panjikendari.com – Pemohon sengketa Pilgub Sultra Rusda Mahmud-LM Sjafei Kahar melalui kuasa hukumnya, Andri Darmawan, menilai, proses pemilihan gubernur (Pilgub) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang digelar 27 Juni 2018, cacat hukum.
Itu didasari atas pengambilan keputusan oleh KPU Kabupaten Konawe dalam Pilgub Sultra 2018, tidak sah secara hukum. Segala keputusan yang diambil oleh KPU Konawe tidak berkekuatan hukum karena hanya diputuskan 2 komisioner bersama 2 komisioner PAW yang tidak sah alias ilegal.
Masalah itu terungkap dalam sidang perdana sengketa Pilgub Sultra yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis, 26 Juli 2018, di Jakarta.
MK menggelar sidang perdana sengketa perselisihan hasil Pilgub Sultra dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan. Dipimpin oleh Anwar Usman bersama anggota I Dewa Gede Palguna dan Wahiduddin Adams.
Hadir dalam sidang tersebut kuasa hukum Pemohon: Andri Darmawan, Jushirman, Darwis, Rabdhan Purnama, Nurmi Erawati, dan Hertina Yuliani Zainuddin.
Selain itu, hadir pula Ketua Bawaslu Sultra Hamiruddin Udu serta Termohon dalam hal ini KPU Sultra yang diwakili oleh anggota KPU Sultra Ade Suerani, didampingi kuasa hukumnya; Baron Harahap Saleh, La Samiru, La Ode Abdul Saban, dan Sukur.
Kuasa hukum pihak terkait; Amir Faisal, Muhammad Yusuf, Supriyadi, Abidin Ramli, dan Munsir, juga hadir dalam sidang.
Saat membacakan poin-poin pokok permohonan di hadapan majelis hakim, Andri Darmawan mengungkap, semua rapat pleno KPU beserta keputusannya terkait pelaksanaan Pilgub Sultra menjadi cacat hukum.
“Karena secara hukum hanya dihadiri dan disetujui oleh 2 orang anggota KPU Konawe yang sah, yaitu Sarmadan dan Muhammad Aswar,” ungkap Andri Darmawan, seperti dinukil dari risalah sidang perkara sengketa PHP Pilgub Sultra, yang dirilis melalui website resmi Mahkamah Konstitusi.
Andre -sapaan akrab Andri Darmawan- menyampaikan, jumlah anggota KPU Konawe periode 2013-2018 ada 5 orang, yaitu Sarmadan, Muhammad Aswar, Abdul Hasim, Ulil Amrin, dan Bislan. Anggota KPU Konawe atas nama Bislan tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai anggota KPU karena ditahan oleh Kejaksaan Negeri Unaaha terkait kasus korupsi sejak tahun 2016 dan belum dilakukan PAW oleh KPU Sultra.
Sementara, 2 anggota KPU Konawe lainnya yaitu Abdul Hasim dan Ulil Amri, sebagai pengganti antarwaktu Hermansyah Pagala dan Asran Lasahari tidak sah berdasarkan putusan PTUN Kendari juncto putusan PTTUN Makassar juncto putusan Mahkamah Agung yang menyatakan batal keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh KPU Sultra tentang PAW KPU Konawe masa jabatan 2013-2015.
Namun, kata Andre, hingga 60 hari setelah diterimanya putusan tersebut, KPU Sultra dan KPU RI tidak melaksanakannya. Tindakan itu juga telah digugat oleh Herman Sapagalang melalui jalur perdata di Pengedilan Negeri Kendari.
Dan, lanjut Andre, PN Kendari dan MA telah mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa tergugat dalam hal ini KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Akibat tidak dilaksanakannya putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap tersebut oleh KPU Sultra, maka keputusan KPU Sultra mengenai pemberhentian Hermansyah Pagala dan Asran Lasahari dan pengangkatan Abdul Hasim dan Ulil Amri sebagai PAW anggota KPU periode 2013-2018 tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
“Sehingga secara hukum kedudukan 2 anggota KPU Konawe hasil pergantian antarwaktu, yaitu Abdul Hasim dan Ulil Amri dinaggap tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum,” kata Andre.
Menurut Andre, merujuk ketentuan Pasal 44 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a UU No 7 Tahun 2017, maka semua rapat pleno KPU beserta keputusannya terkait pelaksanaan Pilgub Sultra menjadi cacat hukum. Karena secara hukum hanya dihadiri dan disetujui oleh 2 orang anggota KPU Konawe yang sah, yaitu Sarmadan dan Muhammad Aswar.
“Bahwa akibat keputusan KPU Konawe yang cacat hukum terkait dengan pelaksanaan Pilgub Sultra tahun 2017-2018 dan karena KPU Konawe merupakan bagian dari Provinsi Sultra dan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan maka pelaksanaan Pilgub Sultra 2018 secara keseluruhan juga menjadi cacat hukum,” katanya.
Sehingga kata Andre, secara hukum sesungguhnya belum terdapat rekapitulasi hasil perhitungan suara Pilgub Sultra Tahun 2018, vide putusan MK Nomor 52/PHP.BUP-XV/2017 dan Nomor 14/PHP.BUP-XV/2017.
Selain pelanggaran yang dilakukan oleh KPU, sambung Andre, pelanggaran juga dilakukan oleh pasangan calon Ali Mazi – Lukman Abunawas yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan massif yang mempengaruhi hasil perhitungan suara.
Pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan AMAN adalah adanya pelangggaran pelaporan dana kampanye, keterlibatan ASN dalam memenangkan paslon AMAN, pelanggaran kampanye oleh pejabat negara, keterlibatan 12 bupati/walikota dalam pemenangan paslon AMAN, dan pelanggaran dalam pemungutan suara.
Pasangan AMAN, kata Andre, seharusnya sudah diberikan sanksi pembatalan calon oleh KPU karena terlambat menyetorkan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 54 Peraturan KPU tentang Dana Kampanye.
Sehingga perhitungan suara yang benar menurut Pemohon setelah paslon AMAN dikenakan sanksi pembatalan calon adalah sebagai berikut; Ali Mazi-Lukman Abunawas = 0 suara, Asrun-Hugua = 280.762 suara, dan Rusda Mahmud-LM Sjafei Kahar = 358.573 suara.
Berdasarkan pelanggaran-pelanggaran tersebut, kepada majelis hakim, Andre meminta agar rekapitulasi hasil perolehan suara Pilgub Sultra dinyatakan tidak sah.
Selain itu, meminta majelis hakim untuk mendiskualifikasi paslon AMAN, serta memerintahkan KPU untuk melakukan PSU pada semua TPS di seluruh kabupaten/kota yang diikuti oleh dua paslon yaitu paslon Asrun-Hugua dan Rusda-Sjafei.
“Atau memerintahkan KPU melakukan PSU pada semua TPS di seluruh kecamatan Kabupaten Konawe yang diikuti oleh dua pasangan calon; Asrun-Hugua dan Rusda-Sjafei,” pinta Andre.
Sidang berikutnya akan dilaksanakan pada Selasa, 31 Juli 2018 dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon dalam hal ini KPU Sultra, pihak terkait, dan Bawaslu Sultra.
“Untuk jawaban termohon maupun keterangan pihak terkait, keterangan Bawaslu dan Panwas, serta alat bukti diserahkan di kepaniteraan paling lambat dua hari setelah sidang pendahuluan. Jadi, dua hari setelah ini. Berarti paling lambat tanggal 30 Juli 2018, pukul 10.00 WIB, ya, mohon diperhatikan,” kata Ketua Majelis Hakim, Anwar Usman. (mk/jie)