panjikendari.com – Problem air bersih di Kecamatan Watopute, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, tak pernah tuntas. Ia selalu menjadi bahan perdebatan setiap momentum politik.
Salah seorang tokoh masyarakat Watopute, Aksah, menyebutnya, masalah air bersih di Watopute selalu menjadi jualan politik di setiap momentum politik 5 tahunan, terutama masih zaman Orba.
“Bahkan pernah suatu ketika jelang Pemilu (lupa tahunnya) material berupa batu kerikil untuk perbaikan jalan rusak dan pipa-pipa air sudah disiapkan sepanjang jalur Watuputih. Katanya, setelah Pemilu, jalan sudah mulus dan air sudah mengalir ke rumah-rumah warga.”
“Tapi faktanya, setelah Pemilu material tersebut (batu kerikil dan pipa-pipa air) diangkut kembali entah kemana,” begitu catatan Aksah yang tersebar di media sosial.
Memasuki era reformasi tahun 1999, tulis mantan Kepala Perwakilan Ombudsman Sultra itu, dirinya dan sejumlah elemen masyarakat Watopute lainnya melakukan unjuk rasa (Unras) di DPRD Muna menuntut Pemda Muna agar mengalirkan air bersih di Watopute.
“Apa hasilnya? Pemda Muna memang ada upaya tapi tidak maksimal sehingga air bersih di Watopute tidak pernah mengalir. Karenanya muncul lagi Unras yang dilakukan generasi Watopute berikutnya.
“Kalau tidak salah mereka Edy Samiel dkk. Hasilnya, pembangunan sarana air bersih Watopute ada progres, kalau tidak keliru sumber airnya berasal dari Matarawa. Kalau tidak salah ingat, sekitar tahun 2014 bahkan ada pemasangan meteran air dimana satu meteran air digunakan oleh sekian KK. Air bersih sempat mengalir namun hanya sesaat tidak sampai sebulan, setelah itu macet.”
“Kira-kira setahun berselang bahkan mungkin lebih muncul orang-orang yang tidak dikenal namun mereka mengaku dari PDAM Muna keliling membuka meteran air yang sudah terpasang dan menggantinya dengan meteran air yang terbuat dari plastik,” tulis Aksah panjang lebar.
Setelah itu, lanjut dia, PDAM Muna meminta masyarakat Watopute untuk membayar pemakaian air yang mengalir sesaat kemudian macet seperti yang dimaksud di atas.
“Bahasanya orang PDAM ketika itu, bayar dulu tunggakan setelah itu air akan mengalir lagi,” cerita Aksah.
Tentu saja, lanjut Aksah, masyarakat tidak mau karena ketika itu PDAM menghitung tunggakan masyarakat bukan hanya pada saat air mengalir meskipun hanya beberapa hari, namun PDAM menghitung tunggakan tersebut berdasarkan pemakaian sekian bulan yang dihitung sejak meteran air dipasang.
“Karena tidak ada kesepakatan maka sampai saat ini tidak ada penyelesaian. Mengenai pemutihan tunggakan dan sosialisasi yg dilakukan PDAM, Wallahualam. Saya tanya-tanya masyarakat Watopute tidak ada yang tau. Kalau saya salah mohon koreksi, soalnya sudah tua ramang,” tutup Aksah dengan emoticon senyuman dan maaf.
Dirut PDAM Muna Angkat Bicara
Catatan Aksah ini ditanggapi oleh Direktur PDAM Muna, Yayat Fariki. Melalui grup WhatsApp SulTra Demokrasi Forum, Yayat menguraikan bahwa sejak tahun 2018 ketika SPAM Watopute terbangun dengan sumber air Matarawa dan recervoar di Dana. Pipa transimisinya sampai ke tugu Watopute, hanya sebelah kanan arah ketas.
Namun, tulis Yayat, dalam billing server PDAM masih ada tunggakan yang tercatat dengangn nominal antara Rp 300 ribu sampai Rp1 juga lebih oleh sekitar 200 pelanggan.
“Ternyata ada juga dalam rekomndasi BPKP tahun 2017 dan 2018, sehingga kami brkoordinasi dengan BPKP untuk mencarikan solusinya karena kami yakin mana mungkin masyarakat mau membayar tunggakan ini,”
Menurut BPKP, tutur Yayat, yang bisa menghapus atau memutihkan tungakan ini hanya Bupati Muna sebagai pemilik modal tunggal di PDAM Muna.
“Maka saya sebagai Direktur PDAM, Camat Watopute Ali Fakara dan 2 orang tokoh masyarakat atas nama Pak Aliba dan seorang lagi saya lupa, menghadap Bupati Muna,” kata Yayat.
Alhasil, lanjut Yayat, Bupati Muna memutihkan tunggakan tersebut dengan jumlah Rp 42 juta lebih melalui surat keputusan, sembari menganggarkan pengadan dan pemasangan pipa tersier untuk pemasangan SR bagi pelanggan yang telah diputihkan dan masih terdaftar di PDAM Muna dengan anggaran Rp 200 juta lebih.
Setelah itu, lanjut dia, PDAM Muna melakukan sosialisasi sebanyak tiga kali yang dihadiri camat, para kepala desa se-Kecamatan Watopute.
“Dan keputusannya; masyarakat diminta segera daftarkan diri agar sekaligus memasang SR (sambungan rumah) yang telah diputihkan dengan yang daftar baru, yang kebetulan dominan berada di wilayah dana sebanyak 100 lebih SR. Dan Alhamdulillah sampai saat ini SR tersebut aktif,” kata Yayat.
Hanya maslahnya, lanjut Yayat, selain pelanggan yang diputihkan tidak satu pun masyarakat mendaftarkan diri sebagai pelanggan hingga saat ini.
Padahal, menurut Yayat, biaya pemasangan sudah diturunkan 25% dari biaya reguler. Bahkan pendaftaran bisa melalui kecamatan untuk memudahkan, tidak perlu datang ke PDAM.
“Lagi-lagi SR pelanggan 100 lebih sampai detik ini mash aktif dan beroperasi,” tutup Yayat. (jie)