Panjikendari.com – Tindakan kekerasan aparat kepolisian terhadap insan pers kembali terjadi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis, 18 Maret 2021.
Seorang jurnalis media cetak Harian Berita Kota Kendari (BKK) atas nama Rudinan dipukul oleh aparat kepolisian saat melaksanakan tugas peliputan aksi demonstrasi di Kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari.
“Awalnya saya melakukan peliputan aksi unjuk rasa di depan Kantor BLK Kendari, Kamis 18 Maret 2021 sekitar pukul 10.15 Wita,” kata Rudi saat menceritakan kronologis kejadian.
Dalam unjuk rasa tersebut, kata Rudi, terjadi aksi saling dorong antara massa aksi dengan aparat kepolisian karena para pendemo meminta masuk untuk bertemu dengan Kepala BLK Kendari.
Aksi saling dorong berhasil dilerai. Sekitar pukul 10.45 Wita, massa aksi diterima pihak BLK Kendari untuk melakukan audiens. “Saat itu saya mencoba masuk ke dalam untuk melakukan liputan,” terang Rudi.
Namun, lanjut Rudi, saat dirinya akan masuk ke dalam Kantor BLK Kendari bersama jurnalis lainnya, aparat kepolisian menahan dan meminta menunjukkan kartu identitas.
“Setelah saya menunjukkan Id card, tiba-tiba dari belakang aparat kepolisian langsung memukul kepala saya sambil mengeluarkan kata-kata kasar. Kita tidak tahu apa penyebabnya, padahal kita sudah bersikap baik terhadap mereka (aparat, red),” ungkapnya.
Sikap represif aparat kepolisian ini langsung mendapat tanggapan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari, La Ode Kasman Angkosono, menegaskan, AJI Kendari mengecam aksi brutal sekelompok oknum polisi terhadap seorang jurnalis tersebut.
Menurut Kasman, tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Apalagi tugas pokok polisi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
Penghalang-halangan dan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan ini merupakan tindak pidana, sekaligus mengancam kebebasan pers. Karena jurnalis dalam menjalankan tugas di lapangan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Menghalangi tugas jurnalis saja sudah pidana. Apalagi sampai ada kekerasan fisik,” ujarnya.
Ketentuan pidana ini menurut Kasman diatur dalam UU Pers Pasal 18 ayat (1), yang berbunyi; setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi maka dipidana penjara paling lama tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
“Tidakan represif aparat kepolisian terhadap jurnalis terus berulang. Maka dari itu, kami meminta agar para oknum polisi yang terlibat agar mendapat sanksi tegas, jangan terkesan dilindungi,” katanya.
Pimpinan harus tegas dalam kasus seperti ini, untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku yang berbuat semena-mena terhadap masyarakat.
Selain itu, AJI Kendari meminta agar pimpinan kepolisian juga mengajari anggotanya tentang kerja-kerja jurnalis yang dilindungi UU Pers.
“Kemudian, kami juga mengimbau kepada para pewarta agar selalu berhati-hati dan tetap menaati kode etik dalam setiap menjalankan tugas-tugas jurnalistik di lapangan,” tutupnya. (jie)