panjikendari.com – Ramadan merupakan bulan dimana kita dituntut untuk melatih menahan segala hawa nafsu, termasuk nafsu amarah.
Namun demikian, tidak semua orang mampu melakukannya. Kadang, ada yang hanya mampu menahan lapar dan dahaga tetapi tidak bisa mengendalikan emosi.
Misalnya saja dua oknum pegawai honorer Badan Kesabagpol Muna Barat berinisial L dan A. Keduanya mengamuk di Desa Ondoke, Kecamatan Sawerigadi, Rabu malam, 29 Mei 2019.
Parahnya, L dan A diketahui mengamuk setelah mengkonsumsi minuman keras (miras). Sambil memegang reng dan memukul-mukulnya ke aspal, keduanya sambil berteriak-teriak menantang warga setempat.
Saksi mata yang juga tokoh pemuda di Ondoke, Wenas, hampir menjadi korban aksi premanisme kedua honorer tersebut. “Kejadiannya sangat cepat disaat masyarakat lagi berbuka puasa. Tiba-tiba terdengar teriakan dari oknum trsb dan mengatakan “Siapa yang jago di sini keluar..” sambil memegang reng dan memukulnya di aspal,” tutur Wenas kepada media ini.
Menurut Wenas, insiden tersebut sempat membuat masyarakat setempat bingung karena tidak tahu menahu tiba-tiba ada yang mabuk-mabukan sambil teriak.
Dikonfirmasi mengenai kejadian itu, Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Muna Barat (Mubar), La Ode Andi Muna, membenarkan adanya kejadian tersebut.
Menurut Andi Muna, kejadian tersebut diluar pengetahuannya. Pemicunya berawal dari adanya aksi pelemparan kantor Kesbangpol Mubar oleh orang tak dikenal.
“Awalnya karena kantor kami diempar, kaca-kaca kantor pecah. Pelemparan pertama terjadi dua hari setelah Pemilu. Kita sudah lapor ke Polsek Sawerigadi tapi belum ada hasil. Setelah itu terjadi lagi pelemparan kedua pada tanggal 22 April (2019),” terang Andi Muna menceritakan kronologi kejadian.
Andi Muna menduga, pelemparan dilakukan karena ada pihak-pihak yang tidak terima kekalahan saat Pemilu lalu.
Karena tidak terima kantornya dilempar, lanjut Andi Muna, anak buahnya mengambil sikap dengan mencari tahu dan menantang keluar pelaku pelemparan. “Itu tanpa diperintah. Diluar sepengetahuan saya,” katanya.
Awalnya, lanjut Andi Muna, tidak ada pengaruh alkohol saat oknum honorer tersebut mengeluarkan kata-kata kasar. Namun karena ada masyarakat yang rada-rada melawan sehingga keduanya pergi tenggak miras.
Kata Andi Muna, kejadian itu tidak sampai menimbulkan keributan yang lebih besar karena ada keluarga honorer tadi yang datang melerai.
Untuk menghindari keributan susulan, sebagai pihak yang bertanggung jawab menjaga stabilitas keamanan, Andi Muna berkoordinasi dengan kepala desa agar dimediasi.
“Dalam mediasi disepakati bahwa persoalan yang terjadi tidak akan terulang lagi. Mereka saling memaafkan. Tapi anehnya, pada malamnya, saat saya salat Magrib di masjid. Ada yang datang ribut-ribut depan rumahku. Mereka rusaki pagar rumah saya,” kesalnya.
Andi Muna mengatakan, jika memang tindakan anak buahnya dengan mengeluarkan kata-kata kasar tidak dapat diterima oleh masyarakat, ia mempersilakan untuk dilaporkan kepada aparat berwenang.
“Kalau memang ada tindakan kriminal, silakan dilapor polisi. Tapi kan tidak ada kriminal di situ. Hanya berteriak-teriak menantang pelaku pelemparan. Kalau saya punya anggota berbuat kriminal, saya pecat,” tandasnya.
Terhadap pelaku pelemparan, Andi Muna meminta untuk sadar dan tidak mengulanginya, apalagi dalam kampung sendiri. “Mestinya kita sama-sama menjaga keamanan dan ketertiban dalam kampung, bukan membuat gaduh,” harapnya. (jie)