panjikendari.com – Manajemen RSUD Muna belakangan menjadi bulan-bulanan banyak pihak. Pemicunya; pelayanan dianggap belum maksimal. Sejumlah kasus yang menunjukkan buruknya pelayanan, menghiasi pemberitaan media massa.
Direktur Utama (Dirut) RSUD Muna, dr Agus Susanto menganggap, keluhan pelayanan merupakan hal wajar bagi lembaga yang banyak dikunjungi masyarakat seperti rumah sakit. Baginya, butuh dukungan semua stakeholder untuk membenahi semuanya.
“Yaa namanya rumah sakit atau kantor yang dikeluh itu yang banyak dikunjungi masyarakat. Kantor atau instansi yang tidak ada keluhannya, itu jarang dikunjungi masyarakat,” kata dr Agus saat ditemui usai memberikan klarifikasi kepada Ombudsman perwakilan Sultra berkait beberapa persoalan di rumah sakit yang dipimpinnya, belum lama ini.
Menurut dr Agus, rumah sakit yang dikunjungi banyak orang dengan berbagai karakter, tidak akan lepas dari keluhan. Apalagi, pengunjung adalah pasien atau keluarga pasien yang ingin mendapatkan pelayanan cepat. Sementara, ada standar operasional pelayanan yang menjadi pedoman.
Berbagai upaya telah dilakukannya dalam rangka memajukan RSUD Muna. “Bukan juga mau pamer kinerja. Saya dilantik 8 Mei 2017, saya bisa pindahkan rumah sakit dari gedung lama ke gedung baru meskipun secara bertahap. Dan terakhir saya pindahkan rontgen minggu lalu,” katanya.
Selain itu, dokter ahli anestesi ini mampu mengimplementasikan RSUD Muna menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang sebelumnya berbentuk satuan kerja (satker).
“Padahal surat keputusan BLUD sudah ada sejak tahun 2015. Nanti di eraku saya putuskan kita jalankan,” ujar dr Agus seraya menambahkan, ia juga mendatangkan 4 dokter ahli, salah satunya dokter ahli bedah sehingga pasien bedah saat ini tidak perlu lagi dirujuk.
Kata dia, semua itu dilakukannya sebagai wujud tanggung jawab atas amanah yang diberikan dalam mengelola rumah sakit. Memang, lanjut dia, ada saja hal yang mengganggu sistem kerja di rumah sakit, baik internal maupun eksternal.
Di internal, kadang berkaitan dengan perbedaan pendapat. “Pesan saya, marilah kita bekerja, hindari perbedaan pendapat. Kalau memang ada persoalan, kita dudukkan bersama-sama untuk mencarikan solusi,” pesannya.
Sedangkan eksternal berhubungan dengan kerja sama pihak terkait dalam mendukung pelaksanaan pelayanan di rumah sakit. Agus tidak menyebut secara detil pihak-pihak mana saja yang dimaksud.
Pastinya, RSUD Muna yang saat ini sudah berstatus BLUD mengandalkan klaim BPJS untuk mendukung operasional, tak terkecuali membayar jasa pelayanan.
Sementara, pembayaran klaim oleh BPJS selalu mengalami pending alias tertunggak.
Selain itu, honorarium/insentif yang menjadi hak tenaga perawat atau tenaga medis sudah 7 bulan belum terbayar, sejak Januari 2018. Tak bisa dipungkiri, antara hak dan kewajiban mestinya berjalan seimbang.
Olehnya itu, dr Agus sangat mengharapkan dukungan semua stakeholder agar sistem pelayanan di rumah sakit dapat berjalan dengan baik sesuai prinsip dasar pelayanan kesehatan masyarakat.
“Saya juga ini sebenarnya berpikir mau memberikan ilmuku buat daerah ini sesuai dengan kemampuanku,” tandasnya.
Menyinggung tentang adanya informasi bahwa dirinya sudah pernah mengajukan pengunduran diri sebagai Direktur RSUD Muna, Agus enggan memberikan komentar. (jie)