Kendari, Panjikendari.com – Musim kemarau 2025 di Sulawesi Tenggara diprediksi datang secara bertahap, mulai Juni hingga Agustus mendatang. Hal ini terungkap dalam publikasi terbaru yang dirilis Stasiun Klimatologi Sulawesi Tenggara, BMKG.
Dari prakiraan tersebut, kemarau diperkirakan dimulai lebih dulu di wilayah kepulauan bagian selatan Sultra, lalu perlahan merambat ke daerah utara. Kepala Stasiun Klimatologi Sulawesi Tenggara, Aris Yunatas, menyebutkan, pada Juni hanya sekitar 5,3 persen wilayah Sultra yang sudah masuk musim kemarau. Sementara Juli akan menjadi momen krusial karena 73,7 persen wilayah diprediksi menyusul memasuki kemarau.
“Memasuki Agustus, seluruh wilayah Sulawesi Tenggara diprediksi sudah benar-benar berada dalam periode kemarau,” kata Aris dalam keterangannya.
Jika dibandingkan dengan kondisi rata-rata 30 tahun terakhir (periode 1991–2020), awal musim kemarau tahun ini tergolong bervariasi. Sekitar 47,4 persen wilayah akan mengalami kemarau sesuai normal, namun ada juga yang datang lebih cepat (26,3 persen) maupun lebih lambat (26,3 persen).
Beberapa daerah seperti Muna Barat, sebagian Kolaka, dan Buton Tengah diprediksi lebih cepat menyambut kemarau. Sebaliknya, sejumlah kecamatan di Bombana dan Konawe Utara harus sedikit bersabar karena musim kering akan datang lebih lambat.
Menariknya, sifat musim kemarau tahun ini didominasi kategori normal di hampir seluruh wilayah Sultra. Namun ada juga kantong-kantong daerah yang berpotensi lebih basah (atas normal) seperti Kendari dan Konawe Kepulauan, serta beberapa titik yang diprediksi lebih kering dari biasanya, seperti Muna Barat dan bagian Buton Tengah.
Puncak kemarau di Sultra diperkirakan berlangsung pada Oktober 2025. Sebanyak 84,2 persen wilayah, termasuk Baubau, Buton, Buton Utara, Konawe Selatan, dan Wakatobi, diprediksi mengalami kekeringan terparah di bulan tersebut.
Sementara sebagian kecil wilayah seperti Bombana bagian selatan akan lebih dulu merasakan puncak kekeringan pada Agustus.
“Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, puncak musim kemarau tahun ini didominasi keterlambatan, artinya puncak kemarau akan datang lebih lambat dari biasanya,” jelas Aris.
Durasi musim kemarau 2025 juga cenderung lebih pendek dibandingkan normalnya. Sekitar 78,9 persen wilayah Sulawesi Tenggara diprediksi mengalami musim kering antara 10 hingga 12 dasarian (sekitar 3 hingga 4 bulan).
BMKG mengimbau pemerintah daerah, petani, dan masyarakat umum untuk menyiapkan strategi antisipasi sejak dini. “Pengelolaan air, pertanian, hingga mitigasi kebakaran hutan perlu menjadi perhatian,” kata Aris.
Publikasi prakiraan ini diharapkan menjadi acuan penting bagi berbagai sektor, mulai dari pertanian, perikanan, energi, hingga kebencanaan di Sulawesi Tenggara. (*)
Editor: Jumaddin