Panjipapua.com, Boven Digoel – Kondisi infrastruktur di wilayah Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua, masih cukup memprihatinkan. Utamanya sarana jalan yang masuk dalam kewenangan pemerintah provinsi dan pusat.
Kali ini kerusakan parah terlihat di jalur rute Kabupaten Merauke-Boven Digoel, tepatnya di Kampung Asiki, Distrik Jair, sepanjang Jalan Prabu kecil berdekatan kawasan perkebunan kelapa sawit. Sebagian kendaraan kadang terpaksa berjibaku bila harus melintasi sarana berstatus jalan nasional itu.
Berdasarkan pengamatan, kerusakan parah sepanjang kurang lebih enam kilometer. Sedangkan jarak tempuh Merauke – Boven Digoel adaah 470 kilometer. Ketika kondisi jalan masih relatif memadai waktu tempuh hanya 8 jam perjalanan. Tetapi saat ini bisa empat hari baru tiba di tempat tujuan.
Jalan tersebut berdasarkan telusur data tidak termasuk segmen kawasan jalan Trans-Papua. Jalan Trans-Papua mencakup delapan segmen. Segmen I meliputi Kwatisore-Nabire sepanjang 208,10 kilometer, Segmen II terbentang sepanjang 275,50 kilometer meliputi Nabire-Wagete-Enarotali.
Kemudian Segmen III dari Enarotali-Ilaga-Mulia-Wamena sepanjang 469,48 kilometer, Segmen IV Wamena-Eleum-Jayapura sepanjang 447,22 kilometer, dan Segmen V Wamena-Habema-Kenyam-Mumugi 271,60 kilometer.
Selanjutnya Segmen VI Kenyam-Dekai 217,90 kilometer, Segmen VII sepanjang 231,60 kilometer dari Dekai menuju Oksibil, dan Segmen VIII Wagete-Timika sepanjang 224 kilometer.
Seorang pengendara mobil, Abdul Azis, mengaku, kerusakan jalan itu sangat dikeluhkan pengguna jalan. Pasalnya, bukan cuma menguras waktu perjalanan, tetapi paling fatal kendaraan kadang terbalik dengan muatannya karena kubangan lumpur di jalan.
“Saya ini kan sering lewat jalan ini karena angkut logistik. Kadang kami harus tinggal beberapa hari menunggu jalan kering atau mobil rusak akibat jalan parah itu. Ada lima sampai enam kilometer yang rusak, sudah berbulan-bulan kami lewati tetapi belum ada perbaikan,” ungkapnya pada panjikendari.com, Senin, 6 Juli 2020.
Dia pun berharap agar pemerintah segera membenahi jalan tersebut. Soalnya dengan kendala jalan itu ikut memicu kenaikan harga barang karena biaya operasional pengangkutan barang melonjak tinggi.
Keluhan serupa dilontarkan Ambo Upe bahwa pengendara mobil sangat tersiksa dengan kondisi jalan yang rusak. Apalagi wilayah paling parah berada di kawasan hutan dan jauh dari area perkampungan.
“Tolong pemerintah perbaiki jalan itu karena sangat menganggu aktivitas kami sebagai pengguna jalan. Mobil kami bisa cepat rusak, terus kadang kami makan seadanya karena tertahan di jalan selama berjam-jam,” tukasnya.
Ambo juga menuturkan, dahulu dengan menggunakan mobil pikap Hilux bisa mengangkut 4 – 5 orang. Tetapi sekarang ia hanya mememuat dua orang saja dengan biaya di atas Rp 700 ribu guna menutupi beban operasional perjalanan.
“Yah penumpangnya protes kenapa kasih naik ongkos katanya. Terpaksa kami bilang harus membiaya kredit cicilan mobil, ditambah biaya operasional seperti bahan bakar dan sebagainya,” tuturnya. (roy)