panjikendari.com – Dalam kurun lima tahun pasangan Ali Mazi dan Lukman Abunawas (AMAN) ingin menoreh catatan sejarah di masa kepemimpinannya. Secara nasional Provinsi Sulawesi Tenggara masih harus berpacu agar bisa bersaing dengan daerah lain.
Indikator sederhana adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sultra berada di peringkat ke-20 dengan nilai 70,61 persen dan masuk kategori tinggi.
Itu bermakna kualitas hidup masyarakat Sultra dari sisi kesehatan, pendidikan, dan sosial ekonomi tergolong cukup baik. Namun capaian itu tak lantas membuat Gubernur Sultra Ali Mazi berpuas diri. Politisi Partai Nasdem ingin mendorong agar Sultra menjelma menjadi primadona baru daerah tujuan di Indonesia.
Mewujudkan target itu, duet AMAN tak tanggung-tanggung ‘berguru’ ke luar negeri. Teranyar belum lama ini Ali Mazi didampingi sejumlah kepala daerah di Sultra menggelar lawatan ke Amerika Serikat dan Jerman. Di dua negara maju itu sekaligus momen meneken berbagai kerja sama strategis.
Tahun 2019, Pemprov Sultra juga sudah mencanangkan pembangunan infrastruktur mega proyek yaitu pembangunan jalan menghubungkan Kendari – Toronipa, RS Jantung dan Pembuluh Darah serta membangun perpustakaan moderen bertaraf Internasional.
Ali Mazi menegaskan, pembangunan tiga mega proyek tersebut menggunakan anggaran tahun jamak. Proyek besar itu juga menjadi bagian dari amanah Perda No 9 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sultra tahun 2018-2023.
Alih Teknologi Kesehatan
Problem pembangunan di bidang kesehatan masih menjadi perhatian serius Gubernur Ali Mazi. Khususnya mengatasi kendala terkait fasilitas layanan kesehatan (fanyaskes) untuk penderita pasien jantung dan pembuluh darah.
Dasar itu, Pemprov Sultra menggagas pembangunan RS Jantung dan Pembuluh Darah di lahan seluas 5 hektare di kawasan eks RSUD Sultra. Realisasi fisik rumah sakit bertaraf internasional itu akan menelan anggaran sebesar Rp 379,9 miliar dengan konstruksi 17 lantai.
“Rumah sakit jantung dan pembuluh di Indonesia relatif masih sedikit. Kedepan rumah sakit itu bukan hanya melayani pasien dari Sultra, tetapi juga menjadi harapan hidup pasien jantung di kawasan Indonesia Timur,” ungkap Ali Mazi beberapa waktu lalu.
Pertimbangan lain, lanjutnya, merujuk pada data RSUD Bahteramas Januari-September tahun 2019 jumlah pasien jantung di Sultra sebanyak 12 ribu orang.

“Jumlah pasien sangat besar. Sebagian terpaksa harus berobat ke luar daerah hingga ke luar negeri. Kita tak ingin diam, harus berbenahi terus pelayanan kesehatan utamanya penyediaan RS jantung itu,” tegasnya.
Ali Mazi cukup serius mengurus RS Jantung itu. Bahkan sudah dituangkan dalam bentuk kerjasama dengan RS NRW Bad Oenyhausen Jerman.
Ali Mazi mengatakan, kunjungan ke Jerman untuk mempelajari Sistem Manajemen dan struktur organisasi rumah sakit, dimana penempatan sistem elektrik, pengelolaan pembuangan limbah, dan pelayanan pasien-pasien darurat penyakit jantung.
Bukan cuma di negera Jerman, Pemprov Sultra juga mencoba menggaet Universitas Rhode Island, Amerika Serikat. Lembaga pendidikan tinggi itu juga terkenal sebagai universitas berbasis riset dunia kesehatan terbaik di negeri Paman Sam itu.
Revitalisasi Kawasan Toronipa
Bidang pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan Sultra. Dari sisi potensi, Sultra memiliki 1.144 obyek wisata, antara lain 110 lokasi menyelam (spot dive), 197 pantai yang indah berpasir putih, 58 air terjun, 108 benteng, lebih dari 47 gua, 11 sumber air panas, 41 danau dan permandian alam, tiga kawasan karst.
Lalu ada tiga lokasi arung jeram, 22 kawasan mangrove, 18 wisata pegunungan dan puncak yang dingin, serta 11 titik labuh untuk kapal-kapal rekreasi, baik itu yatch, lob dan cruise, dan kapal pesiar.
Di luar pemprov juga mencoba menggali potensi wisata lainnya. Saat ini pasangan AMAN sedang mengembangkan kawasan strategis pariwisata Toronipa. Tujuannya menambah dan mengangkat dunia kepariwisataan Sultra, bernuansa moderen, indah namun tetap menjaga kelestarian alam. Medio September 2019 lalu, Pemprov sudah mengawali pembenahan jalan rute Kendari-Toronipa.
“Sepanjang pantai Kendari-Toronipa terdapat potensi wisata yang belum digarap maksimal. Padahal pariwisata di pantai ini memiliki tempat strategis bila dikelola dengan baik. Selain itu wisata ini menghubungkan antara Pulau Hoga dan Pulau Labengki,” katanya.
Sebelum mendesain kawasan wisata strategis, pemerintah lebih awal membenahi dulu jalan penghubung. Proyek jalan itu menelan anggaran awal sebesar Rp 144 miliar. Adapun panjang jalan yaitu 14,6 km dan lebar 27 meter direncanakan menelan anggaran Rp 1, 95 triliun.

Sedangkan pengembangan kawasan wisata harus melakukan revisi Perda RTRW dan merumusan masterplan kawasan serta penuntasan status lahan.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Sultra, Abdul Rahim mengatakan, pekerjaan tahap pertama mega proyek tersebut, dilaksanakan sesuai target dan berakhir pada Desember 2019.
“Lebar jalan yang dibangun itu delapan meter untuk satu lajur, sehingga kalau dua jalur berarti 16 meter, ditambah jalur sepeda dan selokan totalnya 27 meter dengan ketebalan beton 25 centimeter,” ungkap Abdul Rahim.
Pembangunan akses Jalan wisata Toronipa-Kendari yang sedang dibangun bertujuan mengitegrasikan sejumlah kebijakan pembangunan strategis nasional sekaligus sebagai jalur logistik.
Prof Eka Suaib, staf ahli gubernur Sultra dari unsur akademisi UHO Kendari menilai, kawasan Pantai Toronipa memiliki prospek wisata berdaya sain tinggi. Bila pengelolaannya bisa dioptimalkan maka tentu bisa mendongkrak angka Penerimaan Asli Daerah (PAD).
“Kita jangan hanya mengandalkan sektor pertambangan sebagai obyek penerimaan tertinggi daerah. Padahal ada sektor parisata kalau dikelola secara profesional pasti lebih menjanjikan untuk kemajuan daerah,” ungkap Eka Suaib dalam sebuah pertemuan.
Perpustakaan Berbasis Teknologi Moderen
Proyek besar Pemprov Sultra lainnya adalah perpustakaan bertaraf internasional. Rencananya gedung perpustakaan itu berdesain enam lantai dan diperkiraan menghabiskan anggaran Rp 100 miliar.
“Jumlah itu bisa kurang bisa lebih. Nanti kita lihat anggarannya,” tutur Kadis Cipta Karya Bina Konstruksi dan Tata Ruang Sultra, Ir H Pahri Yamsul beberapa waktu lalu.
Dari aspek konstruksi, lanjutnya, gedung perpustakaan itu sesungguhnya mengadopsi beberapa sarana serupa di negara Amerika Serikat seperti Harvard University maupun Boston University.

“Kawasannya nanti dilengkapi fasilitas teknologi moderen seperti WiFi dan sebagainya. Jadi ketersediaan fasilitas bertujuan mendorong minat baca pengunjung lebih baik lagi. Oh, iya, konsepnya juga berbasis wisata edukasi,” ujarnya.
Konsep wisata edukasi itu ditonjolkan guna menutupi kesan perpustakaan hanya sekadar wadah untuk orang-orang kutu buku. Jadi fasilitas pendukung ada juga komputer, cafe, taman kecil.
“Mau selonjoran bisa juga karena kami siapkan bantal di situ, Yang pasti kami desain senyaman mungkin bagi pengunjung,” tukasnya. (adv)