panjikendari.com – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra) mengendus adanya aroma maladministrasi dalam pengelolaan sejumlah pasar di Kota Kendari.
Dugaan maladministrasi tersebut berkaitan dengan pengambilalihan kewenangan pengelolaan beberapa pasar oleh pemerintah Kota Kendari yang terindikasi bertentangan dengan peraturan yang ada.
Kepala Perwakilan Ombudsman Sultra Mastri Susilo mengungkapkan, ada beberapa pasar di Kota Kendari, seperti, Pasar Kota Kendari, Pasar Wuawua, dan Kawasan PKL diambil alih oleh pemerintah Kota Kendari.
Sementara, kata Mastri, Kota Kendari memiliki perusahaan daerah yang diberikan kewenangan khusus untuk mengurus perpasaran dalam wilayah Kota Kendari.
“Kota Kendari punya PD Pasar yang dibentuk berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2004 Tentang Pembentukan PD Pasar Kota Kendari. Dalam Perda tersebut dijelaskan bahwa salah satu tujuan dibentuk PD Pasar adalah sebagai salah satu sumber PAD dalam rangka pengembangan dan pembangunan daerah,” terang Mastri.
Mengenai pengelolaan pasar, tambah Mastri, Kota Kendari memiliki Perda No. 16 Tahun 2006 Tentang Pengurusan Pasar Dalam Wilayah Kota Kendari.
Dalam Perda tersebut sangat jelas diatur tentang kewenangan pengurusan pasar. Pada poin (1) pasal 3 Perda tersebut dituliskan bahwa wewenang pengurusan pasar didelegasikan oleh walikota kepada direksi.
Pada poin selanjutnya dinyatakan bahwa direksi diberi kewenangan untuk menetapkan 11 hal, meliputi:
1. Tempat-tempat berjualan/berusaha dalam pasar;
2. Pembagian tempat berjualan dalam pasar;
3. Pengelompokkan jenis jualan dalam pasar;
4. Penggunaan areal/pelataran dan bangunan pasar serta perparkiran;
5. Surat izin tempat berjualan/usaha di pasar berdasarkan peraturan daerah;
6. Tarif jasa penggunaan/pemanfaatan fasilitas pasar berdasarkan peraturan daerah;
7. Perbaikan/rehabilitasi bangunan, sarana dan prasarana pasar;
8. Pemasangan dan pemanfaatan fasilitas umum pasar;
9. Waktu operasi, jam buka dan tutup pasar;
10. Pengelolaan atas penggunaan/pemanfaatan fasilitas pasar;
11. Besaran kontribusi/iuran atas pusat perbelanjaan.
Mastri melihat, beberapa kewenangan direksi PD Pasar sebagaimana diatur dalam Perda No. 16 Tahun 2006, seperti penarikan iuran kepada pedagang dan pengelolaan retribusi parkir diambil alih oleh pemerintah kota dalam hal ini Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah, khusus di tiga pasar yang diambil alih pemerintah.
Oleh karena itu, Mastri mengatakan, pengambilalihan kewenangan dalam pengelolaan pasar oleh pemerintah Kota Kendari bertentangan dengan Perda yang telah dibuat.
“Makanya Ombudsman mencium ada aroma maladministrasi dalam pengelolaan pasar yang dilakukan Dispenda (baca: Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah),” tandas Mastri.
Kata Mastri, pihaknya masih akan melakukan pendalaman terhadap masalah ini, terkait dasar hukum yang digunakan pemerintah kota dalam mengambil alih pengelolaan tiga pasar tersebut.
Jika acuan pemerintah kota, kata dia, bertentangan dengan peraturan di atasnya maka segala kegiatan yang dilakukan adalah ilegal.
“Kalau misalnya ada iuran atau retribusi yang dipungut maka bisa jadi itu masuk kategori pungutan liar, jika dasar hukumnya tidak kuat, ya, kalau bertentangan dengan Perda,” ujar Mastri.
Lebih jauh mantan Ketua HMI Cabang Kendari ini menjelaskan, selain direksi PD Pasar, ada pihak-pihak yang dibolehkan untuk menata dan mengelola fasilitas pasar.
Hal itu diatur pada poin (2) Pasal 4 Perda No. 16 Tahun 2006 bahwa direksi berwenang melakukan kerja sama dengan pihak ketiga yang menguntungkan PD Pasar dalam membangun, menata, dan mengelola sebagian atau seluruh fasilitas pasar yang ditetapkan oleh walikota setelah mendapat persetujuan DPRD.
“Jadi, pihak lain selain PD Pasar yang dibolehkan untuk mengelola pasar itu bukan pemerintah, tapi pihak ketiga,” tutup Mastri.
Penulis: Jumaddin Arif