Oleh: L.M Dzulfijar S.H
(Eks Ketua BEM Hukum UHO/Pemerhati Hukum/Aktivis LSM)
Sebulan lebih sudah, kematian Randy dan Yusuf jadi misteri, sejak gelaran demontrasi mahasiswa 26 September 2019. Rentang waktu cukup lama. Hingga kini tak juga menjawab desas-desus kematiannya. Aparat kepolisian seolah kehilangan aura, tak punya kemampuan ungkap kasus dan pelaku.
Uji Balistik pun menjadi tameng, sebagai palang pintu terakhir terbukanya kotak pandora misteri kematian Yusuf dan Randy. Tak tanggung-tanggung, Belanda dan Australia menjadi pilihan negara untuk menguji selonsong peluru dan proyektil yang ditemukan dilokasi aksi mahasiswa.
Sembari menunggu hasil uji balistik, proses peradilan etik berjalan-ditujukan kepada anggota kepolisian yang diduga membawa dan tembakkan senjata saat kejadian aksi mahasiswa. Sebanyak 6 (enam) oknum anggota kepolisian menjadi terperiksa.
Hasilnya, oknum anggota kepolisian dihukum melanggar etik karena terbukti membawa senjata api saat pengamanan unjuk rasa. Oknum kepolisian disanksi karena mengabaikan perintah Kapolri Tito Karnavian kala itu, agar pengamanan untuk rasa tanpa senjata, peluru karet maupun tajam.
Hukuman tunda pangkat, tunda kenaikan gaji, mutasi hingga menjalani masa tahanan selama 21 (dua puluh satu) hari ditimpakan kepada anggota kepolisian yang membawa senjata api. Lantas bagaimana dengan proses pidana atas terbunuhnya Randy dan Yusuf? Lagi-lagi menunggu hasil uji balistik.
Klarifikasi penantian uji balistik seolah menjadi “koentji” pengungkapan misteri kematian Randy dan Yusuf. Hal ini secara berulang diungkapkan oleh bagian Humas Polda Sultra kala menjawab ragam pertanyaan awak media.
Tak pastinya kapan dan bagaimana hasil uji balistik kelak menjadi jawaban mengapa proses penanganan kematian Randy dan Yusuf seolah berjalan di tempat, masih dalam proses penyelidikan, belum meningkat pada proses penyidikan.
Suguhan klarifikasi aparat kepolisian berkait “uji balistik” memantik tanya, seberapa penting hasil uji balistik untuk mengungkap kasus dan dalang penembakan almarhum Randy dan Yusuf?, benarkah uji balistik menjadi satu-satunya bukti yang sangat menentukan pengungkapan fakta atas peristiwaa naas tersebut? mengapa penanganannya masih berkutat pada proses penyelidikan, belum naik ke tahap penyidikan.
Jika memeriksa alur penanganan perkara pidana berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), notabene kasus Randy dan Yusuf masih dalam tahap penyelidikan, maka alibi “uji balistik” sebagai bukti yang sangat menentukan, potensial mengantar kita pada konklusi bahwa uji balistik sesungguhnya hanya “men-delay” proses penyelidikan-hingga akhirnya kasusnya berujung penghentian penyelidikan (case closed).
Peristiwa Pidana
Sesaat setelah aksi unjuk rasa yang mengakibatkan jatuhnya korban Randy dan Yusuf tak mambuat mahasiswa tinggal diam. Rekaman video dikumpulkan, saksi yang melihat kejadiannya diidentifikasi, selajutnya dilaporkan ke Kontras, Komnas HAM, Ombudsman dan LPSK. Hasilnya, Randy dan Yusuf meregang nyawa karena tembakan dan kekerasan oleh benda tumpul.
Asumsi ini tak tunggal, sejalan pula dengan hasil visum et repertum yang dilakukan oleh pihak medis. Randy meninggal karena tembakan peluru tajam, sedangkan Yusuf konon meninggal karena hantaman benda tumpul dikepalanya.
Jika menilik hasil visum et repertum yang beredar dimedia cetak dan elektronik, maka dapat diasumsikan bahwa terdapat dua sebab kematian yang berbeda. Randy meninggal karena ditembak, sedangkan Yusuf meninggal karena hantaman benda tumpul.
Jadi, senyatanya logika uji balistik terterima jika ditujukan pada pengungkapan kasus kematian Randy yang sebab kematiannya kerena peluru tajam, sedangkan Yusuf sama sekali tidak terkait/tidak terikat pula dengan dengan hasil uji balistik sebagai bukti menentukan pengungkapan kematiannya.
Meski keduanya menjadi korban akibat aksi yang dilakukan pada hari yang sama, namun pengungkapan atas kematian keduanya, masing-masing memiliki beban pembuktian hukum yang berbeda.
Uji balistik dapat ditujukan kepada pengungkapan aktor kematian Randy atas sebab penggunaan peluru tajam, sedangkan kematian Yusuf akibat benda tumpul, pengungkapan aktornya tidak bergantung pada hasil uji balistik.
Kedudukan bukti hasil uji balistik secara teori pembuktian (bewijs theorie) digunakan untuk mengungkap asal muasal balistik. Hasil uji balistik akan mengantarkan pada sumber senjata, dan pada gilirannya akan mengungkap siapa yang menggunakan senjata tersebut, sehingga secara hukum dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya.
Namun menyandarkan hasil uji balistik satu-satunya bukti yang menentukan proses penyelidikan yang beralasan saat ini kurang tepat, mengingat proses penanganannya masih dalam tahap penyelidkan bukan penyidikan.
Jika logika uji balistik demikian peruntukannya untuk menemukan siapa pengguna senjata api yang mengakibatkan kematian Randy, maka proses demikian berada pada tahap penyidikan. mengapa demikian, sebab menemukan tersangka adalah ranah penyidikan bukan pada ranah penyelidikan.
Pasal 1 angka 2 KUHAP substansinya menjelaskan penyidikan adalah serangkain tindakan penyidik mengumpulkan bukti dan membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangka, sedangkan penyelidikan sebagaimana Pasal 1 angka 5 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyelidik mengumpulkan alat bukti untuk menentukan suatu peristiwa adalah peristiwa pidana sehingga dapat dilakukan penyidikan.
Aneh bin ajaib karena proses pengungkapan kematian keduanya masih berkutat pada alur penyelidikan, padahal hasil visum et repertum dan bukti video serta saksi sudah cukup mengantar nalar kita bahwa kematian Randy dan Yusuf bukanlah peristiwa alamiah namun peristiwa pidana.
Hingga kini kita tak mendengar adanya pernyataan dari pihak kepolisian terkait progress penanganan kasus tersebut. Bahkan untuk meningkatkan ketingkat penyidikan nampaknya kepolisian kita kehilangan ketajaman strategi penyelidikan.
Berlarutnya proses penyelidikan mengaduk-aduk logika dan emosi publik, sesulit itukah menyatakan kematian Randy dan Yusuf adalah suatu peristiwa pidana hingga dapat ditingkatkan pada penyidikan. Padahal rangkaian bukti hasil visum et refertum, keterangan saksi dan bukti video yang telah beredar luas sulit menampik bahwa kematian Randy dan Yusuf adalah peristiwa pidana – telah memenuhi 2 minimum alat bukti, sehingga telah memenuhi syarat untuk ditingkatkan pada pada proses penyidikan-temukan tersangka.
Ironi
Mari membayangkan, ada keadaan yang bisa saja terjadi. Yakni, seandainya hasil uji balistik ternyata jenis peluru tidak compatiable dengan jenis senjata yang dibawa oleh oknum kepolisian saat pengamanan aksi massa, ataukah jika ternyata bukti selonsong peluru yang dibawa diuji ke Belanda atau Australia dipersoalkan perolehan buktinya, dianggap tidak otentik lagi sebab ditemukan bukan pada saat kejadian, bagaimana nasib penanganan kasus kematian Randy dan Yusuf? Tak menutup kemungkinan kasusnya ditutup-tak cukup bukti untuk disidik.
Sejatinya, proses pengungkapan perkara oleh Aparat Kepolisian tak dapat diintervensi. Kita percaya bahwa kepolisian punya metode dan strategi sendiri untuk mengungkap perkara. Kasus racun Mirna hingga upaya terorisme begitu mudah diungkap. Bak melentikan jari-jemari, begitu mudahnya aparat kepolisian kita mengungkap suatu perkara. Serumit pun itu.
Hal berbeda terjadi ada kasus Randy dan Yusuf. Ilmu penyelidikan dan penyidikan seolah terhapus dari memori aparat kita. Hasil uji balistik seolah menjadi core bukti (kunci) penyelidikan-hingga penyidikan. Belum lagi jikalau kita melihat posisi uji balistik notabene sebagai bukti sekunder, bukan bukti primer. Makanya sudah harus ke tahap penyidikan.
Padahal, mencoba mempercayai bahwa hasil uji balistik seolah menjadi “koentji” proses penyelidikan untuk dapat ditingkatkan pada proses penyidikan adalah suatu kenaifan, sebab penyelidik tidak boleh begantung pada satu alat bukti tertentu. Demikian teori hukum mengajarkan pengungkapan suatu perkara.
Masih ada alat bukti lainnya yang dapat mengungkap persesuaian kejadian hingga mengarah kepada siapa pelaku penyebab kematian Randy dan Yusuf. Apalagi sebab meninggal atas kedua korban dengan sebab yang berbeda pula, sehingga rasionalitas uji balistik hanya akan “men-delay” proses penyelelidikan kasus kematian Randy.
Khusus atas kematian Yusuf, mengingat sebab kematian adalah karena benda tumpul, tentu aparat kepolisian tak perlu didikte bahwa menggunakan alasan “uji balistik” seolah membuka kedok bahwa penanganan atas kematian Yusuf tak akan berujung pada meja pengadilan.
Namun, penulis mencoba menyelami mungkin saja argumentasi “uji balistik” adalah pilihan bagi penyelidik untuk mendapatkan waktu yang cukup untuk mengumpulkan bukti dan membuat terang suatu peristiwa menjadi peristiwa pidana hingga dapat naik kepenyidikan dan temukan tersangka.
Akan tetapi menilik upaya yang dilakukan aparat kepolisian dalam interval waktu menantikan hasil uji balistik kontras dengan upaya pengungkapan secara professional. Alih-alih mengumpulkan bukti dan saksi, justeru upaya menawarkan keluarga korban menjadi PNS serta sejumput rayu-rayuan oknum-oknum kepolisian diduga menjadi motif barter agar keluarga korban tidak menagih pengungkapan kasusnya, dan khusus untuk kematian atas Yusuf, kita tidak mendengar adanya perkembangan signifikan atas penanganannya. Bahkan yang beredar, keluarga korban telah ikhlas menerima musibah tersebut. Notabene, kata maaf bukanlah alasan penghapus pidana.
Padahal, upaya pengungkapan secara cepat nan professional dibutuhkan publik saat ini, di tengah merosotnya kepercayaan publik atas institusi kepolisian. Selain itu, pengungkapan kasus kematian Randy dan Yusuf bukan hanya sekadar kepentingan keluarga korban semata, namun ada kepentingan publik, bahwa setiap nyawa negara hukum ini adalah tanggung jawab negara, sehingga penghilangan nyawa dengan kekerasan harus dibalas setimpal dengan hukum yang berlaku.
Penanganan secara professional atas kasus ini akan memberikan pembelajaran kepada aparat kepolisian dikemudian hari agar penanganan unjuk rasa tidaklah boleh lagi berulang dengan pola-pola kekerasan yang akhirnya-menghilangkan nyawa. Juga berbagai intimidasi yang dilontarkan pada demonstran, jurnalis dan aktivis. Betapa otoriternya nan buasnya hal itu.
Akhirnya, kita berharap, mendoa dalam tangis, bahwa dengan tampuk kepemimpinan kepolisian yang baru dibawah kendali Jendral Idham Azis membawa harapan baru pengungkapan kematian Randy dan Yusuf yang terjadi di tanah kelahiran Bapak Kapolri, dan uji balistik tidak lagi sekadar menjadi ironi penegakan hukum ataupun hanya menyembunyikan misteri, apakah itu bagian dari trik atau hanya intrik. Wallahu a’lam. (**)