Oleh: Rizky Syaputri Adli
(Mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Ilmu Kesehatan, Universitas Mandala Waluya Kendari)
Pemberdayaan masyarakat dapat dipahami sebagai upaya untuk memulihkan atau meningkatkan kemampuan suatu kelompok agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat secara bermartabat. Mangrove merupakan tumbuhan yang sangat menjanjikan karena setiap bagiannya dapat dimanfaatkan untuk membuat pengobatan tradisional, selain untuk melindungi daratan dari gelombang laut.
Pemanfaatan ekosistem mangrove telah lama dilakukan oleh masyarakat, Mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dan perubahan lingkungan utama dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota baru, ekosistem ini juga berfungsi dalam mengolah limbah melalui penyerapan kelebihan nitrat dan phospat sehingga dapat mencegah pencemaran dan kontaminasi di perairan sekitarnya. Pemanfaatan ekosistem mangrove dilakukan oleh masyarakat antara lain dengan mengeksport udang, kepiting yang mempunyai nilai tinggi, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang banyak dilakukan diberbagai daerah di Indonesia.
Melimpahnya hutan mangrove tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan masyarakat pesisir dalam pemanfaatannya. Kehidupan masyarakat pesisir sebagian besar dipengaruhi oleh hasil laut dan bermata pencaharian sebagai nelayan. Namun pada musim paceklik para nelayan tidak pergi melaut dikarenakan gelombang tinggi dan sulitnya hasil tangkapan ikan, sehingga tidak ada ikan yang ditukar dengan beras. Ketergantungan terhadap beras, kurangnya pengetahuan dan terbatasnya diversifikasi pangan dapat mengakibatkan terjadinya kerawanan pangan. Kerawanan pangan adalah kondisi kurang pangan (untuk tingkat rumah tangga berarti kepemilikian pangan lebih sedikit daripada kebutuhan, dan untuk tingkat individu merupakan konsumsi pangan lebih rendah dari kebutuhan biologis) yang disebabkan karena adanya kejutan yang mendadak dan terduga, seperti musim paceklik, kekeringan. Pada kondisi demikian, pemanfaatan pangan lokal wilayah pesisir seperti buah mangrove sangatlah diperlukan. Buah mangrove jenis lindur (Bruguiera gymnorrhiza Lamk.) dapat dieksplorasi sebagai sumber pangan lokal baru terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi hutan mangrove yang luas, tetapi harus memperhatikan dan menjaga kelestarian dari ekosistem hutan mangrove tersebut.
Satu kilogram buah lindur yang sudah dikupas akan menghasilkan 400gr tepung. Setelah menjadi tepung baru dapat diolah menjadi bahan baku dalam pembuatan makanan.Tepung lindur mempunyai derajat putih yang rendah tetapi justru dalam aplikasi untuk pengolahan pangan tidak dibutuhkan pewarna makanan. Secara alami buah lindur ini memberikan warna coklat. Bisa dibentuk menjadi adonan yang kalis dan mempunyai kandungan amilosa hampir sama dengan beras yaitu sekitar 17% (Priyono dkk, 2010). Tepung lindur memiliki potensi sebagai pengganti terigu. Tepung lindur memiliki kandungan karbohidrat dan pati lebih tinggi dari tepung terigu.
Di Indonesia tepung terigu masih disubsidi oleh pemerintah. Salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan tepung terigu adalah dengan memanfaatkan potensi lokal tepung dari buah lindur dan brayo. Beberapa keuntungan pemanfaatan buah brayo lindur (Bruguiera gymnorrhiza Lamk.) menjadi tepung pengganti terigu antara lain adalah termanfaatkannya sumberdaya lokal yang terdapat di daerah pesisir, sebagai pangan alternatif untuk mengatasi masalah kerawanan pangan.
Berbagai teknologi tepat guna dapat digunakan untuk mengolah buah mangrove di desa Motui, sehingga buah mangrove yang awalnya belum dimanfaatkan secara optimal bisa bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Untuk memecahkan masalah tersebut diatas, maka dilakukan pengolahan buah mangrove jenis lindur dan brayo menjadi tepung mangrove pengganti terigu. Tepung mangrove merupakan sumber pangan alternatif berbasis potensi lokal masyarakat.
Wilayah pesisir dan lautan di Indonesia mengandung potensi sumberdaya alam yang melimpah, namun sekaligus juga menyimpan permasalahan yang perlu ditangani secara terintegrasi dan terpadu, yang membutuhkan peran administrasi publik dalam pengelolaannya. Mangrove yang tumbuh di wilayah pesisir membutuhkan peran masyarakat pesisir, yang dalam pelaksanaannya membutuhkan pemberdayaan. Dengan pemberdayaan masyarakat lokal maka keberlanjutan wilayah pesisir akan makin terjaga, karena selain melakukan konservasi mereka juga memperoleh manfaat sosial ekonomi untuk kesejahteraan hidupnya. Dengan demikian direkomendasikan pengelolaan wilayah pesisir yang komprehensif. (**)