kita sudah kasih lihat-lihat mi juga kita punya bhakulea (kelamin), kamio (dubur). Saya kira seleksinya betul-betul serius, tapi ternyata…(ada sambungannya tapi off the record),” kesalnya sambil tertawa.
Menurut dia, ada salah seorang peserta yang tidak lanjut karena tidak mau diperiksa kelamin saat tahapan tes kesehatan. “Kalau saya tau begini modelnya, saya tidak lanjut juga.”
“Tapi apa boleh buat, mungkin belum rejekiku,” ujarnya.
KIPP Sultra Lapor ke KIPP Nasional
Mengenai persoalan dalam rekrutmen calon anggota Bawaslu kabupaten/kota ini, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Sultra telah melakukan upaya.
“Kita sudah laporkan ke KIPP Nasional untuk menyikapi proses seleksi ini,” kata Muhammad Nasir, Sekjen KIPP Sultra.
Menurut Nasir, pihak KIPP Sultra cukup miris melihat seleksi calon anggota Bawaslu kabupaten/kota kali ini. Porsi incumbent mendominasi pendaftar baru.
“Sama saja mengabaikan upaya peserta lain untuk bisa berkompetisi dalam seleksi Bawaslu. Karena ujung-ujungnya para incumbent yang terpilih. Mending langsung di SK-kan saja,” tekan Nasir.
Selain itu, lanjut Nasir, KIPP Sultra juga pertanyakan laporan dan tanggapan masyarakat yang terkesan tidak dijadikan bahan pertimbangan.
Padahal, kata dia, ada tanggapan-tanggapan masyarakat yang mestinya jadi bahan pertimbangan Timsel ataupun Bawaslu Sultra. (jie)