KENDARI – Pagi baru menyambut pesisir Teluk Kendari. Di antara desir angin dan aroma laut yang akrab, satu per satu perahu kayu mulai bergerak dari bibir pantai. Mesin dihidupkan, jaring dikemas, dan para nelayan kembali menatap hamparan laut luas. Lebaran telah usai, dan saatnya mereka kembali ke rutinitas: melaut, menangkap ikan, dan membawa pulang harapan.
“Sudah waktunya turun lagi. Kemarin kita istirahat cukup, sekarang waktunya kerja,” ujar Iwan, seorang nelayan asal Bungkutoko yang kami temui saat memeriksa mesinnya, Senin (7/4/2025).
Iwan bukan satu-satunya. Hampir seluruh nelayan di kawasan Teluk Kendari memilih untuk kembali melaut sejak Sabtu kemarin. Setelah seminggu lebih menikmati suasana Ramadan dan hari raya bersama keluarga, kini mereka kembali menjalani kehidupan yang keras di laut.
Bagi sebagian orang, libur Lebaran mungkin identik dengan bepergian, silaturahmi ke kampung halaman, atau bersantai di rumah. Namun bagi para nelayan, momen Lebaran adalah waktu yang sangat langka untuk benar-benar bersama keluarga.
“Kadang kita melaut sampai seminggu lebih. Pulang cuma sehari dua, terus pergi lagi. Jadi waktu Lebaran kemarin, saya nikmati betul,” kata Sahrun, nelayan dari Tipulu.
Suasana Lebaran di rumah para nelayan memang sederhana. Tak ada pesta besar atau makanan mewah. Namun tawa anak-anak, pelukan istri, dan kehangatan keluarga menjadi rejeki yang tak tergantikan.
Banyak dari mereka juga memanfaatkan waktu luang untuk memperbaiki kapal dan peralatan yang selama ini terus dipaksa bekerja. Ada yang mengganti oli mesin, menambal jaring, hingga memperkuat badan perahu.
“Kalau tidak diperiksa, nanti pas di laut baru rusak. Bisa bahaya,” tambah Iwan.
Kini, dengan kapal yang lebih siap dan semangat yang terisi kembali, para nelayan siap kembali mengarungi laut. Namun mereka tahu, tantangan belum tentu lebih ringan. Selain faktor cuaca yang tak bisa diprediksi, fluktuasi harga ikan dan naiknya biaya operasional jadi beban tersendiri.
Mereka menyadari bahwa menjadi nelayan bukan sekadar profesi, tapi juga panggilan hidup. Tiap pagi menantang ombak, tiap malam berteman bintang, dan di antara itu semua—ada keluarga yang menanti di rumah.
Kembalinya para nelayan Teluk Kendari ke laut adalah simbol dari semangat tak kenal lelah. Di balik jaring dan perahu kayu yang sederhana, tersimpan keteguhan untuk bertahan di tengah gelombang perubahan zaman dan tekanan ekonomi.
Meski tak selalu pasti, laut tetap menjadi tempat mereka menggantungkan hidup. Dan seperti Lebaran yang memberi harapan baru, para nelayan juga membawa harapan itu setiap kali mereka mendorong perahu ke tengah lautan.
“Yang penting kita kerja jujur, rajin, insyaAllah rejeki ada saja,” tutup Iwan, sambil melambaikan tangan sebelum kapalnya perlahan menjauh dari dermaga. (*)