panjikendari.com – Desa Morehe merupakan salah satu desa di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, yang diduga fiktif alias desa siluman.
Desa Morehe adalah pemekaran dari Desa Rawua bersama Desa Anggawo. Dimekarkan pada masa pemerintahan Bupati Konawe Lukman Abunawas. Wilayah Desa Morehe berada di sebelah barat Desa Rawua, di seberang Sungai Konaweha.
Untuk menjangkau wilayah Desa Morehe harus menggunakan jasa transportasi sungai, Katinting, dengan bayaran Rp 50 ribu per orang.
Kepala urusan (Kaur) Pemerintahan Desa Morehe, Suitno menjelaskan, pemekaran Desa Morehe sebagai desa persiapan bersama desa lainnya di Konawe saat Lukman Abunawas akan bertarung pada Pilkada Konawe di periode keduanya.
Sejak jadi desa persiapan, kata Suitno, Desa Morehe dipimpin oleh Toha Makmur sebagai pelaksana kepala desa. “Nanti pada tahun 2014 ada pemilihan langsung. Pak Toha terpilih sebagai kepala desa,” kata Suitno, saat ditemui di rumahnya di Desa Rawua, Minggu 10 November 2019.
Selama jadi desa persiapan, honor aparat desa terbayar lancar melalui program block grant, program bantuan dana untuk desa yang dicetus gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam saat itu. Namun, masuk tahun 2015, honor sudah tidak ada lagi.
Kata Suitno, sebagai layaknya desa pada umumnya, Desa Morehe memiliki perangkat desa, mulai dari kepala desa, sekretaris, bendahara, beberapa Kaur, RT, RW, hingga kepala adat. Ada sekitar 200-an lebih warga bermukim di sana.
Namun, sejak Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) mekar dari Kabupaten Kolaka, wilayah Desa Morehe diklaim masuk wilayah Koltim. “Kita disuruh pindah dari sana,” ucap Suitno.
Sebagian warga akhirnya memilih kembali ke tempat asal dan beraktivitas di Desa Rawua, karena memang wilayah Morehe itu awalnya dibuka untuk area perkebunan oleh warga Desa Rawua. “Yang lain masih bertahan di sana karena mereka berkebun,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Konawe sepertinya tidak ingin Desa Morehe bubar begitu saja. Maka dibangunlah balai pertemuan di Desa Anggawo yang jaraknya sekitar tujuh kilometer dari perkampungan.
Jurnalis panjikendari.com mencoba melihat langsung kondisi balai pertemuan tersebut, yang kata Suitno, gedung tersebut terakhir digunakan sebagai TPS pada Pemilu baru-baru ini.
Untuk menjangkau balai desa tersebut, kita harus melewati jembatan gantung yang membelah Sungai Ameroro, dan menyusuri jalan pengerasan yang berbatu-batu. Sepanjang jalan, kita menjumpai kebun-kebun warga.
Ada aktivitas pembangunan kantor Desa Anggawo dan sekolah dasar di sana. Hingga akhirnya kita harus menyusuri jalan setapak untuk mencapai balai pertemuan Desa Morehe.
Dengan kondisi yang tampak tidak terurus lagi, gedung permanen balai pertemuan Desa Morehe berdiri di tengah-tengah kebun. Di samping kiri-kanannya tumbuh tanaman jati dan semak belukar. Ukurannya sekira 7×15 meter. Berlantai tegel.
Selain balai pertemuan, pemerintah Kabupaten Konawe melalui Dinas Pendidikan setempat membangun sebuah sekolah dasar; SDN Morehe. Tapi lokasinya di Desa Rawua, berjauhan dengan balai pertemuan.
Suitno mengaku tidak mengerti kenapa SDN Morehe dibangun di Desa Rawua. “Mungkin karena warganya banyak tinggal di sini,” ucapnya.
Warga Desa Morehe, kata Suitno, sudah menetap kembali di Desa Rawua sejak wilayahnya diklaim oleh pemerintah Koltim. Para aparat Desa Morehe kata dia bingung mau berbuat bagaimana.
“Pak desa sekarang sudah kembali seperti dulu lagi, menjadi imam desa di sini (Desa Rawua). Itu dia lagi kasih nikah orang di sebelah. Sedangkan sekretaris desa juga sudah ‘dimutasi’, menjadi warga Desa Rawua,” guyonnya.
Selain karena sudah tidak ada lagi wilayahnya meskipun ada balai desanya, perangkat Desa Morehe tidak lagi melaksanakan aktivitas pemerintahan karena sudah tidak ada lagi dana untuk honor yang kucur.
Bagaimana dengan dana desa? Menurut Suitno, sejak 2014 yang honor dan operasional desa bersumber dari dana block grant, tidak ada lagi anggaran yang turun.
“Kita tidak pernah dapat dana desa. Jangankan dapat, apa itu dana desa kita tau, makhluk dari mana sebenarnya dana desa itu. Saya nonton di TV, pak bupati sama pak wakil katanya ada dananya tapi disimpan di kas daerah,” tuturnya. (jie)