panjikendari.com – Perbedaan kesepahaman tentang pemberhentian atau pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) terhadap beberapa perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara terjadi di internal Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra.
Padahal, aturan pencabutan IUP telah diatur dalam Peraturan Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara No. 5 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pada pasal 79 Perda tersebut dinyatakan bahwa, IUP wajib dicabut oleh Gubernur apabila: a. Pemegang IUP tidak mememenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP serta peraturan perundang-undangan; b. Pemegang IUP melakukan tindak pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan c. Pemegang IUP dinyatakan pailit.
Sedangkan untuk penghentian sementara IUP diatur pada ayat (1) Pasal 73, bahwa Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dapat diberikan kepada pemegang IUP apabila terjadi: a. Keadaan kahar; b. Keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebahagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan; dan c. Apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral dan / atau batubara yang dilakukan di wilayahnya.
Dalam Perda yang ditandatangani gubernur Sultra Nur Alam tanggal 26 Agustus 2013, ini juga mengatur tentang sanksi administrasi.
Sanksi administrasi sendiri diatur pada pasal 117; Gubernur berhak memberikan sanksi administratif kepada Pemegang IUP apabila:
a. tidak melakukan kegiatan eksplorasi atau operasi produksi dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak IUP diberikan;
b. memindahtangankan IUP kepada pihak lain;
e. tidak melakukan pengamanan terhadap jenis bahan galian mineral dan/atau batubara lain yang ditemukan;
d. tidak mengutamakan penggunaan tenaga kerja dan/atau jasa lokal Sulawesi Tenggara, produk barang dalam negeri serta tidak mengembangkan kemitraan dengan masyarakat dan/atau pengusaha kecil danmenengah setempat berdasarkan prinsip saling menguntungkan;
e. tidak melakukan pemurnian dan/atau pengolahan di wilayah Sulawesi Tenggara atau dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah komoditi dan peneiptaan lapangan kerja;
f. melakukan kerjasama pengolahan dan pemurnian dengan badan usaha atau perorangan lain yang tidak memiliki IUP Operasi Produksi;
g. tidak melakukan perubahan rencana pascatambang dalam hal terjadi perubahan sistem penambangan, perubahan umur tambang, perubahan sa:r:ana danj.atau prasarana tambang;
h. tidak membayar jaminan reklamasi dan pascatambang;
i. tidak melaksanakan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan dan pemantauan lingkungan berdasarkan standar baku mutu lingkungan, termasuk kegiatan reklamasi, upaya konservasi, pengelolaan sisa suatu kegiatan serta norma-norma praktek pertambangan yang baik dan benar;
j. memakai jasa badan usaha atau perseorangan yang tidak memiliki izin usaha jasa pertambangan; dan
k. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha pertambangan secara berkala kepada gubernur
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud diatas berupa: a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara sebagian atau seluas kegiatan eksplorasi atau operasi produksi dan atau; c. Pencabutan IUP.
Sementera itu, mengenai prosedur penjualan mineral dan batubara diatur dalam Peraturan Gubernur Sultra No. 89 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Sultra No 39 Tahun 2013 Tentang Peningkatan Nilai Tambah dan Ekspor Mineral dan Batubara di Wilayah Sultra.
Pada Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap Pemegang IUP operasi produksi yang akan melakukan penjualan minerai dan batubara baik dalam bentuk hasil pengolahan dan pemurnian maupun dalam bentuk bijih mineral dan batubara kotor (ore/raw material) wajib mengajukan permohonan kepada Gubernur Cq. Kepala Dinas Energi cian Sumber Daya Mineral untuk mendapatkan pemeriksaan pemasaran dan pemeriksaan keuanigan sebelum komoditi tambang dikapalkan atau diangkut sesuai moda pengangkutannya.
Pada ayat (2) masih Pasal yang sama dikatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan pemasaran dan pemeriksaan keuangan sebagaimana dimaksud (1), gubernur cq. Kepala Dinas Energi dan sumber Daya Mineral menerbitkan surat Keterangan Verifikasi untuk Pengangkutan dan Penjualan Mineral dan/atau Batubara.
Kemudian, mengenai persyaratan yang harus dipenuhi pemegang IUP untuk dapat menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar dan dalam daerah diatur pada Pasal (4) Pergub No. 89 Tahun 2016 ini.
Pesyaratannya sebagai berikut:
a. Persetujuan ekspor dari menteri perdagangan
b. menggunakan bahan bakar nonsubsidi yang dibuktikan dengan
kontrak kerjasama dengan lembaga penyalur resmi sesuai
ketentuan perundang-undangan;
c. telah melunasi kewajiban keuangan kepada Negara;
d. tidak menggunakan kuota ekspor dari perusahaan lain;
e. memiliki rencana reklamasi yang telah disetujui oleh pemerintah;
f. Realisasi Pelaksanaan reklamasi;
g. adanya bukti jaminan reklamasi sesuai luas lahan terbuka;
h. memiliki dan/atau melalui pelabuhan khusus yang telah memliki Rekomendasi dan izin Operasi;
i. memiliki Kepala Teknik Tambang;
j. Menandatangani Pakta Integritas dengan Pemerintah Provinsi:
k. Surat Keterangan Verifikasi untuk Pengangkutan dan Penjualan
Minerai dan/atau Batubara
l. Jenis Komoditas Mineral yang diperjualbelikan harus sesuai
dengan jenis komoditas mineral yang tertera dalam lzin Usaha Pertambangan yang dikeluarkan oleh gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangan.
Selanjutnya, pada Pasal 4A dijelaskan bahwa untuk melakukan penjualan mineral dan batubara dalam bentuk mentah (raw material), pemegang IUP Operasi Produksi wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Gubernur Cq. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mendapatkan Surat Keterangan Verifikasi untuk Pengangkutan dan Penjualan Mineral dan Batubara.
Untuk mendapatkan persetujuan tersebut, maka pemegang IUP Operasi Produksi dan IUP Operasi Produksi khusus Pengolahan dan Pemurnian wajib memenuhi syarat-syarat administrasi, teknis, dan lingkungan.
Syarat adminstrasi meliputi; 1) sertifikat CnC yang telah dilegalisir; 2) Surat perjanjian kerjasama dengan pemegang IUP Operasi Produksi dan atau IUP Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian yang disetujui oleh Pemerintah; 3) Kerjasama antara pemegang IUP Operasi Produksi dengan IUP Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian harus termuat dalam SK IUP Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian; 4) Surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan harga patokan penjualan mineral dan batubara.
Sedangkan syarat teknis dan lingkungan meliputi: 1) Surat Persetujuan Rencana Kerja Tahunan Teknis dan Lingkungan (RKTTL) dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun berjalan dari Kepala Dinas Energi dan sumber Daya Mineral; 2) Surat Pengesahan Kepala Teknik Tambang dari Kepala Inspektur Tambang Daerah; 3) Jaminan Reklamasi 5 (lima) tahun pertama dan/atau tahunan setelah (lima) tahun pertama dan Jaminan penutupan Tambang;
Kemudian, 4) Surat Keterangan kemajuan pembangunan industri pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara di Provinsi Sulawesi Tenggara dari Dinas Dirras Energi dan sumber Daya Mineral; 5) Surat Izin Pinjam pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Menteri Kehutanan RI apabila lokasi yang ditambang merupakan kawasan hutan; 6) Surat Izin Operasional terminal khusus dari Menteri perhubungan RI; 7) Surat Keterangan yang berisi keterangan jumlah tonase, kadar, harga mineral dan batubara yang akan dijual, nama kapal, pelabuhan muat, tanggal muat dan rencana berlayar dari lembaga surveyor yang ditunjuk oleh pemerintah; 8) Rencana volume penjualan mineral dan batubara.
Pada pasal selanjutnya, yakni Pasal 4D dituliskan bahwa Gubernur melalui Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral akan menetapkan besaran produksi dan penjualan mineral dan batubara melalui persetujuan Rencana Kerja Tahunan Teknis dan Lingkungan (RKTTL) dan Rencana Kerja dan Anggara Biaya (RKAB) Tahunan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi produksi yang akan melakukan penjualan mineral dan batubara dalam bentuk bahan mentah (raw mateial) dalam daerah dan luar daerah. (jie)