panjikendari.com – Tindakan kekerasan diduga dilakukan aparat kepolisian dan Satpol PP terhadap masyarakat Konawe Kepulauan (Konkep) yang melakukan demonstrasi di Bumi Praja Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) mengundang perhatian Ombudsman Perwakilan Sultra.
Lembaga negara yang bertugas mengawasi pelayanan publik itu akan turut andil mengusut kasus tersebut.
“Terkait chaos antara aparat kepolisian dan Satpol PP dengan masyarakat di Bumi Praja, Ombudsman akan melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait.”
“Kita sudah mengumpulkan beberapa video melalui media sosial sebagai bukti permulaan untuk kita dalami,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Sultra, Mastri Susilo, saat acara coffee morning dengan insan pers, di kantornya, Jumat, 08 Maret 2019.
Mastri menyebutkan, adapun pihak-pihak yang akan dimintai keterangannya dalam kasus ini, antara lain, penanggung jawab lapangan dari pihak kepolisian yang bertugas melakukan pengamanan terhadap jalannya aksi.
Selain itu, Ombudsman Sultra juga akan meminta klarifikasi Kasat Pol PP Pemprov Sultra terkait adanya dugaan tindak kekerasaan atau pengeroyokan terhadap masyarakat yang dilakukan sejumlah anggotanya di lapangan.
“Kami juga akan meminta keterangan dari peserta aksi bagaimana kronologis sampai terjadi chaos,” katanya.
Mantan Ketua HMI Cbang Kendari ini menegaskan, jika nanti terbukti ada kesalahan prosedur dan/atau penyalahgunaan wewenang dari aparat yang memicu terjadinya kekacauan, maka Ombudsman akan mendorong supaya oknum-oknum yang terlibat harus diberi sanksi.
“Baik oknum aparat kepolisian maupun Polisi Pamong Praja. Yang terbukti melakukan tindak kekerasan harus diberi sanksi,” tegas Mastri.
Terkait tuntutan masyarakat yang menolak kehadiran tambang di Konkep, Ombudsman Sultra sedang mengumpulkan bahan dan dokumen terkait status aktivitas tambang di daerah pemekaran Konawe itu.
“Terkait hal ini, Ombudsman bukan dalam posisi membela masyarakat atau membela pemilik IUP. Kita akan kaji regulasinya yang dijadikan dasar dalam penerbitan IUP,” kata Mastri.
Mastri menuturkan, masyarakat menolak adanya aktivitas tambang di Konkep atas dasar UU No 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Bahwa, ada tiga hal yang tidak boleh dilakukan di pulau-pulau kecil, yakni, pengelolaan pasir, pengelolaan minyak bumi dan gas, serta pengelolaan mineral dan batubara yang dapat merusak lingkungan,” terang Mastri.
Ombudsman Sultra, kata Mastri, akan melihat apakah pemerintah Kabupaten Konawe saat itu, saat Konkep belum mekar, mengeluarkan IUP di Pulau Wawonii sebelum keluar UU No 27 tahun 2007 atau setelahnya.
Disamping itu, lanjut Mastri, yang perlu dilihat juga adalah apakah Wawonii masuk sebagai pulau kecil sebagaimana yang disyaratkan dalam UU No. 1 Tahun 2014.
“Pemprov Sultra yang saat ini diberikan kewenangan dalam mengelola sektor pertambangan harus didesak untuk mengkaji keberadaan tambang di Konkep. Ini yang akan kita dorong. Gubernur bersama OPD terkait harus segera melakukan langkah-langkah dalam rangka memastikan keberadaan tambang di Konkep,” tutup Mastri. (jie)