Oleh: Irwan SH
(Pemuda Muna Barat/Pemerhati Hukum/Alumni Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari)
Beberapa hari belakangan ini, Muna Barat dihebohkan dengan adu argumen antara Kabag Humas Pemda Muna Barat dan salah satu Wakil Ketua DPRD Kab Muna Barat di salah satu media daring mengenai pemberhentian perangkat desa oleh kepala desa di wilayah kekuasaan Bupati Muna Barat La Ode M Rajiun Tumada.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis ingin memberikan pandangan hukum terkait dengan pemberhentian perangkat desa dari aspek sistem perundang-undangan di Indonesia. Tulisan ini bukan untuk menggurui para pembaca, namun sebatas sharing knowledge dengan pembaca yang budiman terkait dengan persoalan-persoalan yang terjadi di Bumi Lawora Muna Barat.
Tulisan ini terbagi dalam tiga penyajian; pertama, penulis menyajikan terkait dengan pengaturan perangkat desa dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia, kedua; menganilasa apa yang mesti dilakukan oleh kepala desa dalam melakukan pemberhentian perangkat desa, dan ketiga, menyajikan kesimpulan dari pembahasan yang pertama dan yang kedua.
Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa dalam Perundang-undangan
Pengangkatan dan Pemberhentian perangkat desa, maka ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya yang nantinya menjadi dasar pengambilan keputusan oleh seorang kepala desa dalam melaksanakan tata kelola pemerintah desa di wilayah kekuasaannya, yakni, UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, kemudian Peraturan Pemerintah (PP) No 43 Tahun 2014 Tentang Pengaturan Pelaksanaan UU Desa, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No. 67 Tahun 2017 tentang perubahan atas Permendagri No. 83 tahun 2015.
Dalam sistem administrasi pemerintahan, dalam pengambilan suatu keputusan administratif, salah satu hal yang terpenting adalah aspek kewenangan. Berkaitan dengan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa, kewenangan ini melekat kepada kepala desa selaku pemegang kekuasaan pemerintahan di desa. Kewenangan kepala desa ini disebutkan secara eksplisit dalam ketentuan UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa, disebutkan dalam Pasal 26 ayat (2) huruf c yakni kepala desa berwenang memberhentikan dan mengangkat perangkat desa. Artinya kewenangan kepala desa ini adalah kewenangan delegasi yang diberikan oleh UU.
Pasal 26 ayat (2) UU Desa pada dasarnya memberikan kewenangan kepada Kepala desa untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa, namun kewenangan ini bukan berarti kepala desa melakukannya begitu saja, akan tetapi ada batasan dan mekanisme dalam proses pengangkatan dan pemberhentian kepala desa yang harus dijalankan oleh kepala desa. Jika kita hanya membaca teks pasal 26 ayat (2) memang pada dasarnya pemberhentian perangkat desa merupakan kewenangan kepala desa, akan tetapi pasal 26 ayat (2) ini tidak berdiri sendiri, masih ada pasal-pasal lain yang berhubungan dengan perangkat desa yang diatur dalam UU Desa.
Terlebih lagi UU Desa terkait dengan Perangkat Desa diatur dalam pasal yang tersendiri, yakni pasal 53 UU Desa, dimana disebutkan dalam ayat (3) bahwa Pemberhentian perangkat Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota. Artinya meskipun ini merupakan hak kepala desa tapi ada prosedur yang harus dilaksanakan dalam proses pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa. Prosedur inilah kemudian dalam administrative pemerintahan wajib dilakukan, karena ini merupakan bagian dari asas-asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas kepastian hukum.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian perangkat desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 43 Tahun 2014, tentang Pengaturan Pelaksanaan UU Desa. PP ini mengatur lebih terperinci lagi terkait dengan pemberhentian perangkat desa. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 69 PP No. 43, disebutkan bahwa Pemberhentian perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme, yakni yang pertama kepala Desa melakukan konsultasi dengan camat mengenai pemberhentian perangkat Desa; kedua camat memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai pemberhentian perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa; ketiga rekomendasi tertulis camat dijadikan dasar oleh kepala Desa dalam pemberhentian perangkat Desa dengan keputusan kepala Desa.
Belum sampai disitu saja pengaturannya, PP ini kemudian memberikan delegasi kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengatur lebih lanjut mengenai pemberhentian perangkat desa, sebagaimana diatur dalam Permendagri No 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana telah diubah dengan Permendagri nomor 67 Tahun 2017 tentang perubahan atas permendagri nomor 83 tahun 2015. Permendagri ini merupakan delegasi dari Pasal 69 PP 43 tahun 2014, disini lebih jelas lagi disebutkan, dalam ketentuan pasal 5 yang mengatur syarat dan tata cara pemberhentian perangkat desa, yakni, kepala desa memberhentikan perangkat desa setelah berkonsultasi dengan camat, kemudian camat mengeluarkan rekomendasi tertulis, sebagai dasar pengambilan keputusan kepala desa dalam pemberhentian perangkat desa.
Analisis Terkait dengan Pemberhentian Perangkat Desa
Bahwa berdasarkan ketiga peraturan perundang-undangan, yang telah penulis sajikan di hadapan para pembaca, kewenangan pemberhentian perangkat desa pada prinsipnya merupakan kewenangan kepala desa yang diperoleh bersumber dari delegasi UU. Meskipun ini merupakan kewenangan kepala desa, akan tetapi kepala desa tidak boleh melaksanakan kewenangannya semaunya sendiri, artinya kepala desa dibatasi dan terikat dengan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, dari ketiga peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan sebelumnya, disebutkan bahwa kepala desa dalam melakakuan pemberhentian perangkat desa harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan Camat, artinya, kepala desa tidak boleh langsung memberhentikan kepala desa, sebelum adanya konsultasi dengan Camat, kemudian Camat akan mengeluarkan rekomendasi terkait dengan hasil konsultasi dengan kepala desa tentang pemberhentian perangkat desa, nantinya hasil rekomendasi Camat ini dijadikan dasar penerbitan surat keputusan kepala desa tentang pemberhentian perangkat desa. Dari sini kita bisa pahami, bahwa ada mekanisme yang mesti dilalui oleh kepala desa sebelum memberhentikan perangkat desa. Selain mekanisme pemberhentian kepala desa juga harus memperhatikan alasan-alasan yang menjadi dasar pemberhentian.
Pertanyaan kemudian, bagaimana jika kepala desa dalam menerbitkan surat keputusan pemberhentian perangkat desa tidak sesuai/bertentangan dengan peraturan perundang-undangan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, maka yang perlu kita pahamin bahwa Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh kepala desa merupakan keputusan tata usaha negara, dimana keputusan tata usaha negara ini merupakan suatu penetapan tertulis yang dikelurakan oleh pejabat tata usaha negara, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang memiliki akibat hukum. Oleh karena keputusan kepala desa merupakan suatu keputusan tata usaha negara maka berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, menyebutkan bahwa suatu keputusan dapat dibatalkan apabila terdapat cacat wewenang, cacat prosedur, dan cacat substansi, artinya apabila kepala desa dalam mengeluarkan keputusan, melanggar wewenang, prosedur dan substansi, maka bisa saja dapat dibatalkan.
Pertanyaan kemudian, siapa yang berhak membatalkan keputusan kepala desa?
Untuk menjawab pertanyaan ini, maka merujuk pada UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, pembatalan keputusan, dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan, Atasan Pejabat yang menetapkan Keputusan, atau berdasarkan atas putusan pengadilan. Artinya keputusan kepala desa terkait pemberhentian ataupun pengangkatan perangkat desa, dapat dibatlkan oleh Kepala Desa itu sendiri, selaku yang menerbitkan keputusan, kemudian dapat dibatalkan oleh atasan kepala Desa yakni Bupati serta berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Akhir dari tulisan ini penulis menyimpulkan bahwa keputusan kepala desa terkait pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku, jika kemudian bertentangan dengan peraturan perundang-undangan maka keputusan kepala desa itu dapat dibatalkan, baik dibatalkan oleh kepala desa sendiri, oleh atasan kepala desa, serta dapat dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. (**)