Seorang bocah laki-laki berdiri di pinggir jalan dengan kaki telanjang. Bajunya lusuh, celananya sedikit kebesaran. Tapi matanya berbinar saat seorang pria berseragam biru tua menyerahkan sebuah Al-Qur’an ke tangannya yang kecil.
“Ambil, Nak. Ini untukmu,” kata pria itu dengan senyum ramah.
Bocah itu ragu sejenak sebelum meraihnya. Ia menatap sampul hijau berornamen emas itu dengan takjub, seolah-olah baru pertama kali melihatnya dari dekat. Lalu, tanpa disuruh, ia mendekatkannya ke dada, memeluknya erat.
Di sudut lain, seorang ibu berhijab sederhana menerima mushaf serupa. Di sampingnya, dua anaknya yang masih kecil ikut menerima masing-masing satu. “Terima kasih banyak, pak,” ucapnya lirih kepada pria yang menyerahkan Al-Qur’an.
Pemandangan itu terjadi di depan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari, eks RS Abunawas. Sore itu, di awal Ramadan, di tengah keramaian pedagang takjil, ada sebuah aksi berbagi yang penuh makna.
Di bawah spanduk bertuliskan Ramadhan Berkah – Tebar Mushaf Nusantara – Berbagi Al-Qur’an Gratis, Hadi Prawiro dan rekan-rekannya dari Yayasan Tebar Mushaf Nusantara membagikan Al-Qur’an kepada siapa saja yang membutuhkan.
“Kami ingin membantu mereka yang ingin membaca Al-Qur’an, tetapi belum punya atau mushafnya sudah lusuh,” ujar Hadi, pria berkumis tipis yang berdiri mengawasi jalannya pembagian.
Sejak pukul empat sore, orang-orang mulai berdatangan. Dari remaja, ibu rumah tangga, hingga mereka yang kesehariannya berjuang di jalanan.
Iqwan, seorang pria yang menerima mushaf, mengangguk penuh rasa syukur. “Bagus sekali ini. Banyak orang ingin membaca Al-Qur’an di Ramadan, tapi belum punya atau mushafnya sudah usang,” katanya.
Seorang pemulung yang lewat awalnya hanya melirik dari jauh. Ia ragu untuk mendekat. Tapi ketika seorang relawan tersenyum dan mengulurkan satu mushaf kepadanya, ia maju perlahan.
“Untuk saya juga, Pak?” tanyanya dengan suara nyaris tak terdengar.
“Iya. Al-Qur’an ini untuk siapa saja,” jawab relawan itu.
Tangannya gemetar saat menerima. Ia menatapnya sejenak sebelum mendekatkannya ke wajah, mencium sampulnya dengan khidmat. Lalu ia memasukkannya ke dalam kantong plastik yang tergantung di gerobaknya.
Yayasan Tebar Mushaf Nusantara bukan baru kali ini menggelar aksi berbagi seperti ini. Setiap awal Ramadan, mereka turun ke jalan membagikan mushaf gratis. Bukan untuk gaya-gayaan. Bukan demi viral di media sosial.
Yang menarik, mushaf-mushaf ini bukan berasal dari kantong pribadi mereka. Yayasan hanya menyalurkan. Semua berasal dari donasi masyarakat, dari orang-orang baik yang ingin mengalirkan amal jariyahnya.
Tahun ini, ada sekitar seratus mushaf yang mereka bagikan. Jumlahnya memang tidak banyak. Tapi cukup untuk membuat Ramadan lebih hangat bagi mereka yang menerimanya.
Di tengah kesibukan orang-orang berburu takjil dan berbuka puasa dengan menu terbaik, ada sudut kecil di Kendari yang terasa lebih damai sore itu.
Sebuah sudut di mana mushaf-mushaf cinta berpindah tangan. Tanpa harga. Tanpa pamrih. Hanya dengan harapan, semoga setiap ayat yang dibaca menjadi cahaya bagi siapa saja yang menerimanya. (*)
Penulis: Abar