panjikendari.com – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumat, 3 Agustus 2018, memeriksa atau meminta keterangan dan klarifikasi kepada Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muna, Agus Susanto, terkait pelayanan di rumah sakit yang selama ini dikeluhkan masyarakat.
Pemeriksaan atau klarifikasi tersebut berlangsung di Kantor Ombudsman Sultra, mulai pukul 14.30 WITA hingga pukul 16.36 WITA. Saat memenuhi undangan Ombudsman Sultra, Dirut RSUD Muna, Agus Susanto, bersama tiga anggotanya, masing-masing, Wa Ode Sayembara, Afifa Fitriani, dan Wa Ode Hardianti.
Usai klarifikasi, Dirut RSUD Muna, Agus Susanto, kepada awak media menyampaikan, klarifikasi yang disampaikan kepada Ombudsman Sultra berkaitan dengan dugaan penelantaran jenazah dan pasien serta pembelian obat di luar apotek pelangkap rumah sakit.
“Kami baru saja memberikan klarifikasi kepada pihak Ombudsman terkait beberapa hal. Mengenai adanya informasi tentang penelantaran bayi, penelantaran pasien, termasuk pembelian obat di luar rumah sakit,” terang Agus.
Dokter ahli anestesi ini membantah tentang adanya penelantaran jenazah dan pasien sebagai mana yang berkembang di tengah masyarakat.
Menurutnya, dua hal tersebut terjadi karena adanya miskomunikasi, baik antara pasien dan petugas medis maupun dengan dokter jaga.
“Soal jenazah yang katanya ditelantarkan, sebenarnya bukan penelantaran. Cuman miskomunikasi aja kok. Keluarganya yang terlambat datang ambil,” akunya.
Agus justru mempertanyakan definisi penelantaran seperti yang selama ini dibesar-besarkan di publik. “Kalau seandainya kami larang pada saat jenazah akan diambil, mungkin. Tapi ini tidak ada kata-kata begitu bahwa jenazah tidak boleh dibawa pulang sebelum biaya administrasi dibayar,” katanya.
Mengenai penelantaran pasien, kata Agus, itu juga karena ada miskomunikasi antara pasien dengan pihak rumah. Saat pasien datang, kata dia, bertepatan dengan jadwal pergantian dokter jaga, sehingga ada waktu kosong selama 1 jam.
“Jadi bukan penelantaran. Hanya miskomunikasi. Kebetulan waktu itu bertepatan dengan pergantian dokter jaga. Yang mengganti lagi izin ke Jakarta,” jelasnya.
Soal resep obat dokter yang harus dibeli di luar rumah sakit, Agus mengaku, masalah ini akan menjadi bahan evaluasi internal rumah sakit. Ia menyampaikan, mestinya dokter dalam memberikan resep obat sesuai hak pasien.
“Jangan menuliskan resep obat yang bukan hak pasien. Ini akan menjadi warning dan menjadi bahan evaluasi internal kami,” rekannya.
Secara terpisah, Kepala Perwakilan Ombudsman Sultra, Mastri Susilo, menyebut, pemeriksaan atau klarifikasi berlangsung selama dua jam dengan 32 pertanyaan.
Klarifikasi ini, kata Mastri, merupakan pendalaman atas laporan masyarakat berkaitan dengan pelayanan rumah sakit yang terkesan amburadul.
Menurut Mastri, selain tiga pokok persoalan yang disebutkan Dirut RSUD Muna, masalah lain yang akan ditelusuri ombudsman adalah belum terbayarnya honorarium tenaga medis dan tunjangan dokter di RSUD Muna.
Informasi yang diperoleh Ombudsman dari pihak RSUD melalui klarifikasi tadi, honorarium dan tunjangan dokter sudah tujuh bulan belum terbayar. “Ini juga yang kita mau telusuri, apa masalahnya sehingga hak-hak mereka belum dibayar,” tandas Mastri.
Olehnya itu, lanjut Mastri, Ombudsman akan kembali mengagendakan jadwal klarifikasi terhadap Pemda Muna, eksekutif maupun legislatif, termasuk pihak terkait lainnya, seperti BPJS dan Ikatan Dokter Indonesia, dalam rangka mengurai berbagai persoalan di RSUD Muna. (jie)