Raha – Kejaksaan Negeri (Kejari) Muna terus mengembangkan kasus dugaan korupsi Dana Desa (DD) Kombikuno, Kecamatan Napano Kusambi, Kabupaten Muna Barat, yang dilaporkan oleh Himpunan Mahasiswa Kombikuno (HMK). Laporan ini menyoroti dugaan penyimpangan anggaran desa tahun 2017 hingga 2021 yang melibatkan Kepala Desa Kombikuno, La Ode Musdin.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Muna, Hamrullah, mengungkapkan bahwa laporan tersebut masih dalam tahap telaah awal sebelum ditindaklanjuti lebih lanjut. Sesuai dengan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018, laporan dugaan korupsi harus memenuhi syarat tertentu, termasuk uraian fakta yang jelas, bukti dugaan tindak pidana korupsi, serta dokumen pendukung.
“Kami sedang menelaah laporan ini. Jika memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam regulasi, maka akan kami tindaklanjuti sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” ujar Hamrullah saat ditemui di Kantor Kejari Muna, Kamis, 27 Februari 2025.
Ia juga mengatakan jika laporan pengaduan tersebut memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti maka berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Koordinasi Aparat Pengawas Internal Pemerintah dan Aparat Penegakan Hukum Dalam Penanganan Laporan atau Aduan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah pihaknya akan melakukan pengembangan ke tahap penyelidikan dengan berkoordinasi terhadap Inspektorat Muna Barat untuk melakukan audit investigasi.
“Jika masuk tahap penyelidikan, kami akan segera berkoordinasi dengan Inspektorat Muna Barat untuk melakukan audit,” tambahnya.
Kasus ini mencuat setelah Ketua HMK, Galang Saputra, melaporkan indikasi penyalahgunaan Dana Desa dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang diduga tidak sesuai mekanisme. Ia menegaskan bahwa Kejari Muna harus segera menyelidiki kasus ini karena berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.
Beberapa dugaan penyimpangan yang dilaporkan meliputi:
2017: Dana Rp 62,4 juta dicairkan untuk penyertaan modal BUMDes dalam mendirikan depot air minum. Namun, usaha ini hanya beroperasi sekitar satu tahun sebelum tutup tanpa laporan pendapatan yang jelas.
2018: Kepala Desa diduga mengganti Ketua BUMDes secara sepihak tanpa melalui musyawarah, melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021. Pada tahun yang sama, dana desa sebesar Rp 192,5 juta diduga digunakan untuk membeli mobil pick-up yang hingga kini masih beroperasi dan diduga atas nama pribadi Kepala Desa.
2019: Penyertaan modal BUMDes sebesar Rp 114,1 juta diduga dikelola tanpa transparansi.
2020: Sumber pendanaan usaha BRI Link yang dikelola BUMDes tidak jelas apakah berasal dari APBD atau pemerintah pusat, karena tidak dipublikasikan kepada masyarakat dan diduga dikelola sepihak oleh Kepala Desa.
2021: Anggaran BUMDes Rp 36,5 juta diduga digelapkan karena tidak ada kegiatan BUMDes yang berjalan. Dugaan mark-up juga ditemukan dalam pembangunan Keramba Tancap (Rp 34,9 juta) dan Rumah Singgah Nelayan (Rp 30,7 juta) yang tidak sesuai dengan APBDes.
“Dari data yang saya laporkan ke Kejari Muna, jelas bahwa Kepala Desa telah melanggar hukum dalam pengelolaan dana BUMDes,” tegas Galang Saputra, Minggu, 23 Februari 2025.
Galang menegaskan bahwa pihaknya akan menggelar demonstrasi ke Kejati Sultra jika Kejari Muna tidak segera melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Jika Kejari lambat bertindak, kami akan menggelar demonstrasi dan mendorong Kejati Sultra untuk mengambil alih kasus ini,” tutupnya.
Kejari Muna menegaskan komitmennya untuk menangani kasus ini secara transparan dan profesional, serta mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dengan memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. (*)
Penulis: Gogon