Panjikendari.com, Raha – Anggota DPRD Muna mengendus pengadaan Alat Pelidung Diri (APD) yang bersumber dari Dana Desa diduga akan dilakukan melalui pihak ketiga.
Dugaan tersebut muncul setelah Anggota DPRD Muna dari Fraksi Demokrat menemukan sebuah format pengadaan yang diduga bersumber dari DPMD di Kabupaten Muna telah beredar di desa-desa.
“Format berita acara yang disampaikan oleh pihak DPMD kepada desa untuk ditandatangani oleh pihak pemerintah desa sudah beredar di desa-desa. Formatnya tentang pengadaan barang yang bersumber dari dana desa kepada kepala desa. Dan saya sudah pegang formatnya,” ungkap Ketua Fraksi Demokrat Awal Jaya Bolombo, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Muna dengan Pemda Muna, Selasa, 28 April 2020.
Dengan adanya format tersebut, AJB mengingatkan kepada pihak DPMD untuk tidak main-main dalam mengelola dana desa dalam penanganan Covid-19 di Kabupaten Muna.
Jangan sampai, kata dia, ada pihak-pihak yang mencoba bermain untuk mendapatkan keuntungan dalam situasi bencana virus Corona di Kabupaten Muna.
“Saya Cuma mengingatkan, jangan sampai akan bermasalah dikemudian hari, karena kalau satu yang keseleo maka bisa kena semua, apalagi Pj Kepala Desa ini semua PNS. Mohon disampaikan kepada anak buah bapak jangan coba-coba bermain. Sekali lagi saya ingatkan DPMD, hati-hati jangan sampai ada yang main-main dengan dana desa,” tegasnya.
Anggota DPRD Muna dua periode ini mengatakan bahwa Fraksi Demokrat akan mengawal semua proses penanganan wabah virus Corona sampai tuntas. Dan jika ditemukan ada yang bermain terutama persoalan dana sosial yang bersumber dari Dana Desa, APBD dan APBN maka pihaknya akan membawa ke ranah hukum.
Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota DPRD dari Fraksi PDIP La Ode Iskandar. Dirinya mempertanyakan tentang dana operasional relawan Covid-19 yang berada di desa sebesar Rp 50 juta.
Berdasarkan temuanya di lapangan, terjadi perbedaan nominal anggaran operasional relawan yang dicairkan tahap satu hanya Rp 40 juta.
“Saya mau tanya, dana operasional relawan Covid-19 ini, Rp 50 juta atau Rp 40 juta? karena minggu lalu saya melakukan kunjungan di salah satu desa di Kecamatan Pasikolaga, mereka hanya mendapatkan porsi Rp 40 juta untuk pencairan tahap satu bukan Rp 50 juta. Saya dapatkan rinciannya, Rp 32 juta lebih ini diserahkan kepada salah satu perusahaan rekanan pengadaan APD, Kemudian Rp 2.100.000 untuk pembelian kebutuhan obat-obatan berupa vitamin, lalu Rp 3.700.000 adalah pembayaran pajak, kemudian untuk belanja operasional tinggal Rp 1.2000.000,-. Jadi ternyata memang pencairan lebih awal menggunakan rekanan pengadaan barang dan jasa,” ungkap politikus PDIP ini.
Menanggapi dua pertanyaan itu, Kepala DPMD Kabupaten Muna Rustam mengatakan bahwa pengadaan APD di desa tidak dilakukan melalui pihak ketiga.
Namun proses pengadaannya, kata dia, diserahkan penuh kepada kepala desa. Proses pengadaan APD, kepala desa harus berkoordinasi dengan pihak Dinas Kesehatan atau Puskesmas yang ada di kecamatan setempat.
“Kami tidak mengenal yang namanya kontrak pengadaan, tetapi kami sampaikan bahwa silakan membeli tetapi harus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan atau Puskesmas di masing-masing kecamatan. Tidak ada petunjuk apalagi informasi dari kami. Justru kami sudah mewanti-wanti itu,” ujarnya.
Rustam mengungkapkan, bahwa dirinya bersama Assisten III Ali Basa menghadap kejaksaan. Mereka dipanggil untuk mengklarifikasi informasi yang beredar tentang format pengadaan alat-alat pencegahan Covid-19 di Muna.
“Kami juga bersama asisten III sudah dipanggil kejaksaan untuk melakukan klarifikasi tentang informasi ini. Setelah itu kami mengirim surat penegasan kepada kepala desa bahwa dalam rangka pencegahan Covid-19 harus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, minimal Puskesmas setempat yang ada di kecamatan,” tegasnya.
Kemudian, mantan Anggota Bawaslu Muna ini mengaku kaget atas informasi yang disampaikan oleh Anggota DPRD Muna La Ode Iskandar terkait anggaran operasional relawan Covid-19 yang ada di desa.
“Karena seingat saya memang di dalam ada operasional, ada pengadaan dan pajak. Itu yang kami tau, tapi kisaran Rp 40 juta ini kami baru saya dapat, tapi kami akan klarifikasi semua yang masuk, karena kami juga sudah klarifikasi dan pertanggungjawabkan,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Muna, Cahwan mengingatkan kepada semua pihak yang masuk dalam tim gugus tugas Covid-19 di Muna agar tidak mengambil keuntungan dari wabah virus Corona.
“Mudah-mudahan seluruh stakeholder yang masuk dalam tim gugus tugas penaggulangan Covid-19 di Muna tidak ada niat sedikit pun untuk mengambil keuntungan dari anggaran penanganan Covid-19, baik dalam rangka pengadaan barang dan jasa maupun dari dampak sosial. Kita berharap, kita harus bekerja secara tulus dan ikhlas dalam rangka menangani wabah ini tanpa harus berharap keuntungan,” pungkasnya.
Informasi yang dihimpun media ini, setiap kepala desa yang sudah cair anggaran penanganan Covid-19 nya harus disetor kembali ke dinas untuk pengadaan alat-alat pencegahan penyebaran virus Corona.
Sementara, dalam kegiatan penanganan dan pencegahan Covid-19 ini, para kepala desa bersama relawan di desa sudah bekerja dari jauh hari sebelum anggaran cair dengan menggunakan dana talangan yang diusahakan dengan cara masing-masing.
Bahkan, ada beberapa kepala desa harus mengutang di Bumdes untuk kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan Covid-19, seperti, untuk biaya pengadaan masker, fasilitas cuci tangan, sprayer (alat penyemprot), termasuk pengadaan bahan-bahan pembuatan disinfektan yang pembuatannya berkoordinasi dengan Puskemas di wilayah masing-masing.
Belakangan, giliran dana desa untuk penanganan Covid-19 cair, yang rencananya akan menutupi biaya yang dikeluarkan selama ini, ternyata harus disetor kembali ke dinas melalui “juru tagih” yang keliling ke desa-desa. (adi/jie)