Oleh: Surachman
(Koordinator Media Center PUPR Muna Barat)
Saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah pernyataan mendasar tentang hakikat berdirinya suatu daerah dalam konteks otonomi daerah. Bahwa sesuai regulasi Pemekaran daerah dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa Pemekaran daerah merupakan salah satu skenario penataan daerah yang ditujukan untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan, meningkatkan daya saing nasional dan daya saing
Daerah, dan memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya Daerah.
Berpijak pada tujuan tersebut di atas maka sejatinya Pemekaran Daerah memiliki maksud yang mulia. Praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah lah yang kadang kala membuat adanya disorientasi dari tujuan awal terbentuknya suatu daerah. Disorientasi pemekaran daerah dapat terjadi jika para penyelenggara daerah yang sejak awal mengendalikan DOB tersebut tidak memiliki arah yang jelas dalam membangun daerah. Hingga akhirnya kita dapat melihat cukup banyak daerah baru yang setelah dievaluasi ternyata tak cukup berhasil sebagai DOB.
Seperti dilansir dari CNN Indonesia bahwa pada tahun 2017 ada 67 persen daerah hasil pemekaran yang mendapat nilai tidak memuaskan dari pemerintah pusat. Angka tersebut merupakan rangkuman dari seluruh daerah otonomi baru (DOB) yang terbentuk sejak 2014 lalu. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Sumarsono saat itu berkata, hanya 33 persen DOB yang dianggap memenuhi harapan dalam menjalankan fungsi sebagai daerah baru. Kondisi ini mengindikasikan bahwa masih terdapat fenomena “kegagapan” penyelenggara pemerintahan di tingkat daerah dalam mengeksplorasi setiap potensi daerah guna mempercepat lompatan kemajuan daerah masing-masing.
Muna Barat sebagai salah satu daerah otonom baru di Sulawesi Tenggara yang lahir melalui UU No 14 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Muna Barat di Provinsi Sulawesi Tenggara diawal berdirinya dan dilantiknya Pejabat Bupati Muna Barat La Ode M. Rajiun Tumada pada 9 Oktober 2014 tepat 6 tahun yang lalu, memulai langkah awal dalam hal penataan pemerintahan dengan cukup mulus. Kendati ada sedikit ganjalan soal aset yang belum klir namun setelah La Ode M. Rajiun Tumada dan Achmad Lamani dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Muna Barat defenitif masalah aset dari Kab. Muna dapat terselesaikan.
Muna Barat dapat dikatakan sebagai daerah yang dianggap berhasil oleh Pemerintah Pusat dalam menjalankan praktik otonomi daerah. Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri dari 3 DOB di Sulawesi Tenggara, Muna Barat memperoleh poin yang lebih tinggi dari 2 DOB lainnya Buton Selatan dan Buton Tengah. Peringkat pertama diperoleh Muna Barat dengan nilai 93,25 disusul Kabupaten Buton Selatan 91,25 dan urutan terakhir Buton Tengah 90,50. Prestasi Muna Barat ini tentu tak dapat dipungkiri berkat kegigihan La Ode M. Rajiun Tumada dan Achmad Lamani dalam menakhodai Muna Barat, mengarahkan segenap OPD dalam hal penyelanggaraan pemerintahan daerah yang sesuai dengan regulasi yang ada hingga target target pembangunan dapat tercapai.
Hadirnya La Ode M. Rajiun Tumada dan Achmad Lamani dalam menakhodai Muna Barat diawal terbentuknya merupakan kolaborasi kepemimpinan yang terbukti dapat membawa Muna Barat seperti saat ini. Muna Barat telah menjelma sebagai daerah otonom yang layak diperhitungkan dalam kancah regional Sulawesi Tenggara. Berbagai indikator pembangunan dibawah duet kepemimpinan mereka berdua menunjukkan trend yang semakin membaik dari tahun ke tahun. Misalnya pertumbuhan ekonomi Muna Barat berdasarkan data statistik (BPS Muna Barat, 2020) pada tahun 2019 tercatat pertumbuhan ekonominya masuk dalam kategori lima besar bersama Konawe, Konawe Kepulauan, Kolaka, Kab. Muna Barat dan Kota Kendari. Dimana Muna Barat mencapai peringkat keempat pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Sulawesi Tenggara dengan raihan 6,79% yang melampaui pertumbuhan ekonomi Kabupaten induknya Kabupaten Muna yang hanya mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi 5,4% pada tahun yang sama.
Pada indikator lainnya semisal tingkat pengangguran terbuka juga menunjukkan trend yang semakin baik. Jika dibandingkan dengan angka pengangguran terbuka di Kabupaten seusianya yakni Buton Tengah dan Buton Selatan, maka prosentase Muna Barat sedikit lebih kecil yaitu 3,12%, sedangkan Buton Tengah mencapai 4,22% dan Buton Selatan 3,77%. Namun jika dibandingkan dengan kabupaten Muna sebagai kabupaten induk Muna Barat maka pencapaian Muna Barat masih relatif rendah dimana tingkat pengangguran terbuka Kabupaten Muna pada tahun yang sama mencapai 4,70%.
Bagaimana dengan angka kemiskinan?. Berdasarkan data yang ada, angka kemiskinan berhasil ditekan sejak 3 tahun terakhir. Dimana pada tahun 2019 angka kemiskinan di Muna Barat mencapai 13,84%. Jika dibandingkan pada tahun 2017 maka mengalami penurunan 2,4% yaitu 16,84%. Ini mengindikasikan bahwa skenario kebijakan dalam hal penurunan angka kemiskinan berhasil dijalankan oleh pemerintah daerah Muna Barat.
Secara umum sesungguhnya jika dicermati secara objektif Muna Barat dapat dikatakan telah berhasil memposisikan dirinya sebagai kabupaten otonom yang dapat menjadi role model bagi daerah baru di Indonesia. Tentu dengan beberapa catatan yang menyertai untuk pembenahan di tahun tahun mendatang. Pertanyaannya adalah bagaimana quo vadis Muna Barat setelah 6 tahun terbentuk? apa saja yang perlu dibenahi. Kita bersyukur La Ode M. Rajiun Tumada telah meletakkan fondasi pembangunan yang kokoh dan mempelopori pembangunan Muna Barat dengan sangat massif. Untuk melanjutkan keberhasilan beliau dalam membangun Muna Barat kedepan hemat penulis sudah tak sulit lagi. Apalagi pada sektor pengelolaan keuangan La Ode M. Rajiun Tumada telah berhasil me”rapi”kannya dengan 4 kali predikat WTP. Barangkali di Indonesia, Muna Barat lah satu dari sedikit DOB yang meraih prestasi seperti itu.
Tentu kita harus bersyukur tanpa komitmen dan kesungguhan pemimpin daerah prestasi seperti ini mustahil tercapai. Belum lagi jika kita menilik raport Muna Barat dalam Indikator penilaian MCP program koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi (Korsupgah) KPK, dimana Muna Barat berhasil meraih posisi 4 terbaik di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan poin 56,15% pada triwulan kedua tahun ini. Hal ini menunjukkan bahwa ada keinginan besar Muna Barat dan segenap stakeholdersnya dalam pelaksanaan pemerintahan dengan mengendepankan prinsip good and clean governance. Bukan tidak mungkin dengan komitmen yang sungguh sungguh pada akhirnya Muna Barat akan menjadi daerah terbaik dalam pencapaian indikator MCP (Monitoring Center for Prevention). Membaiknya indikator MCP sejatinya mencerminkan adanya keinginan yang kuat dari segenap stakeholders di Muna Barat untuk membangun suatu kerangka kerja yang dapat digunakan untuk memahami elemen-elemen risiko korupsi. Elemen tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan sektor, wilayah, atau instansi yang rentan terhadap korupsi dan menerjemahkan pemahaman tersebut menjadi gambaran strategis dan prioritas rekomendasi yang akan memberikan arahan bagi upaya pencegahan korupsi.
Sering kali kita mendengar sentilan sentilan penuh sarkasme tentang Muna Barat dari beberapa pihak khususnya tentang kinerja Muna Barat sebagai kabupaten baru. Apalagi dikait kaitkan dengan bertarungnya Bupati Muna Barat dalam kontestasi pilkada Muna 2020. Ada pertanyaan apakah Muna Barat sudah “rapi”?. Terlepas dari dinamika politik tersebut dan kita tak mungkin masuk pada ranah politik itu. Namun sebagai bagian dari pemerintah daerah Muna Barat saya harus katakan bahwa saat ini Muna Barat sudah menemukan format pembangunannya dan memiliki fondasi yang cukup baik untuk menata pembangunannya dikemudian hari pasca La Ode M. Rajiun Tumada sebagai Bupati Muna Barat.
La Ode M. Rajiun Tumada dan Achmad Lamani telah memberikan warisan berharga kepada generasi Muna Barat akan datang khususnya berkaitan tentang legal standing penataan pembangunan Muna Barat sampai 20 tahun kedepan. Hadirnya Perda No 10 Tahun 2020 tentang RTRW Kabupaten Muna Barat 2020 – 2040 adalah prestasi yang sangat membanggakan karena Muna Barat adalah salah satu dari sedikit DOB di Indonesia yang telah memiliki perda RTRW. Dengan adanya RTRW Muna Barat, pembangunan Muna Barat akan semakin fokus baik untuk pemanfaatan ruang maupun pengendalian pemanfaatan ruangnya. Khusus berkaitan dengan kota laworo sebagai ibu kota kabupaten Muna Barat juga telah dijelaskan dalam perda RTRW tersebut, bahwa kota laworo merupakan bagian dari Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan (pada pasal 8 ayat 2 dan pasal 32 ayat 2 perda No 10 tahun 2020 tentang RTRW Kab. Muna Barat 2020 – 2040).
Deliniasi perkotaan laworo nantinya akan merujuk pada RTRW tersebut setelah tahap penyusunan perda RDTRK (Rencana Detail Tata Ruang Kota) Laworo difinalisasi. Dimana saat ini materi teknis RDTRK Kota Laworo sudah ada dan batas kota laworo merujuk pada semua desa yang bersentuhan dengan ring road Kota Laworo plus desa-desa yang ada pintu gerbang kotanya (lapolea, waumere, bakeramba dan guali). Jadi sesungguhnya jika ada pandangan orang-orang tertentu yang mengatakan bahwa Kota Laworo tidak memiliki areal yang jelas maka sesungguhnya pandangan tersebut adalah hoax dan menyesatkan.
Soal lain yang selalu menyeruak adalah mengenai gedung gedung pemerintahan, titik sorotannya pada pemanfaatan bangunan lama yang dijadikan kantor-kantor OPD. Misalnya Kantor Bupati Muna Barat yang sampai saat ini belum dibangun. Padahal sesungguhnya alasan yang melatarbelakangi adalah pemahaman La Ode M. Rajiun Tumada dan Achmad Lamani bahwa saat ini tugas utama mereka adalah mengurai benang kusut infrastruktur dasar yakni buruknya konektivitas antar kawasan di Muna Barat. Makanya sejak awal kebijakan anggaran dimassifkan pada pembenahan infrastruktur dasar sehingga sampai saat ini sudah “786 km” jalan yang dibangun dan ditingkatkan. Untuk masalah areal perkantoran Bumi Praja Laworo di Desa Lakalamba sudah dideliniasi keseluruhannya dan dipagar kelililing, lahannya yang secara topografi berawa dan cekung sebagian sudah dimatangkan lahannya. Dan pada RKPD TA. 2021 telah direncanakan pembangunan kantor DPRD dan Kantor Bupati Muna Barat. Jadi sesungguhnya La Ode M. Rajiun Tumada dalam pengambilan kebijakannya terlihat bahwa kepentingan masyarakatlah yang didahulukan. Selalu beliau menyampaikan bahwa “kehormatannya tak terletak pada mewahnya gedung Bupati yang ditempatinya, namun kehormatannya terletak pada seberapa besar keberpihakannya pada upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat”. Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya beliau menyadari bahwa seorang Bupati hadir untuk melayani masyarakat bukan untuk dilayani. Oleh karenanya seabrek program pro rakyat digelontorkan mulai dari seragam sekolah gratis, buku nikah gratis, kesehatan gratis dan program peningkatan jalan jembatan yang menjangkau dihampir sebagian besar wilayah Muna Barat.
Namun perlu diingat untuk kantor kantor yang berkaitan dengan fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan perizinan telah dibangun. Misalnya fasilitas kesehatan seperti RSUD Muna Barat saat ini telah dibangun dan telah terakreditasi dasar (bintang dua) dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI. Selain itu lima Pusat Kesehatan (Puskesmas) di Muna Barat juga mendapatkan akreditasi. Untuk kategori madya diberikan kepada Puskesmas Tondasi, Guali dan Tiworo Selatan. Sedangkan Puskesmas Lawa dan Maginti berhasil mendapat akreditasi utama (bintang tiga). Dalam hasil penilaian akreditasi ini, dua Puskesmas mendapatkan hasil akreditas tiga bintang dan baru lima puskesmas di Sultra yang mendapatkannya, dua diantaranya puskesmas di Mubar.
Di sektor perizinan juga demikan, saat ini Pemda Muna Barat sudah memiliki gedung kantor yang cukup representatif dan memiliki SOP sesuai rekomendasi KPK. Apalagi sektor perizinan menjadi salah satu concern KPK dalam pencegahan korupsi. Dimana satu indikator yaitu pelayanan terpadu satu pintu sudah terselenggara di Muna Barat. Untuk fasilitas pendidikan juga demikian fasilitas SD, SMP dibangun dan direhabilitasi melalui skema APBD dan APBN. Ditunjang oleh adanya insentif bagi guru guru honorer yang rutin setiap bulannya serta kebijakan seragam gratis semakin mempercepat pembangunan sumber daya manusia di Muna Barat. Indkatornya saat ini nilai IPM (indeks pembangunan manusia) dari tahun ke tahun semakin baik dimana pada dalam rentang 5 tahun terakhir ada kenaikan IPM 2,2 poin menjadi 64,49 pada tahun 2019 dari sebelumnya pada tahun 2015 hanya 62,29. Jika dibandingkan dengan Kabupaten Muna pada tahun 2019 nilai IPMnya hanya mencapai 68,97. Artinya hanya terdapat perbedaan yang tak cukup jauh yaitu 4,48 poin. Ini artinya Kabupaten Muna Barat yang masih berumur 6 tahun sudah dapat mencapai posisi yang hampir sama dengan kabupaten induknya dari sisi IPM. Hal ini mengindikasikan bahwa “racikan” kebijakan pembangunan dalam upaya peningkatan sumber daya manusia sudah berada pada jalur yang sesungguhnya.
Sektor lainnya yang tak kalah mendapat sorotan adalah ketersedian fasilitas perdagangan. Sering kali kita mendengar adanya pertanyaan kok sampai saat ini Muna Barat saat ini belum memiliki pasar induk. Padahal harus dipahami bahwa untuk membangun pasar induk harus lah disesuaikan dengan pola ruang dalam RTRW. RTRW Muna Barat juga baru ditetapkan pada Agustus 2020 yang lalu. Perjuangan legalisasi RTRW telah dimulai pada April 2015 dan baru bisa resmi diperdakan setelah kurang lebih 5 tahun berproses. Ini pun sesungguhnya bagi ukuran DOB dianggap paling cepat menyelesaikan RTRW. Setelah RTRW kemudian akan lahir RDTRK yang nantinya dalam dokumen tersebut secara detail akan mengatur pemanfaatan ruang Kota Laworo termasuk titik lokasi pembanguna pasar induk. Sehingga antara rencana pembangunan dan dokumen pendukungnya tersinkronisasi dan memiliki pijakan yang legal secara administrasi dalam kerangka pemanfaatan ruang kota. Apalagi saat ini Muna Barat masih mengandalkan pusat pelayanan kawasan (PPK) yaitu terdapat di:
a. Wapae di Kecamatan Tiworo Tengah;
b. Wamelai di Kecamatan Lawa;
c. Tondasi di Kecamatan Tiworo Utara; dan
d. Konawe di Kecamatan Kusambi.
Dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) yang terdapat di:
a. Kasimpa Jaya di Kecamatan Tiworo Selatan;
b. Pajala di Kecamatan Maginti;
c. Barangka di Kecamatan Barangka;
d. Lahaji di Kecamatan Napano Kusambi;
e. Tiworo di Kecamatan Tiworo Kepulauan; dan
f. Lailangga di Kecamatan Wadaga.
Pada PPK dan PPL diatas terdapat fasiltas pasar rakyat yang setiap tahunnya mendapatkan alokasi anggaran pembangunan dan ditunjang oleh sistem jaringan jalan yang memadai sehingga aksesibiltas dari dan ke pusat perdagangan tersebut sangat lancar. Untuk mengukur aktivitas ekonomi Muna Barat dapat lihat pada salah satunya indikator pertumbuhan ekonomi yang seperti telah diulas sebelumnya bahwa pertumbuhan ekonomi Muna Barat melampaui pertumbuhan ekonomi Kabupaten induknya pada tahun 2019 yang hanya mencapai 5,4%. Jika dibandingkan dengan Muna Barat pada tahun yang sama mencapai 6,79%.
Berbagai capaian dan tantangan Muna Barat diatas hendaknya disikapi secara bijak bagi kita yang saat ini merindukan Muna Barat yang lebih baik lagi. La Ode M. Rajiun Tumada dan Achmad Lamani telah menunjukkan kepada masyarakat upaya dan langkah yang sungguh sungguh dalam membangun Muna Barat. Berkat tangan dingin mereka berdua Muna Barat menjadi kabupaten yang layak diperhitungkan dalam kancah skope lokal pembangunan Sulawesi Tenggara bahkan regional sulawesi. Ini artinya Muna Barat ditangan mereka “tak salah urus” dikelola. Nada nada penuh sarkasme dari para pemerhati pembangunan Muna Barat merupakan “asupan” penyeimbang untuk menggenjot pembangunan Muna Barat. Kita tak perlu larut dalam dinamika kritik itu. Tugas kita sebagai pelayan masyarakat adalah berikhtiar maksimal memberikan pelayanan kepada masyarakat. Agar masyarakat dapat lebih merasakan hadirnya otonomi secara kaffah.
Dan pra syarat untuk menuju kearah itu sudah diletakkan dengan amat baik oleh La Ode M. Rajiun Tumada. Dia telah mempelopori hal baik di Muna Barat dan mewariskan fundamen pembangunan yang cukup bagi kepemimpinan Muna Barat selanjutnya. Atas hal tersebut sangat patut kita berterimakasih kepadanya. Akhirnya, Selamat ultah Muna Barat ke 6. Jayalah Muna Barat. Terima kasih La Ode M. Rajiun Tumada Sang Pelopor Pembangunan Muna Barat, pendekar pembangunan dari Bumi Laworo. Wallahu a’lam bish-shawabi. (**)