Lebih dari 4.000 orang di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, mendatangi pelbagai Tempat Pemungutan Suara (TPS), 17 April 2019 silam, saat Pemilu digelar serentak se nusantara. Bermodal KTP, mereka menemui Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan minta izin untuk ikut memilih. Di cek di data pemilih, nama mereka tak terdaftar. Ada yang tak tercatat dalam dokumen Daftar Pemilih Tetap (DPT), ada pula yang sulit diverifikasi lewat aplikasi karena terkendala jaringan telekomunikasi.
Demi menjaga kedaulatan hak pilih seseorang, petugas penyelenggara Pemilu di tingkat TPS akhirnya mengijinkan mereka ikut mencoblos. Nama mereka lalu dicatat dalam formulir bernama C7. Pemilih kategori baru itu oleh KPU ditahbisan masuk sebagai kelompok Daftar Pemilih Khusus (DPK), yang datang menunjukan KTP ke petugas dengan domisilinya memang di desa tempat TPS berdiri.
Saat keriuhan Pemilu pungkas, hasil sudah ditetapkan, dan yang terpilih sudah dilantik, KPU menelusuri kembali nama-nama pemilih modal KTP itu. Elemen datanya ditracking, mulai dari NIK, NKK, hingga desa dan TPS mana ia harusnya tercatat. Bila semua akuntabel, barulah difaktualkan sebagai pemilih baru.
Ternyata, cukup banyak diantara mereka itu sejatinya sudah tercatat sebagai pemilih tetap di tempat lain. Ketika mereka pindah ke alamat baru, tak sempat laporan ke KPU atau jajarannya untuk didaftarkan sebagai pemilih di lokasi baru, sekaligus dicoret di alamat lama. Ada pula memang yang elemen datanya tak lengkap. Situasinya jadi rumit karena sistem data di KPU tidak bisa mendeteksi orang yang pindah alamat, apalagi bila mereka hijrah usai pendataan pemilih.
Gara-gara data pemilih ini pula, KPU sempat jadi sasaran kecurigaan publik pada Pemilu 2019 lalu hingga kerja-kerja penyelenggara harus diuji lewat Mahkamah Konstitusi (MK). Meski bisa membuktikan tak pernah memanipulasi apapun, tetap saja ini jadi pelajaran maha penting untuk terus berbenah diri demi menjaga hak pilih setiap warga negara yang memang memenuhi syarat sebagai pemilih, sekaligus mendelete mereka yang sudah tidak layak lagi.
Bagaimana cara merawat data pemilih agar terus mutakhir? Ruangnya ternyata disediakan dan amat regulatif. Tengoklah pasal 204 ayat (1) di UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Klausul di pasal itu menyebut KPU/KIP Kabupaten/Kota melakukan pemutakhiran data pemilih berdasarkan daftar pemilih tetap Pemilu terakhir yang dimutakhirkan secara berkelanjutan. Selanjutnya pada pasal yang sama ayat (5) disebutkan; hasil pemutakhiran data pemilih digunakan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih sementara (DPS).
Petunjuk secara detail pun tiba di KPU daerah, Februari 2020 lalu. Sebuah instruksi dalam bentuk surat edaran bernomor 181 tahun 2020 dari KPU RI memerintahkann dilakukannya pemutakhiran data pemilih berkelanjutan alias PDB. Secara khusus, surat ini ditujukan kepada KPU di daerah yang tak menggelar Pilkada tahun 2020. Sedangkan mereka yang sedang hajatan Pilkada, mekanismenya lebih khusus.
Pemutakhiran Data Berkelanjutan (PDB) ini bertujuan untuk memperbaharui data pemilih guna mempermudah proses pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih pada pemilu/pemilihan selanjutnya. Targetnya, mereka yang belum terdaftar dalam Pemilu 2019, penduduk pindah datang, pemilih pemula yang baru berusia 17 tahun atau anggota TNI/Polri yang memasuki masa purnatugas, perubahan identitas kependudukan, pindah domisili e-KTP dan data laporan kematian.
Berbekal perintah itu, sejak Maret lalu, semua Satker KPU di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Bombana, segera melakukan konsolidasi data pemilih. Pengecekan awal dilakukan dengan memasukan data-data para pemilih kategori DPK sebagai data mutakhir. Tentu tak asal comot, tapi menvalidasi kembali elemen data pemilih itu. Jika layak, maka nama mereka diinput.
Setelah semua nama-nama pemilih baru di DPK tuntas “ditransfer” masuk ke daftar pemilih, KPU Bombana juga memilih cara lebih teknis. Tiga pekan lalu misalnya, saya berkesempatan mengunjungi sebuah desa di wilayah Poleang Tengah. Kepala desanya cukup kooperatif membantu. Kepadanya, kami sodori DPT Pemilu 2019, yang langsung dicermati. Ia kemudian mencoret beberapa warga yang dipastikan sudah meninggal dunia dan pindah domisili. Kami pun menghapusnya dari DPT.
Kordiv Data KPU Bombana, Muh Safril juga menyusuri beberapa desa di Pulau Kabaena, awal Juni silam. Tujuannya serupa, meminta bantuan aparat desa mencermati kembali warganya yang sudah tidak kategori pemilih lagi. Semua dilakukan demi upaya memutakhirkan data pemilih. Inilah tanggungjawab kami terhadap proses demokratisasi bermartabat di negeri ini.
Data-data terbaru ini saban akhir bulan-sejak April-diplenokan oleh KPU Bombana. Kami mengundang Bawaslu dan Capil untuk mendengar validasi data pemilih terbaru, termasuk meminta tanggapan mereka soal kependudukan. Kepada dua lembaga ini dipaparkan urgensi melakukan Pemutakhran Data Berkelanjutan (PDB), termasuk mensingkronkan data.
Teranyar, 30 Juni lalu, kami menggelar pleno. Hasilnya, pemilih di Bombana yang memenuhi syarat berjumlah 101.470 orang. Rinciannya, 50.671 pria dan 50.799 wanita. Mereka tersebar di 22 kecamatan dan 143 desa/kelurahan yang ada di Bombana. Angka ini sudah bergeser dari DPT Pemilu yang jumlahnya hanya 100.439 pemilih.
Angka ini sangat mungkin terus bertambah karena setiap saat KPU Bombana melakukan upaca validasi dan pengecekan lapangan terhadap siapapun yang sudah tak pantas lagi berstatus pemilih di Bombana, termasuk mereka yang baru memenuhi syarat.
Data pemilih itu setidaknya memenuhi tiga kualitas data, yakni muktahir, akurat dan komprehensif. Data pemilih yang muktahir menggambarkan kondisi kekinian pemilih yang terus menerus diperbaharui untuk digunakan di hari H pemungutan suara, entah itu di Pilkada atau juga kelak di Pemilu 2024 mendatang.
Momentum pemutakhiran data pemilih berkelanjutan (PDPB) diharapkan dapat menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya administrasi kependudukan (adminduk). Sebab pemutakhiran data akan lebih mudah jika masyarakat proaktif melaporkan setiap perubahan data diri kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) atau melalui KPU/KIP Kabupaten/Kota setempat.
Urusan ini tentu akan lebih mudah jika anda, warga Bombana, berkenaan mengecek kembali nama anda di aplikasi pengecekan data pemilih bernama KPU RI Pemilu 2019. Aplikasinya silakan diunduh, lalu cek kembali nama anda. Bila belum tercatat sebagai pemilih, kami akan sangat menghargainya jika bersedia melaporkan itu ke kami, KPU Bombana di Rumbia. Saya bahkan tak keberatan jika itu anda sampaikan di kolom komentar tulisan ini.
Syarat jadi pemilih itu mudah. Pastikan anda sudah 17 tahun. Bisa jadi pemilih meski tak 17 tahun, asal anda sudah menikah atau pernah menikah. Mereka yang baru purna tugas sebagai anggota TNI/Polri juga sudah berhak memilih. Syarat paling utama tentu saja ber-KTP Bombana dan tidak sedang terganggu jiwanya.
Bantu kami menjaga data pemilih yang baik. Sampaikan ke kami bila ada kerabat, tetangga atau warga satu desa anda yang sudah meninggal dunia atau telah pindah domisilinya agar kami hapus mereka dalam daftar. Jika setiap warga sadar, disiplin dan tertib melaporkan setiap perubahan data diri dan keluarganya maka akurasi dan validatas data bisa tercipta.
Upaya pemuktahiran data pemilih berkelanjutan menjadi penting sebagai ikhtiar awal dan terencana dalam melakukan perbaikan data ini secara terus menerus. Upaya jemput bola yang kreatif dan inovatif menjadi salah satu metode, selain hubungan kerjasama yang baik dari setiap pemangku kepentingan.
Nah, kalau data pemilih saja kami jaga dan rawat…apalagi Kamu..! (**)
Penulis: Abdi Mahatma R.
Anggota KPU Bombana
Kordiv Sosdiklih, Parmas, dan SDM.