Panjikendari.com – Aktivitas tambang golongan C atau tambang pasir di Kecamatan Nambo kian mengkhawatirkan. Ancaman kerusakan lingkungan sebagai akibat dari kegiatan tambang pasir tersebut sangat nampak.
Bahkan, Pantai Nambo sebagai satu-satunya objek wisata bahari yang menjadi andalan dan kebanggan masyarakat Kota Kendari menjadi terancam keselamatan dan kelestariannya. Potensi keindahan yang dimiliki oleh objek wisata Pantai Nambo diprediksi bakal tergerus akibat dari dampak buruk kegiatan tambang pasir Nambo.
Di satu sisi, aktivitas tambang pasir Nambo yang serampangan akan mengancam keselamatan lingkungan, apalagi kegiatan tersebut dilakukan tanpa ada izin dari pemerintah. Namun, di sisi lain, ada sekelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pekerjaan menambang pasir.
Dalam rangka mengatasi atau menjawab permasalahan tersebut, Pemerintah Kota Kendari tak tinggal diam. Sebagai institusi yang diberi kewenangan dan tanggung jawab untuk mengatur hajat hidup masyarakatnya, Pemkot Kendari bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) telah membentuk tim khusus untuk mencari solusi atas masalah tambang pasir Nambo tersebut.
Tak lama setelah dibentuk, tim langsung turun lapangan meninjau lokasi pertambangan pasir di Kecamatan nambo. Tim yang di dalamnya ada Penjabat (Pj) Wali Kota Kendari Asmawa Tosepu bersama Forkopimda, Kamis, 1 Desember 2022, bergerak menuju lokasi.
Tampak alat berat sedang terparkir di lokasi. Gundukan-gundukan hasil galian pasir yang cukup tinggi juga terlihat di sana termasuk lubang-lubang bekas galian pasir.
Di sela-sela kegiatan peninjauan lokasi, Pj Wali Kota Kendari Asmawa Tosepu menyarankan kepada para pengusaha dan pekerja untuk memastikan bahwa proses pekerjaan pengolahan pasir tidak menghasilkan limbah yang mencemarkan lingkungan.
Akibat dari bekas pencucian pasir ini, destinasi wisata Pantai Nambo terganggu dengan limbah yang dihasilkan.
Pj Wali Kota mengatakan, pembuatan kolam retensi yang dilakukan oleh pengusaha tambang menjadi salah satu solusi untuk pencucian pasir agar tidak terjadi pencemaran lingkungan pantai.
Dia juga mengharapkan kepada pengusaha agar bisa menghijaukan kembali bekas lahan yang sudah diuruk pasirnya dan tentu sudah menjadi kewajiban pengusaha pasir itu sendiri.
Selain itu juga, dia ingin memastikan semua yang bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan dimulai dari ketentuan tata ruangnya.
“Kami bersama DPRD Kota Kendari sudah melakukan kajian untuk kemudian disesuaikan, dalam arti mengakomodir bahwa ternyata potensi lokasi pertambangan di Kota Kendari ini ada sehingga para pengusaha, investor, masyarakat tidak melakukan kegiatan ilegal,” tambahnya.
Sementara itu, Kapolresta Kendari Kombes Pol M Eka Faturahman selaku ketua tim mengatakan, semua temuan-temuan di lapangan akan dibahas kembali oleh tim dan diberikan rekomendasi kepada Pj wali kota selaku pengambil kebijakan.
“Kami sangat mendukung yang menjadi seluruh kebijakan pak wali berkaitan dengan kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah Kota Kendari melakukan rapat koordinasi membahas mengenai pengolahan pasir di Kecamatan Nambo Kota Kendari, Selasa, 22 November 2022.
Rapat koordinasi yang berlangsung di Ruang Pola Balai Kota Kendari ini dihadiri oleh OPD terkait, DPRD Kota Kendari, Dinas Cipta Karya, Bina Kontruksi dan Tata Ruang Provinsi Sultra, ATR BPN, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra dan Forkopimda serta Aliansi Pelajar Pemerhati Lingkungan atau AP2L Sultra.
Selain itu juga, Pemkot Kendari bersama Forkopimda membentuk tim yang diketuai oleh Polresta Kendari untuk mencari solusi tentang tambang galian C Nambo.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari Ridwansyah Taridala mengatakan, pertemuan ini untuk mencari solusi efektif berdasarkan hasil rapat sebelumnya di Kantor Kecamatan Nambo.
Ridwansyah Taridala menyebut berdasarkan hasil rapat sebelumnya, aktivitas pertambangan di Kecamatan Nambo diakui memang tidak memiliki izin legal sehingga berbenturan dengan peraturan yang ada utamanya RTRW Kota Kendari.
Selain itu, terdapat juga masyarakat yang mengantungkan hidupnya pada aktivitas pertambangan ini.
Sementara itu, lanjut Sekda Kota Kendari, terdapat perusakan lingkungan akibat adanya dampak dari pertambangan mineral bukan logam.
“Sangat betul, kita saksikan, bahwa pantai Nambo yang menjadi salah satu objek wisata kita di Kota Kendari sudah berdampak serius, secara kasat mata kita lihat, air pantai Nambo itu sudah tidak seperti dulu lagi,” katanya.
Tommy P. A Bunggasi dari Dinas Cipta Karya, Bina Kontruksi dan Tata Ruang Provinsi Sultra menangapi hal ini, menyarankan agar aktivitas tambang di Nambo memang sebaiknya dihentikan, karena berdampak pada pelanggaran Undang-Undang.
Pasalnya pelanggaran tata ruang ini bisa masuk ke ranah kementerian dan bareskrim. “Kegiatan yang ada di Nambo kalau bisa dihentikan sementara, pelanggaran tata ruang ini jangan sampai masuk di kementerian dan bareskrim,” ujarnya.
Tambang Pasir Nambo Jadi Sumber Pencaharian
Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari sempat mengambil tindakan terhadap tambang galian C di Nambo yang kembali beroperasi, dengan menghentikan segala aktivitas penambangan sejak, Selasa, 15 November 2022.
Sebelumnya pada 14 Juli 2021 lalu sudah ada penyegelan dengan tegas dari pemerintah kota yang dipimpin oleh Sekretaris daerah (Sekda) Kota Kendari Nahwa Umar saat itu.
Selanjutnya Pemkot Kendari bersama DPRD dan Forkopimda menemui penggelola pasir Nambo di Kantor Kecamatan Nambo, Rabu (16/11/2022), untuk mendengarkan persoalan penggelolaan yang telah beberapa kali diberikan peringatan hingga penyegelan usaha karena adanya ketidaksesuaian tataruang Kota Kendari, bahwa daerah di daerah Nambo tidak ada ruang untuk pertambangan.
Salah satu penggelola Tambang Galian C di Nambo, Yusuf saat rapat dengar pendapat bersama Pj Wali Kota Kendari Asmawa Tosepu di Kantor Camat Nambo menceritakan, bahwa penambangan pasir ini sudah ada sejak tahun 1987. Namun, saat itu penambangan pasir ini masih menggunakan metode tradisional.
Seiring berjalannya waktu, lanjut dia, saat itu tahun 2021 regulasi berubah, sementara dirinya ingin mengurus Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Penggelolaan pasir ini sudah sejak tahun 87, berjalan sejak terbukanya kami sudah menggelola di dalam awalnya kami pake cara tradisional. Tapi tahun 2021 kami mengurus IUP kemudian berubah regulasi, tata ruangnya sudah dirubah,” katanya.
Dengan alasan itulah dirinya tetap membuka usaha atau kegiatan tanpa adanya IUP dan beralih izin di Kelompok Usaha Bersama atau KUBE.
“Sudah menjadi mata pencaharian orang disini, pembangunan di Kota Kendari 90 persen menggunakan pasir Nambo,” ujarnya. (adv)