panjikendari.com – Pagi itu, Minggu 22 September 2019, sekitar pukul 10.00 Wita, sejumlah alat berat meraung, mengeruk tanah di sebuah kampung, Desa Torobulu Kecamatan Laeya, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara.
Sedikitnya lima alat berat terlihat beroperasi saat itu. Dua diantaranya di atas gundukan tanah yang lumayan tinggi, di belakang rumah warga. Tiga lainnya di belakang sekolah; SDN 12 Laeya.
Begitulah sekilas aktivitas tambang yang terlihat kemarin. Material tanah dikeruk dan dikumpul menjadi sebuah gundukan. Konon kabarnya, tanah tersebut menjadi bahan baku pembuatan logam nikel. Masyarakat disebutnya sebagai ore nikel.
Setiap pengendara yang melintas di jalan poros menuju atau yang datang dari Pelabuhan Very Torobulu itu, dapat menyaksikan dengan terang benderang betapa mirisnya aktivitas tambang di daerah tersebut.
Karena lokasinya tak jauh berada di belakang rumah warga, praktis rumah-rumah warga di sekitar lokasi terpapar debu-debu tambang. Sedikitnya ada 29 rumah warga yang terkena dampak dari aktivitas tambang tersebut.
Selain rumah, ada SDN 12 Laeya dan PAUD Islami Al-Hidayah yang menjadi sasaran debu. Tinggal dibayangkan saja bagaimana suasananya ketika anak-anak di sekolah itu belajar disaat aktivitas tambang berjalan.
Saat jurnalis media ini mencoba masuk di lingkungan sekolah, tak satupun murid yang terlihat. Maklum hari libur. Yang terlihat hanya alat berat beroperasi di belakang sekolah.
Di jalan poros sekitar sekolah, tampak ibu-ibu berjalan kaki menenteng ember kecil dan memegang sapu serta alat pel lantai. Mereka terlihat masuk dari rumah satu ke rumah yang lain.
“Kita keliling menyapu di rumah-rumah,” jawab salah seorang diantaranya.
Jurnalis media ini sengaja menghampiri dua ibu paruh baya berhijab yang kebetulan lewat di jalan. Dari keterangan yang disampaikan, mereka berjumlah 7 orang, digaji oleh perusahaan tambang untuk membersihkan lantai rumah warga dari kotoran debu.


Sejatinya, menurut pengakuan keduanya, ada 29 rumah yang terdata menjadi sasaran kerja mereka. Namun dari jumlah tersebut, hanya 16 rumah yang bersedia dibersihkan. “Yang lain tidak mau (dibersihkan),” katanya.
Menurut mereka, pekerjaan membersihkan rumah-rumah warga dari debu tambang baru dilakoni sekitar dua minggu. Setiap hari diberi upah Rp 50.000. Mulai bekerja pukul 09.00 Wita atau pukul 10.00 Wita. Kadang selesai sampai pukul 12.00 Wita.
Mereka sangat senang dengan pekerjaan sampingan tersebut. Lumayan bisa dapat tambahan belanja dapur Rp 50.000 per hari.
Saat ditanya perusahaan apa yang pekerjakan mereka, salah seorang ibu menyebut satu nama perusahaan; PT WIN.
“Saya dengar-dengar katanya banyak perusahaan di dalam. Tapi kita tidak tau yang lain. Bukan saja di sini (yang diolah), sampe di sana eee..!!,” kata ibu itu sambil menunjuk ke arah di seberang jalan yang lumayan jauh dari lokasi tersebut.
Tak jauh dari lokasi tersebut, memang ada jalur yang memotong jalan poros, yang digunakan untuk lalu lintas truk-truk berukuran besar pengangkut material tambang.
Kemungkinan, jalur tersebut menuju pelabuhan khusus di perairan Torobulu, perairan dimana kapal Very Torobulu-Tampo melintas.
Jika pengguna jasa penyeberangan laut Torobulu-Tampo menyeberang dengan kapal very, maka akan disuguhkan pemandangan aktivitas tambang di sekitar bibir pantai.
Terkadang, ada kapal tongkang besar yang sandar atau berlabuh di dermaga khusus tersebut. Tak jarang, sejumlah penumpang kapal mengabadikan pemandangan tersebut.
Bahkan dijadikan sebagai latar ber-selfie ria bagi penumpang yang punya hobi selfie.
Laporan: Jumaddin Arif