panjikendari.com – Dugaan pelanggaran penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Sulawesi Tenggara (Sultra), khususnya di Pulau Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan terus menjadi perhatian serius berbagai pihak.
Bukan hanya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif, melainkan termasuk anggota DPR RI Wa Ode Nur Zainab.
Bahkan, Wa Ode Nur Zainab berharap, KPK sebaiknya turun tangan melakukan penyelidikan terhadap terbitnya IUP di atas tanah milik masyarakat Wawonii.
Menurutnya, penerbitan IUP tersebut jelas-jelas sebagai perbuatan melawan hukum, bertentangan dengan UU. “Seharusnya IUP tersebut tidak boleh ada,” kata Wa Ode Nur Zainab melalui pesan WhatsApp-nya, Rabu, 19 Maret 2019.
Olehnya itu, Wa Ode Nur Zainab menyampaikan, perlu dilakukan penyelidikan oleh aparat penegak hukum, karena jelas ada pelanggaran hukum serius dalam hal penerbitan IUP dimaksud.
Bukan saja melanggar UU No. 27 Tahun 2007, tetapi menurut Wa Ode Nur Zainab, juga melanggar UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam UU No. 4 Tahun 2009, kata Nur Zainab, jelas mengatur bahwa wilayah IUP tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi. Pada Pasal 135 UU tersebut selanjutnya mengatur bahwa pemegang IUP hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
Berdasarkan laporan yang ia terima, beberapa warga Wawonii keberatan karena tidak pernah memberikan persetujuan atas tanah-tanah mereka yang secara turun-temurun sudah mereka kuasai dan miliki untuk ditambang.
Politikus PAN ini menyinggung mengenai pernyataan Wakil Ketua Laode Muhammad Syarif melalui akun Twitternya bahwa pengeluaran IUP di Pulau Wawonii dan Pulau Kabaena adalah kejahatan lingkungan dan kemanusian.
Bagi Wa Ode Nur Zainab, kejahatan lingkungan dan kemananusiaan memang tidak masuk ranah hukum kewenangan KPK.
Hanya saja, KPK bisa melaksanakan kewenangannya jika terdapat indikasi korupsi dalam kejahatan lingkungan dan kemanusiaan tersebut.
“Misalnya jika terjadi suap atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara, dalam hal ini dalam penyalahgunaan wewenang tersebut terdapat means rea, misalnya terdapat manipulasi, rekayasa, yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara atau terjadi kolusi, seperti, suap di balik terbitnya IUP.”
“Dalam kejahatan lingkungan, KPK bisa masuk jika kejahatan lingkungan tersebut bertendensi terjadi tindak pidana korupsi,” terangnya.
Dalam kasus-kasus seperti penerbitan IUP tersebut, kata Nur Zainab, seringkali ditemukan adanya kolusi antara pejabat publik/penguasa dengan pengusaha. “Disinilah pentingnya KPK untuk turun tangan,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, berkaitan dengan kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, KPK juga dapat melakukan supervisi ke Polda Sultra terkait penanganan perkara penerbitan IUP tersebut.
Jika Polda belum mengambil langkah apapun, anggota Komisi II DPR RI yang membidangi masalah agraria, tata ruang, dan pertanahan, ini mengatakan, KPK perlu didorong untuk melakukan penyelidikan terhadap terbitnya IUP atas tanah masyarakat di Wawonii.
“Nanti kita coba dorong. Yang pasti saya mendukung KPK untuk melakukan penyelidikan, supaya masyarakat mendapatkan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah mereka,” tandasnya.
Sebelumnya, Laode Muhammad Syarif melalui akun Twitternya @LaodeMSyarif menyampaikan bahwa pengeluaran IUP di Pulau Wawonii dan Pulau Kabaena tidak saja bertentangan dengan UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tapi juga merupakan kejahatan lingkungan dan kemanusiaan.
“Menurut @KPK_RI PENGELUARAN IUP di P Wawonii Kab Konkep & P Kabaena Kab Bombana SULTRA yg hampir meliputi seluruh Pulau, tdk saja bertentangan dgn UU PWPPPK (UU No 27/2007) tp juga kejahatan Lingkungan & Kemanusiaan,” tulis akun Twitter @LaodeMSyarif.
Melalui cuitan twitter-nya itu, @LaodeMSyarif turut meng-upload gambar Google maps Pulau Wawonii dan Pulau Kabaena. Ia juga turut men-tag akun @susipudjiastuti, @SitiNurbayaLHK, @IgnasiusJonan, dan @Kemendagri_RI. (jie)