panjikendari.com – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Muna Al Abzal Naim dianggap tidak memahami tugas-tugas sebagai pengawas Pemilu, terkait masalah Pemungutan Suara Ulang (PSU).
“Kalau kita coba telaah, komentar Al Abzal Naim, itu sedikit lucu. Dan terkesan mau cuci tangan terhadap akibat. Atau bisa jadi juga Al Abzal Naim, tidak memahami tugas Bawaslu. Karena, dalih berada pada sisi yang tidak substansif sebagai dalih. Padahal poinnya jelas adalah pencegahan,” ungkap Abdul Rajab.
Al Abzal Naim, kata Rajab, dianggap kurang memahami Pasal 93 huruf b, yang sangat jelas memerintahkan untuk lakukan pencehagahan dan penindakan terhadap, pelanggaran Pemilu dan sengketa proses Pemilu.
“Memang Bram -sapaan Al Abzal Naim- menerjemahkan Pasal 93 itu seperti apa? Tapi jangan sampai tidak pernah membaca Pasal itu. Kenapa yang dipahami hanya penindakan, sedang pencegahan tidak mampu dilakukan?,” tandas Rajab.
Abdul Rajab melihat, Bram terkesan ingin membuang kesalahan proses sepenuhnya di tangan KPPS, sebagai pelaku teknis. Tapi Bram tidak menyadari kalau Pengawas TPS merupakan pelaku teknis di bidang pengawasan. Dimana semua tindakan KPPS dipastikan benar oleh Pengawas TPS. Bila ada yang tidak benar maka wajib dicegah oleh Pengawas TPS.
“Iya. Saya mengerti. Mungkin maksud dari Al Abzal Naim itu, adalah menyalahkan KPPS seutuhnya. Karena mungkin pemahaman komisioner yang satu ini, hanya rekomendasi sebagai ukuran keberhasilan tugasnya. Jadi semua kesalahan proses itu dibiarkan dahulu. Setelah semua kesalahan proses terjadi, lalu dia melakukan penindakan,” jelasnya.
Abdul Rajab, sebenarnya, juga sangat ingin menyalahkan KPPS. Tapi pertimbangan volume kerja KPPS, sehingga menekankan kesalahan proses lebih melekat pada Pengawas TPS.
“Volume kerja KPPS itu sangat besar. Buktinya sampai ratusan yang meninggal akibat Pemilu 2019. Jadi, di waktu penanganan DPTb dan DPK, bisa saja sudah mulai gagal fokus. Sebenarnya, disinilah alasan negara mengadakan yang namanya Bawaslu, kalau Bram memahami tugas Bawaslu secara utuh. Di fase lelah itu masih ada Pengawas TPS, yang tugasnya khusus untuk mengawasi saja,” jelasnya.
“Kan jelas, selain undang-undang Pemilu ada juga Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2019 dimana pengawas TPS wajib mencermati, memastikan, melakukan koordinasi dengan KPPS, terkait proses. Pengawas TPS itu tidak berdiri di luar TPS. Misal, difase gagal fokus tadi, KPPS memberikan lima kertas surat suara pada Pemilih Khusus dari provinsi berbeda. Panwas TPS seharusnya mencegah. Kenapa dibiarkan? Nanti keluar bilik baru dijadikan temuan,” katanya.
Abdul Rajab juga menilai, wajar saja kalau kualitas Pemilu masih rendah di Sultra. Karena lemahnya fungsi pengawasan. Pemahaman Bawaslu tentang proses Pemilu yang baik masih sangat kurang. Padahal pengawasan adalah kunci terakhir, tentang jalannya sebuah proses. (rls)