panjikendari.com – Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) mendadak tenar dan mewarnai ruang-ruang diskusi publik di seantero negeri ini.
Daerah pimpinan pasangan bupati dan wakil bupati, Kery Saiful Konggoasa dan Gusli Topan Sabara, itu menjadi perhatian publik gegara ada beberapa desa terindikasi fiktif di daerah itu. Pemerintah pusat menduganya sebagai desa siluman.
Awalnya ada 56 desa yang diduga fiktif namun belakangan sisa tiga desa; Desa Morehe dan Desa Uepai di Kecamatan Uepai serta Desa Ulu Meraka di Kecamatan Lambuya. Belakangan juga diketahui ada nama Desa Wiau di Kecamatan Routa.
Kendati oleh pemerintah pusat dan beberapa pihak menyebutnya sebagai desa siluman, namun pemerintah Kabupaten Konawe, baik Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa maupun wakil Bupati Konawe Gusli Topan Sabara, bersikukuh bahwa tidak ada desa fiktif di sana.
Terlepas dari fiktif atau tidak, 56 desa tersebut, minus Desa Wiau, turut menyelenggarakan pesta demokrasi pada Pemilu baru-baru ini.
“Pemilih di Desa Wiau kita gabungkan ke desa induknya karena DPT-nya hanya 13 pemilih,” kata Ketua KPU Konawe, Muhammad Azwar, diamini komisioner lainnya Adriansyah Siregar, saat ditemui di kantornya, Minggu, 10 November 2019.
Baik Azwar maupun Adriansyah mengakui bahwa tidak ada desa fiktif di Kabupaten Konawe. Dalam proses Pemilu baru-baru ini, semua desa yang terindikasi fiktif tersebut terkecuali Wiau dilakukan tahapan pemilihan.
Kata Adriansyah, sebelum tahapan pemutakhiran data pemilih dilakukan, terlebih dahulu ada pemetaan wilayah berdasarkan Permendagri Nomor 137 Tahun 2017 Tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan.
“Semua desa yang dibilang fiktif itu ada semua dalam Permendagri. Kecuali Desa Uepai memang tidak ada, yang ada hanya Kelurahan Uepai. Desa Ulu Meraka ada di Onembute, Desa Meraka di Lambuya, Desa Morehe di Kecamatan Uepai. Semua ada DPT-nya,” kata Ardiansyah.
Senada dengan KPU Konawe, Bawaslu Konawe juga mengakui bahwa tidak ada desa fiktif. Semua desa memiliki DPT dan TPS. “Misalnya saja Desa Morehe, DPT-nya berjumlah 197 dan 1 TPS. Kecuali memang Desa Wiau, kita gabung ke induknya; Desa Parudongka, karena DPT hanya 13,” kata Ketua Bawaslu Konawe, Sabdah, di kantornya.
Tanpa menyebutkan jumlah, Sabdah, mengakui bahwa hasil Pilpres di desa-desa diduga siluman tersebut didominasi oleh paslon Prabowo-Sandi. Bahkan, paslon tersebut unggul sekira 60 persen di Konawe, mengalahkan paslon Jokowi-Ma’ruf.
Khusus di Desa Morehe, paslon Prabowo-Sandi juga unggul di sana. Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan Desa Morehe, Suitno, membenarkan hal itu.
Hanya saja, kata dia, pemilihan waktu itu dilakukan di Balai Desa Morehe yang dibangun di Desa Anggawo. Balai desa tersebut dibangun setelah mereka meninggalkan wilayah Desa Morehe di pegunungan di seberang Sungai Konaweha.
Desa Morehe tersebut ditinggalkan karena diklaim masuk wilayah administrasi Kolaka Timur (Koltim). “Orang-orang turun kembali ke kampung di Desa Rawua, karena memang di sana mereka hanya berkebun. Tempat tinggal di Rawua.”
“Jadi, waktu pemilihan, masyarakat Morehe yang tinggal di Rawua pergi memilih di balai Desa Morehe di Anggawo. Jaraknya sekitar tujuh kilometer dari sini (Rawua). Dan hasilnya waktu itu, Prabowo menang,” kata Suitno. (jie)