panjikendari.com – Pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan pemegang surat keterangan (Suket) perekaman KTP elektronik untuk memilih pada Pemilu 17 April 2019, Bawaslu Sulawesi Tenggara (Sultra) mengingatkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) sebagai instansi yang mengeluarkan suket.
“Terkait ini, Disdukcapil mesti hati-hati. Sebab, Disdukcapil itu bisa mengeluarkan beragam surat keterangan berkaitan dengan kependudukan. Terkait putusan MK ini, suket yang harus dikeluarkan adalah suket untuk masyarakat yang telah melakukan proses perekaman,” terang Komisioner Bawaslu Sultra Munsir Salam, ditemui saat sosialisasi UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diselenggarakan Bawaslu RI dan Komisi II DPR RI, di Kecamatan Wuawua, Kota Kendari, Jumat malam, 29 Maret 2019 .
Munsir mengatakan, di satu sisi, putusan MK tersebut memberikan harapan kepada masyarakat yang sudah melakukan perekaman namun belum memiliki KTP elektronik untuk menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 17 April 2019 nanti.
Sebab, sebelum adanya putusan MK, seseorang yang akan menyalurkan hak pilihnya di TPS harus membawa KTP elektronik, yang belum memiliki KTP elektronik tidak bisa memilih. “Itu sudah diubah, MK telah memutuskan (pemegang suket dibolehkan memilih) untuk menjamin hak politik masyarakat,” ujarnya.
Namun di sisi lain, lanjut dia, putusan itu juga akan menjadi tantangan bagi semua pihak dalam memastikan bahwa suket yang diterbitkan nanti benar-benar diberikan tepat sasaran. “Jangan sampai palsu, dan jangan sampai diterbitkan untuk memobilisasi pemilih,” kata Munsir.
Olehnya itu, kata Munsir, mengimbau kepada Bawaslu kabupaten/kota bersama seluruh jajarannya mulai dari Panwaslu kecamatan, kelurahan/desa hingga Pengawas TPS, untuk mengawasi potensi kecurangan dalam penerbitan suket.
“Kami juga mengharapkan peran serta masyarakat dalam membantu mengawasi atau menginformasikan kepada pengawas kami di lapangan jika ditemukan adanya indikasi kecurangan. Bukan saja adanya indikasi kecurangan suket tapi juga termasuk indikasi kecurangan lainnya,” harap Munsir.
Disamping itu, Munsir juga mengharapkan kepada KPPS yang bertugas di TPS untuk memastikan bahwa suket yang dibawa oleh masyarakat adalah suket asli yang resmi dikeluarkan oleh instansi berwenang dalam hal ini Disdukcapil. “Hal itu penting dilakukan demi suksesnya pesta demokrasi 17 April nanti,” tandasnya.
Lebih jauh tentang putusan MK, Munsir menambahkan, selain membolehkan pemegang suket perekaman KTP elekronik untuk memilih, putusan MK tersebut juga memerintahkan kepada penyelenggara Pemilu untuk tetap memberikan pelayanan pindah memilih kepada pemilih yang akan menyalurkan suaranya di TPS lain dimana yang bersangkutan melakukan tugas tertentu.
“Kalau undang-undang sebelum ada putusan MK, DPTb ditutup 30 hari sebelum hari H. Tapi MK memutuskan, batasnya sampai 7 hari sebelum hari H. Jadi sampai 7 hari sebelum hari Pemilu, masyarakat karena alasan tugas tadi, itu masih bisa didaftar,” terangnya.
Selanjutnya, dalam putusan MK memungkinkan bagi KPU untuk menambah TPS oleh karena adanya dinamika pemilih. Namun demikian, hal itu harus dilakukan berdasarkan peprtimbangan-pertimbangan bagaimana menjamin proses penyaluran hak pilih tadi.
“Jadi pada prinsipnya, penambahan TPS bukan sudah dikunci mati tetapi jika ada alsan tertentu, memungkinkan bagi KPU mengambil kebijakan menambah TPS, untuk menjamin hak pilih pada konsentransi pemilu tertentu yang tidak bisa terlayani hak pilihnya, misalanya di Lapas, KPU dapat membuat tambahan TPS,” terangnya.
Di Sultra sendiri, kata dia, ada dua yang diusulkan penambahan TPS setelah ditetapkan KPU Sultra yaitu di Kota Baubau dan Kota Kendari, akibat identifikasi pemilih yang masih ada di Lapas. (jie)