Catatan: Abdul Rajab Sabarudin SH
(Pendamping Hukum Taher dan Saparuddin)
Namanya Herlis. Kepala Desa Santigi, Kecamatan Tiworo Utara, Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara, periode 2020 – 2026. Patut diacungi jempol dan ramai applause. Bagaimana tidak, jika Ia begitu lihai, hingga berhasil melampaui ketentuan undang-undang, dan menjadi pejabat negara secara cacat hukum.
Usianya terhitung 24 tahun, saat berderet bersama 80 Kades terpilih lainnya dalam acara pelantikan, Jumat (14/02/2020). Sedang di hari pemilihan kepala desa serentak Kabupaten Muna Barat, tanggal 15 Desember 2019, Ia masih berusia 23 tahun. Meski jelas, Pasal 33, huruf e, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, secara tegas membatasi usia minimal calon kepala desa harus 25 tahun.
Di awal, tak ada yang mengetahui Herlis tak cukup umur, sebab data diri dalam berkas pendaftaran Herlis berkelahiran 07 Januari 1992. Baik dalam KTP, KK, akta kelahiran yang masih-masing diterbitkan pada tahun 2018 oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kabupaten Muna Barat. Bahkan dalam fotokopi ijazah terlegalisir yang dikeluarkan oleh SMAN 1 Konawe Selatan. Artinya, dalam dokumen pendaftaran tersebut Herlis telah berusia 27 tahun. Maka benar, jika Herlis memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai calon Kepala Desa tanggal 13 November 2019 lalu.
Namun kecurigaan muncul ketika, Saparuddin, Sekdes Santigi, mendapat informasi dari teman SMA Herlis, yang katanya lulus pada tahun 2015. Artinya, Herlis seharusnya berusia 23 tahun, jika berhitung pada usia normal.
Bak detektif, Saparuddin kemudian mencari jejak Herlis. Menyusuri data diri Herlis hingga ke SMAN 1 Konawe Selatan, dimana Herlis dulunya bersekolah. Disana Saparuddin menemui kepala sekolah. Kunjungan tersebut dilakukan, pada tanggal 23 November 2019, pasca-penetapan Cakades.
Dari keterangan Saparuddin, kepala SMAN 1 Konawe Selatan juga merasa ditipu oleh Herlis, dan atas kecolongan tersebut, tanggal 26 November 2019, kepala sekolah mengeluarkan surat, nomor; 421.3/178/SMAN 1 KS/2109, Perihal; Penarikan/Pembatalan Pengesahan Ijazah atas nama Herlis.
Tujuannya tidak lain, agar pengesahan ijazah Herlis yang mengandung unsur kesalahan tidak dipergunakan. Karena tahun lahir Herlis dalam DAPODIK adalah 7 Januari 1996, sedang dalam legalisir ijazah, yang juga digunakan sebagai kelengkapan dokumen pendaftaran calon kepala desa adalah 7 Januari 1992, pada nomor seri ijazah yang sama.
Surat tersebut ditembuskan pada Kepala Desa Santigi, Camat Tiworo Utara, dan Polsek Tiworo Tengah. Kepada tembusan, Saparuddin, kemudian menyerahkan tembusan surat tersebut. Termasuk penyerahan surat kepada Panitia Pemilihan Tingkat Desa (PPTD) desa Santigi untuk menjadi pertimbangan.
Secara hukum, surat nomor; 421.3/178/SMAN 1 KS/2109 keberlakuannya absolut, karena merupakan surat resmi yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara dan berwenang, sehingga dapat dijadikan kebenaran mutlak. Dan dengan begitu berkas pendaftaran Herlis sebagai Cakades tidak cukup lagi, yakni kekurangan fotokopi ijazah terlegalisir dan kedudukan Herlis sebagai Cakades sudah cacat hukum. Herlis tidak lagi memenuhi syarat sebagai Cakades.
Dan melalui surat ini, usia Herlis terkuak. Bahwa Herlis berusia 23 tahun, yang sejatinya belum cukup umur menjadi kepala desa.
Mulusnya perjalanan Herlis tidak lepas dari peran dingin panitia. Baik PPTD mempun Panitia Pemilihan Tingkat Kabupaten (PPTK) Muna Barat, dalam meloloskan Herlis tahap demi tahap hingga menjadi kepala desa.
Meski panitia sudah mengetahui Herlis cacat berkas pasca-penetapan calon, panitia tingkat desa, maupun panitia tingkat kabupaten (Camat adalah bagian dari PPTK) tidak melakukan langkah apapun untuk memberikan kepastian hukum dalam proses pelaksanaan kedaulatan rakyat. Herlis tetap kokoh sebagai Cakades hingga hari pemilihan tanggal 15 Desember 2019 seperti tak ada masalah.
Cakades lain, Taher, juga tidak diam. Melihat adanya peluang tindak pidana, tanggal 12 Desember 2019 (sebelum hari pemilihan kepala desa), Taher membuat surat pengaduan di Polsek Tiworo Tengah atas dugaan pemalsuan dokumen negara. Namun perkembangan perkara dinilai lambat, dan tanggal 30 Desember 2019, Saparuddin membuat pengaduan di Polres Muna atas dugaan pemalsuan ijazah dan data diri Herlis. Kemudian pengaduan tersebut berubah menjadi laporan polisi, pada tanggal 27 Januari 2020. Namun hingga pada penulisan ini, Minggu (16/02/2020), belum ada penetapan tersangka.
Tidak hanya itu. Pasca pemilihan kepala desa, tanggal 31 Desember 2019, Taher, mengajukan gugatan pada panitia Kabupaten. Suratnya ditujukan kepada Ketua PPTK Muna Barat, yang tidak lain adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Muna Barat. Dengan Perihal; Pengaduan Perselisihan Proses Pemilihan Kepala Desa Santigi Tahun 2019 dan Permohonan PSU.
Namun, gugatan hasilnya nihil. Bukan gugatan ditolak atau tidak memenuhi unsur hukum. Akan tetapi gugatan tak mendapat jawaban sama sekali dari panitia kabupaten. Aneh. Seolah tak ada proses bernegara yang baik di sana. Seolah tak ada pelayanan publik di sana. Dan tahapan Pilkades terus berjalan tanpa ada hambatan.
Tidak adanya langkah hukum atas cacat berkas Herlis dan pengabaian gugatan Taher. Maka patut diduga panitia kabupaten berupaya melindungi pelanggaran hukum Herlis. Patut diduga panitia kabupaten menjadi bagian dari rangkaian konspirasi menjadikan Herlis sebagai kepala desa pada usia 24 tahun, notabene melanggar undang-undang.
Sebagai masyarakat biasa, baik Saparuddin maupun Taher tidak bisa berbuat banyak. Mereka paham, besar kemungkinan ada pelanggaran hukum di sana. Ada kemungkinan kejahatan panitia di sana. Namun keadilan tidak begitu mudah memihak pada mereka. Keadilan begitu sebegitu rumit dan melelahkan.
Meski masih banyak langkah hukum yang dapat ditempuh. Namun Saparuddin dan Taher sedikit kelelahan. Belum lagi harus membagi waktu, tenaga, bahkan membagi uang belanja dapur untuk biaya transpor kesana-kemari pengurusan perkara.
Kini, harapan terakhir untuk membuktikan kebenaran sisa bertumpu pada laporan polisi Nomor; LP/22/I/2020/SULTRA/RES MUNA/SPKT, tentang dugaan pemalsuan ijazah, dengan terlapor atas nama Herlis. Setidaknya jalur tersebut dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan. (**)