panjikendari.com – Pengamat politik Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Najib Husain, menyampaikan bahwa sebagian besar pemilih pemula terutama pemilih milenial di Sulawesi Tenggara (Sultra) belum mengetahui hari dan tanggal Pemilu 2019.
Hal itu diketahui berdasarkan hasil survei yang dilakukan beberapa mahasiswanya terhadap pemilih pemula yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di beberapa wilayah di Sultra.
“Data itu sejalan dengan hasil survei LSI (Lingkaran Survei Indonesia) bahwa masih ada 50 persen masyarakat yang belum tahu tanggal pencoblosan,” tutur Najib Husain, saat menjadi pemateri pada kegiatan dialog publik bertajuk ‘Memperkuat Kuntabilitas Kelembagaan Penyelenggara Pemilu dalam Menghasilkan Pemilu 2019 yang Berintegritas dan Berkualitas di Sulawesi Tenggara,’ di salah satu hotel di Kendari, Selasa, 26 Februari 2019.
Ketua Program Studi Ilmu Politik UHO Kendari ini menilai, hasil survei tersebut menunjukkan bahwa perlu ada perbaikan dalam hal sosialisasi Pemilu. Padahal, biaya paling besar di KPU adalah sosialisasi.
Kata Najib, mestinya dengan anggaran sosialisasi yang begitu besar dapat diformat melalui kegiatan-kegiatan yang inovatif, kreatif, dan tidak monoton. “Setiap Pemilu selalu bentuk sosialisasinya seperti itu. Kita panggil mahasiswa, kita panggil murid, kemudian kita ceramahi di panas matahari. Mana mau kena sosialisasi seperti itu,” tandas Najib.
Olehnya itu, kata dia, perlu format yang lebih bagus dalam sosialisasi Pemilu kedepan, utamanya terhadap pemilih pemula atau pemilih milenial supaya Pemilu bisa menjadi sebuah pesta demokrasi yang sesungguhnya.
Lebih jauh Najib memaparkan, sosialisasi Pemilu yang tidak efektif akan mempengaruhi tingkat partisipasi dalam Pemilu itu sendiri. Najib lantas menggambarkan dan membandingkan tingkat partisipasi pemilih pada Pilpres 2014 dan Pilcaleg 2014 di Sultra.
Menurutnya, pada Pilpres 2014, tingkat partisipasi pemilih di seluruh kabupaten/kota di Sultra menurun dibanding pemilihan legislatif 2014. Pada legislatif tingkat parsipasi pemilih mencapai 70 persen lebih, menurun menjadi 60 persen pada Pilpres 2014.
“Artinya, kondisi ini akan mengkhawatirkan, karena di Pemilu 2019 perhatian kita lebih pada pemilihan presiden dan wakil presiden, kita tidak memerhatikan bagaimana pemilihan legislatif, padahal ada empat agenda (pemilihan) penting lainnya. Dan kalau ini terjadi, bisa jadi tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 akan menurun, kalau logika ini yang kita gunakan,” kata Najib.
Olehnya itu, lanjut dia, kinerja penyelenggara Pemilu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pertisipasi Pemilu. Peran penyelenggara dalam hal ini KPU dalam mendorong partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 nanti sangat menentukan.
Termasuk, kata Najib, bagaimana memberikan edukasi ke masyarakat bahwa Pemilu 2019 ini bukan hanya ada pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden, tetapi ada juga pemilihan legislatif, yaitu pemilihan calon anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan pemilihan calon anggota DPRD kabupaten/kota.
Menanggapi hal ini, dalam kegiatan yang sama, Ketua KPU Sultra La Ode Abdul Natsir, menyampaikan, KPU Sultra dan seluruh jajarannya ke bawah telah bekerja ekstra untuk bagaimana Pemilu 2019 berjalan dengan sukses, terutama bagaimana mendorong partisipasi pemilih di semua segmen.
Menurut dia, Pemilu 2019 ini memang tergolong rumit karena lima agenda dilakukan sekaligus sehingga butuh peran dari seluruh komponen masyarakat dalam mensosialisasikan tentang Pemilu 2019.
“Seperti yang kita ikuti hari ini, teman-teman dari Forum Konsolidasi Demokrasi yang telah menginisiasi kegiatan dialog publik ini. Apa yang kita dapat hari ini, termasuk dari pak Najib tadi akan menjadi masukan,” katanya.
Menurut Natsir, kegiatan dialog kepemiluan seperti ini sebenarnya sudah sering dilakukan oleh KPU kabupaten/kota dengan melibatkan berbagai stakecholder dengan harapan agar hak-hak masyarakat dalam menyalurkan suaranya saat Pemilu nanti dapat terpenuhi. (jie)