panjikendari.com – Rumah yang ditinggali salah seorang kontraktor di Desa Matarawa, Kecamatan Watopute, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, atas nama La Ode Arwa Malino menjadi sasaran amukan orang tak dikenal (OTK).
Kaca jendela rumah dinas Puskesmas Pembantu Desa Wakadia, Kecamatan Watopute, dimana La Ode Arwa Malino tinggal, dirusaki dengan cara dipukul dan dilempar.
Kronologisnya, pada Rabu dinihari, 22 Agustus 2018, sekitar pukul 02.00 WITA, disaat Boyke -sapaan akrab La Ode Arwa Malino- bersama istri dan anak sedang tertidur lelap, tiba-tiba terdengar bunyi kaca jendela kamar tidur keluarga yang dipukul dari luar.
Boyke tersentak dan terbangun dari tidur pulasnya. Ayah dua orang anak ini lalu mengintip keluar rumah untuk memastikan siapa gerangan sang pelaku.
Alumni FISIP UHO Kendari ini mengaku melihat sesosok orang di luar rumah dengan mengenakan cadar. Disaat sedang memastikan ciri-ciri serta gaya pelaku, tiba-tiba menyusul serangan susulan. Kaca jendela yang lain ikut dilempari batu. Hancur juga.
Saat itu, Boyke tidak mau ambil risiko. Istri anak-anaknya sudah ikut terbangun mendengar ‘serangan’ bertubi itu. “Saya tandai gayanya itu orang. Hanya saya tidak bisa pastikan karena tidak ada bukti dan saksi,” tutur Boyke kepada panjikendari.com, setelah di-BAP alias diperiksa di Polsek Watopute.
Boyke telah melaporkan masalah tersebut di Polsek Watopute dalam kasus pengrusakan rumah. Laporan diterima oleh anggota jaga Brigadir Sulaiman Syihab, dengan bukti surat tanda terima laporan polisi nomor: STTLP/22/VIII/2018/SULTR/RES MUNA/SEK WATOPUTE.
Melalui selulernya, Boyke menengarai, kasus teror yang dihadapinya berkaitan dengan status-status facebooknya yang mengungkit-ungkit janji proyek kepada salah seorang oknum anggota DPRD Sultra daerah pemilihan Muna-Buton Utara-Muna Barat.
Melalui akun facebooknya, Boyke menyinggung janji proyek dari oknum anggota DPRD Sultra tersebut yang tak kunjung ditepati. Bahkan, Boyke juga meng-upload bukti-bukti hasil transfer uang sejumlah Rp 90 juta yang dikirimkan melalui rekening orang lain.
Menurutnya, dia pernah bertemu dengan oknum anggota dewan tersebut membicarakan masalah proyek. Boyke mengaku dimintai uang sebesar Rp 90 juta sebagai pembayaran awal atas pekerjaan proyek senilai Rp 600 juta lebih yang dijanjikan.
Boyke pun tak tanggung-tanggung mengambil kredit di bank untuk menyanggupi pembayaran komitmen proyek tersebut. Dana Rp 90 juta itu ditransfer sebanyak 9 kali dengan nominal Rp 10 juta sekali transfer.
Boyke mengaku sudah pernah dikasih pekerjaan oleh anggota dewan itu untuk kegiatan drainase sejauh 400 meter dengan anggaran Rp 300 juta lebih. Itu pun, kata dia, pekerjaan turun 6 bulan setelah dia transfer uang.
“Saya transfer saat itu sekitar bulan Mei 2016. Tapi nanti bulan 11 tahun 2016 baru ada. Pekerjaan anggaran Rp 300 juta lebih. Sementara dijanjikan pekerjaan Rp 600 juta lebih. Saya dijanjikan lagi proyek penahan gelombang di Latawe dan di Tasipi. Tapi hanya janji-janji saja. Tidak jelas sampai sekarang,” kesalnya.
Boyke mengaku sudah menghubungi oknum dewan tersebut, baik melalui telepon maupun SMS.
“Tapi Alhamdulillah tidak ada respons. Kita mau bikin apa. Soalnya dalam urusan proyek seperti ini hanya komitmen moral yang kita harap. Kalau kita mau baku gugat, tidak mungkin. Karena saya hargai beliau sebagai pejabat dan sebagai orang yang kami tuakan,” kata Boyke sambil tidak ingin membeberkan nama oknum anggota DPRD Sultra tersebut.
Terlepas dari janji manis anggota dewan tersebut, Boyke berharap agar aparat kepolisian dapat mengungkap siapa pelaku pengrusakan rumah dinas tempat tinggalnya.
Boyke merasa yakin dan percaya, kepolisian yang saat ini dituntut bekerja profesional sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, dapat mengungkap kasus ini.
“Nanti kita lihat dulu bagaimana kinerja kepolisian dalam menangani kasus ini. Mudah-mudahan terungkap pelakunya. Supaya jelas semua. Kalau misalnya teman-teman aparat tidak serius dan tidak mampu tangani, yah, kita cari cara lain,” katanya.
Penulis: Jumaddin Arif