panjikendari.com – Bencana banjir yang melanda beberapa wilayah di Indonesia, tak terkecuali Sulawesi Tenggara (Sultra), patut menjadi bahan introspeksi bagi semua komponen, bahwa pengelolaan sumber daya alam (SDA) dengan tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan akan mendatangkan musibah.
Sosiolog IAIN Gorontalo, Dr Muhammad Obie, menuturkan, tesis Bryant & Bailey (1997) dalam buku The World Political Ecology menerangkan bahwa keuntungan pengelolaan SDA hanya dinikmati oleh aktor tertentu (korporasi & oknum penguasa korup) sementara kerugian atas semua itu ditanggung oleh masyarakat lokal.
“Kebenaran tesis ini dapat kita saksikan secara gamblang di kawasan tambang nikel dan kawasan sawit yang baru saja dihantam banjir di mana-mana. Faktanya, kelimpahan SDA menjadi kutukan bagi masyarakat lokal,” kata Muhammad Obie, kepada panjikendari.com, melalui pesan WhatsApp-nya, Senin, 17 Juni 2019.
Menurut alumni Program Postdoctoral Fellow di Universitas Vienna Austria tahun 2016 dengan kajian konflik sumber daya alam ini, bencana banjir akibat eksploitasi tambang tak beraturan ditambah pembukaan lahan yang tidak memperhatikan etika lingkungan adalah tragedi ekologi.
Belum lagi soal ketidakadilan struktural dan post-struktural yang menyebabkan lenyapnya basis penghidupan pedesaan, yaitu terjadi ketidakadilan relasi kekuasaan dalam pengelolaan SDA, dimana korporasi memperoleh akses seluas-luasnya dari izin hak guna usaha (HGU) yang diberikan penguasa, sementara akses masyarakat lokal atas SDA yang menjadi basis penghidupannya tertutup.
“Datangilah mereka, berbicaralah dengan hati, maka kita akan merasakan betapa mirisnya pengelolaan SDA negeri ini,” kata putra daerah Sultra ini yang baru saja melakukan perjalanan balik lebaran dari Muna menuju Gorontalo.
Dalam perjalanannya dengan menempuh jalur darat, alumni Program Doktor Sosiologi Pedesaan IPB Bogor ini, melihat secara langsung bencana yang sedang terjadi di Bumi Mekongga khususnya di wilayah Konawe Selatan, Konawe, dan Konawe Utara.
Menurut pengamatannya, gunung-gunung yang menjadi lokasi tambang nikel dibiarkan terbuka sehingga ketika hujan turun tidak lagi menyerap air. Air hujan dari pegunungan mengalir deras ke bawah menuju sungai dan tidak dapat ditampung oleh sungai sehingga meluap ke mana-mana, baik di perkampungan warga, perkebunan dan jalan-jalan.
Kondisi yang sama terjadi di kawasan sawit, pembukaan lahan sawit dengan menebang hutan sehingga ketika hujan turun air tidak lagi terserap dan mengalir dengan derasnya serta menghantam apa saja yang dilaluinya.
Sebagai sosiolog, Muhammad Obie hanya menguraikan fenomena. Kata dia, penguasalah yang memikirkan solusi terbaik atas permasalahan ini, karena ia memegang kekuasaan dan menerima gaji atas kekuasaannya.
“Kalau memang dampak buruknya lebih besar untuk daerah, bisa saja ia mencabut izin-izin yang ada itu, tapi saya tidak yakin pemda berani melakukan itu,” tutup pengajar pada Jurusan Sosiologi IAIN Gorontalo ini. (jie)