Oleh: Rahma Suriani
(Mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Ilmu Kesehatan, Universitas Mandala Waluya Kendari)
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfer. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut, dan lain-lain). Kemudian, polutan tersebut mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada akhirnya sampai ke manusia.
Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh organisme laut tersebut dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Karena kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan yang berasal dari daerah tercemar kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga makanan laut (seafood) yang berasal dari pantai dan laut yang tercemar juga mengandung bahan polutan yang tinggi.
Permasalahan sampah yang ada di laut dari hari ke hari semakin tak terbendung. Hal ini menimbulkan dampak kerusakan luar biasa pada kehidupan laut. Selain mengotori lautan, sampah juga termakan dan meracuni hewan-hewan laut. Sebagai contohnya adalah biota laut yang kerap kali tersangkut kumpulan sampah bahkan memakan sampah plastik dan mikroplastik karena menganggap sampah tersebut adalah makanan. Bahaya sampah yang mengandung zat-zat kimiawi pada hewan diantaranya adalah menimbulkan luka fisik di saluran usus, translokasi ke jaringan atau organ lain. Hal ini biasa terjadi di wilayah sekitar pantai Tanjung Taipa, Kabupaten Konawe Utara.
Wisata permandian Tanjung Taipa yang terletak di Desa Taipa Kecamatan Lembo Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), merupakan salah satu destinasi yang masuk dalam wisata segi tiga berlian yang dicanangkan oleh pemerintah daerah setempat. Namun sayang, kondisi wisata tersebut sangat memprihatinkan. Pasalnya, disepanjang pesisir pantai kotor dipenuhi sampah mulai dari sampah plasti hingga potongan kayu yang terbawa ombak. Kondisi tersebut membuat sejumlah pengunjung yang datang ke lokasi wisata mengeluh. Pengunjung pun meminta agar pemda setempat memperhatikan lokasi wisata tersebut.
Sampah plastik terlihat berserakan di kawasan Pantai Tanjung Taipa. Sampah bekas makanan dan minuman tampak tergelatak begitu saja di hamparan pasir sepanjang bibir pantai. Potret sampah tidak hanya mengganggu keindahan objek wisata yang kini digarap sebagai destinasi unggulan Sultra. Namun membuat pengunjung risih. Kegiatan manusia seringkali secara sengaja maupun tidak sengaja menghasilkan sampah. Sampah yang ada di kawasan pesisirv pantai Tanjung Taipa lebih banyak hadir karena terbawa arus aliran sungai yang malah berakhir di laut. Dampaknya, sampah tersebut malah lebih sulit terangkut dan berpotensi mencemari lingkungan hingga bertahun-tahun ke depan. Selain karena terbawa aliran air, sampah di laut bisa juga dihasilkan dari kegiatan manusia di lautan. Penumpang kapal yang melintasi laut tidak jarang secara sadar melemparkan sampah mereka ke lautan. Bisa juga terjadi karena barang tersebut jatuh atau tertiup angin.
Hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mulai mengurangi timbulan sampah baru agar sampah tidak semakin menumpuk. Dalam prinsip 3R, langkah reduce atau mengurangi sampah menjadi langkah pertama yang mesti dilakukan agar dapat ikut mengurangi produksi sampah. Seperti mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai yang saat ini jumlahnya sudah sangat banyak di lingkungan.
Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan pembersihan melalui pengangkutan sampah-sampah yang ada. Salah satunya yang dilakukan oleh beberapa Organisasi kepemudaan di Konawe Utara, di mana para anggotanya yang merupakan penyelam scuba ikut membantu melakukan penyelaman untuk membersihkan lautan. Solusi yang diberikan dengan memberikan jala pembatas. Dibentuk sebuah jala pembatas yang menghasilkan arus sirkulasi yang membantu plastik bergerak ke target lokasi yang diinginkan. Sampah pun akan menumpuk di area jaring, lalu dibungkus sesuai aturan jika sudah penuh, dan nantinya diangkat menuju daratan untuk dikelola lebih lanjut. Selain itu, perlu juga diselenggarakan penanganan sampah plastik di laut melalui aturan dan kebijakan. Pemerintah Indonesia sepertinya perlu memberikan sosialisasi mengenai tata cara pengelolaan sampah di kapal penumpang atau barang ketika berlayar.
Sayangnya saat ini, belum ada peraturan khusus terkait penanganan alat tangkap yang dibuang ke laut. Oleh karena itu, masih banyak orang yang dengan sesuka hati membuang sampahnya tidak pada tempatnya. Terlebih karena belum adanya ketegasan dari pemerintah selaku pelaksana kegiatan negara. Padahal, terdapat aturan yang jelas memuat bahwa pelayaran harus dilakukan dengan sehat dan tidak menimbulkan sampah. Itu berarti orang-orang yang ikut dalam sebuah pelayaran, termasuk penumpang wajib mengikuti aturan tersebut. (**)