Panjikendari.com – Sabtu petang, 3 Desember 2022, hujan mengguyur sebagian wilayah Kota Kendari, termasuk di bagian Nambo. Aktivitas warga menjadi terbatas atau tidak leluasa akibat hujan turun. Kendati begitu, satu dua truk bermuatan pasir terlihat keluar dari Lorong Tani, Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo.
Lorong Tani merupakan salah satu dari tiga lokasi di Kecamatan Nambo yang dijadikan pusat pengolahan pasir kuarsa. Dua di antaranya berada di Jalan Karang Kelurahan Nambo dan Jalan Meohai Kelurahan Petoaha.
Di Lorong Tani tersebut, Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Asri Perkasa yang diketuai Asrifin, melakukan aktivitas usaha pengolahan dan penampungan pasir. Pantauan jurnalis ini di lokasi, Sabtu, 3 Desember 2022: suasana sangat lengang. Beberapa unit motor terparkir di depan warung pas masuk portal lokasi penampungan pasir.
Kamera CCTV yang terpasang di atas pohon gamal di samping pos jaga tampak menyorot ke arah jalan masuk area penampungan dan pencucian pasir yang dipagari dengan atap seng. Pasir hasil cucian menggunung menghalangi pandangan ke dalam.
Tak ada aktivitas berarti di sana. Salah seorang penjaga terlihat duduk di dalam pos jaga sambil menikmati rintik hujan yang mulai berangsur reda. “Mau kemana?” tanyanya. Jurnalis media ini pun menjelaskan maksud kedatangannya yang ingin melihat langsung secara dekat proses atau aktivitas pengolahan pasir di lokasi itu.
“Untuk sementara tidak ada kegiatan. Karyawan tidak ada yang masuk. Sudah berjalan satu bulan. Hanya kami berdua yang jaga. Saya dan satunya lagi jaga di dalam,” kata penjaga pos masuk yang mengaku bernama Abi.
Abi menuturkan, sejak persoalan tambang galian C ini bergulir dan pada akhirnya ditutup sementara waktu oleh pemerintah kota, para pekerja terpaksa ‘nganggur’ tak jelas mau kemana. Abi yang dahulunya bekerja sebagai kuli bangunan mengaku bersyukur masih dipekerjakan meskipun iklim kerja dalam kondisi tidak stabil.
Abi menuturkan, ada sekitar 30-an pekerja di KUBE Asri Perkasa terpaksa berhenti bekerja. “Mereka pusing itu, pikirkan cicilan motor. Belum lagi kebutuhan keluarga, karena mereka semua sudah berkeluarga,” cerita Abi yang baru enam bulan diterima bekerja di KUBE itu.
Material Dikeruk di Gunung, Dicuci dan Ditampung di KUBE
Rintik hujan masih terus membasahi alam raya Nambo. Gemercik aliran air yang berwarna cokelat mengalir dari dalam lokasi pencucian pasir menyusuri selokan. Di situ terdapat anak kali yang muaranya ke Pantai Nambo. Satu-satunya pantai yang menjadi objek wisata bahari di Kota Kendari.
Abi bercerita, lokasi KUBE Asri Perkasa hanya menjadi tempat pencucian dan penampungan pasir. Material diangkut dari bukit atau gunung di belakang perkampungan, di lahan yang konon masuk lahan hutan produksi milik warga sekitar.
Pihak KUBE membeli hamparan gunung milik warga yang mengandung pasir kuarsa. Warga menjualnya dalam skala hamparan dan ada juga yang dijual berdasarkan retase pengangkutan material.
Material yang diangkut dari gunung diproses di lokasi KUBE. Dicuci dan ditampung di sana, lalu dikirim ke perusahaan tambang nikel Morosi Kabupaten Konawe dan di Morowali Sulawesi Tengah melalui kapal tongkang yang berlabuh di Pelabuhan Rakyat Kota Lama.
Namun demikian, sejak persoalan tambang pasir Nambo ini diangkat ke permukaan karena diduga tak memiliki izin dan pengelolaannya berpotensi merusak lingkungan, kegiatan produksi dihentikan sementara waktu sehingga berdampak pada nasib karyawan yang selama ini menggantungkan hidupnya dari pekerjaan itu.
“Saya belum tahu juga mereka kerja dimana. Yang jelas, dalam satu bulan terakhir ini sejak pemerintah menutup lokasi ini, teman-teman sudah tidak kerja lagi,” kata Abi, seraya ,mengatakan, pihaknya saat ini hanya melayani pemuatan pasir gratis untuk kebutuhan warga sekitar.
Ada yang Masih Beraktivitas
Berbeda dengan KUBE Asri Perkasa di Lorong Tani, usaha yang sama di Jalan Karang terlihat masih beraktivitas. Alat berat ekscavator terlihat beroperasi. Mesin pencucian pasir yang memisahkan pasir dengan material tampak aktif bekerja.
Meskipun sore itu, sebagaian pekerja sudah mulai meninggalkan lokasi dengan mengendarai sepeda motor. Sepertinya, mereka mulai bubar satu per satu karena jam kerja sudah selesai.
Begitu juga di Jalan Meohai, Kelurahan Petoaha. Truk-truk pengangkut pasir dan alat berat mulai balik kanan meninggalkan lokasi tambang. Beberapa warga juga mulai pulang ke rumah masing-masing.
“Mau kemana, pak?” cegat seorang warga kepada jurnalis media ini saat berpapasan di jalan yang dikelilingi lubang dan tebing bekas galian pasir.
Jurnalis media ini lantas menyampaikan maksud kedatangannya yaitu untuk melihat secara langsung kondisi lokasi tambang pasir Nambo yang belakangan ini menjadi bahan perbincangan publik. Warga tersebut lantas meminta agar tidak membesar-besarkan lagi persoalan tersebut.
Menurutnya, masalah tambang pasir Nambo sudah ditangani tim khusus yang dibentuk oleh pemerintah Kota Kendari, dan bahkan sudah ditangani oleh pemerintah provinsi. “Kita tunggu saja hasilnya bagaimana,” kata warga tersebut yang mengaku memiliki lahan setengah hektare di lokasi tersebut.
Untuk sementara ini, kata dia, pelayanan pengangkutan pasir dibatasi hanya untuk kebutuhan pembangunan dalam Kota Kendari. “Kalau kita tutup, bisa-bisa lumpuh pembangunan dalam kota, karena pasir untuk bahan pembuatan batako diambil dari sini,” katanya. (adv)