panjikendari.com – Menjadi pembicara dalam kegiatan sekelas forum Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bukan hal baru bagi Ali Mazi selaku Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), tetapi menjadi pembicara dalam forum tersebut mewakili delapan gubernur adalah suatu prestasi dan kebanggaan tersendiri bagi warga Sultra.
Kepercayaan menjadi juru bicara delapan provinsi melekat pada Ali Mazi selaku ketua badan kerja sama daerah kepulauan atau provinsi kepulauan di Indonesia.
Sebagai Ketua Badan Kerja Sama Daerah Kepulauan atau provinsi kepulauan yang terdiri dari delapan provinsi di Indonesia, Gubernur Sultra, Ali Mazi, tidak hanya berpikir bagaimana kemajuan daerah yang dipimpinnya.
Sebagai tanggung jawab moral terhadap lembaga yang mengikat delapan gubernur provinsi kepulauan yang ia pimpin, Ali Mazi menginginkan pemerataan dan keadilan di bidang pembangunan bagi daerah yang terdiri dari beberapa gugusan pulau atau dikenal daerah kepulauan.
Sehingga perlu ada arah kebijakan khusus bagi daerah yang mendapat predikat sebagai provinsi kepulauan dan non provinsi kepaulauan, terutama dari kebijakan anggaran.
Atas dasar itu, Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Ali Mazi, didaulat menjadi salah satu narasumber pada rapat dengar pendapat (RDP) umum oleh Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, di Jakarta, Senin, 27 Januari 2020.
Plt Kepala Dinas Kominfo Sultra, Syaifullah, mengatakan kehadiran Gubernur Sultra dalam rapat itu berdasarkan undangan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Nomor PU.04/208/DPDRI/2020 tanggal 20 Januari 2020 perihal Undangan Rapat Dengar Pendapat Umum.
“Gubernur Sultra hadir selaku narasumber karena merupakan Ketua Badan Kerja Sama atau BKS Provinsi Kepulauan,” kata Syaifullah.
Rapat Dengar pendapat itu dipimpin oleh Wakil Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi Daerah Pemilihan Aceh, dan anggota DPD RI Basilio TA. Adapun narasumber adalah Gubernur Sultra H. Ali Mazi, SH. dan Dirjen Bina Bangda Kemendagri, Dr. Ir. Muh. Hudori, M.Si.
Yang menjadi titik tekan pembahasan RDP tersebut adalah anatomi RUU Daerah Kepulauan terdiri dari 11 Bab 45 Pasal dengan Batang Tubuh RUU meliputi Ruang Pengelolaan yaitu Yurisdiksi dan Wilayah Pengelolaan, Urusan Pemerintahan yaitu Irisan Urusan dan Skala Kewenangan Tertentu, Uang yaitu Formula dan Nominal, Pendanaan Khusus.
Daerah kepulauan di Indonesia yaitu Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Kepulauan yang terdiri dari 8 Provinsi dan 86 Kabupaten/Kota, dan Calon DOB yang memenuhi syarat sebagai Provinsi Kepulauan Kab/Kota Kepulauan ditetapkan bersamaan dengan UU Pembentukan Daerah (Pemekaran).
Delapan provinsi kepulauan di Indonesia adalah Sulawesi Utara (Sulut), Maluku, Kepulauan Riau (Kepri), Bangka Belitung (Babel), Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku Utara (Malut) dan Sulawesi Tenggara (Sultra).
Arah kebijakan Pembangunan Daerah Kepulauan Perencanaan Pembangunan RPJPD sebagai Rencana Induk Pembangunan Daerah Kepulauan, Sektor Ekonomi Kelautan Prioritas, Sarana dan Prasarana Daerah.
Sedangkan kesimpulan dari RDP itu adalah RUU Daerah Kepulauan sudah diagendakan untuk dibahas dalam prolegnas 2020. Kemendagri memberikan beberapa masukan terkait dengan substansi RUU agar tidak bertentangan dengan UU 23/2014, disarankan juga untuk berkoordinasi dengn Kemenkeu terkait besaran alokasi dana transfer kepada daerah kepulauan.
Ketua Komite I selaku pimpinan rapat meminta kepada Gubernur selaku ketua Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan untuk memfasilitasi pertemuan dgn seluruh gubernur Provinsi Kepulauan, DPR RI, DPD RI dan DPRD Prov. beserta Pemerintah untuk bersama sama melakukan pertemuan sebelum pembahasan RUU Kepulauan di DPRD.
Pada prinsipnya anggota komite I DPD RI memahami kebutuhan provinsi kepulauan dan mendorong agar RUU dimaksud dapat segera ditetapkan menjadi UU setelah 15 tahun diinisiasi.
BKS Provinsi Kepulauan ini adalah organisasi yang memperjuangkan agar Provinsi Kepulauan mendapat porsi dana anggaran umum (DAU) yang lebih besar dengan mempertimbangkan luas wilayah laut.
Sebab selama ini indikator penilaian DAU sendiri hanya dihitung berdasarkan luas daratan, sedangkan luas laut atau kepulauan tidak dihitung.
BKS peovinsi kepulauan yang sedang dipimpin oleh Ali Mazi tersebut akan perjuangkan agar Provinsi Kepulauan juga dapat porsi DAU yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Dorong Pembentukan UU Daerah Kepulauan
Pada tahun 2018, kata Syaifullah, delapan provinsi berciri kepulauan menyepakati Deklarasi Batam, yang antara lain berisi permintaan percepatan penerbitan UU Daerah Kepulauan sebagai landasan hukum pengembangan daerah pesisir.
Deklarasi itu terdiri atas tiga pasal. Pertama, menegaskan prinsip perjuangan pemerintah dan masyarakat kepulauan untuk tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD 1945 serta Bhineka Tunggal Ika.
Kedua, sepakat mendukung percepatan penetapan RUU tentang Daerah Kepulauan menjadi UU berdasarkan program legislasi nasional.
Ketiga, atas dasar kepastian hukum, sebelum penetapan RUU tentang Daerah Kepulauan menjadi UU tentang daerah kepulauan, maka mendesak pemerintah untuk secara konsekuen dan bertanggung jawab melaksanakan semangat ketentuan Pasal 27, 28, 29 dan 30 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, untuk percepatan pembangunan provinsi yang berciri kepulauan itu.
Saat ini yang dibutuhkan katanya, adalah keseriusan dan komitmen serta konsistensi delapan daerah kepulauan ini dalam mendorong secepatnya RUU Provinsi Kepulauan ditetapkan menjadi UU agar proses percepatan pembangunan daerah-daerah yang berciri kepulauan dapat berkembang dan sejajar dengan daerah-daerah yang berciri daratan seperti Jawa,Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Selatan. (adv)