Panjikendari.com – Polemik status kepemilikan tanah seluas 1.000 hektare di kawasan Nangananga Kecamatan Baruga terus bergulir. Masyarakat dan Pemerintah Provinsi Sultra saling mengklaim status kepemilikan tanah tersebut.
Buntutnya, puluhan masyarakat yang bermukim di tanah tersebut mengadu ke DPRD Kota Kendari demi mempertahankan tanah yang didiami sejak puluhan tahun silam itu.
Menyikapi hal itu, Komisi I DPRD Kendari Rizki Brilian Pagala menyambangi kantor Badan Pertanahan (BPN) Kendari. Dewan pun secara tegas meminta kepada pihak BPN untuk menghentikan sementara semua permintaan penerbitan sertifikat tanah di wilayah tersebut.
“Kita sudah minta hentikan dulu pembuatan sertifikat di tanah di sana sampai selesai persoalan. Kita akan adakan pertemuan juga dengan menghadirkan Pemprov, Pemkot, dan masyarakat Baruga,” ucap Rizki Brilian Pagala, di kantor BPN, Selasa, 28 Juli 2020
Politikus muda PKS ini menjelaskan, masih ada tumpang tindih status alas pakai di wilayah Nangananga itu. Hingga kini masih ada lahan yang dikuasai oleh Pemprov dan warga, yang belum jelas alas haknya sehingga atas dasar ini kedua pihak saling mengklaim.
“Memang di sana ada tanah yang belum bisa dipastikan status alas haknya. Masyarakat mengklaim tanah itu, begitu juga pemprov. Jika memang sudah ada pemilik status alas haknya maka harus ada pembebasan lahan,” terangnya.
Sementara itu, Kepala BPN Kendari, Herman Saeri mengakui, sistem pengukuran tanah puluhan tahun lalu belum sistematis seperti zaman digital saat ini. Terkait status kepemilikan tanah, pihaknya secara aturan akan melihat waktu terbitnya sertifikat.
“Di tahun 80-an itu cara mengukurnya masih sangat manual dan terpisah-pisah, beda sekarang pakai alat digital. Pastinya bisa lebih detail. Begitu juga sertifikat kita akan cek lagi, mana yang lebih dulu itulah yang berhak,” pungkasnya. (bur)