panjikendari.com – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri Putri belum menerbitkan rekomendasi kepada bakal calon bupati untuk diusung pada Pilkada Muna 2020.
Dari sekian banyak calon kepala daerah yang diusung PDIP seluruh Indonesia di Pilkada serentak 2020, baru Buton Utara (Butur) di Sulawesi Tenggara yang resmi mengantongi surat sakti dari Megawati, yakni, Abu Hasan-Suhuzu.
Sedangkan untuk Muna, para kandidat yang mengharapkan restu dari Megawati, harus menunggu pengumuman kesempatan berikutnya. Menurut informasi yang berkembang, PDIP akan mengumumkannya pada 17 Maret 2020.
Ada beberapa figur yang dikabarkan bersaing mendapatkan pintu PDIP di Pilkada Muna. Mereka adalah Rusman Emba (petahana), Syarifuddin Udu, (pejabat di Kemendagri), dan Rajiun Tumada (bupati Muna Barat).
Dari tiga figur tersebut, Megawati diyakini akan memberikan “karpet merah” kepada figur yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi.
Keyakinan itu disampaikan Direktur Rajiun Center, Isroni Hamka, saat ditemui di Kendari, Sabtu, 29 Februari 2020.
Menurut Isroni Hamka, PDIP sebagai partai penguasa akan mempertimbangkan tingkat popularitas dan elektabilitas dalam menentukan bakal calon untuk maju pada setiap kontestasi Pilkada.
Dari beberapa bakal calon yang akan maju di Pilkada Muna, kata Isroni, Rajiun Tumada tidak bisa dipungkiri sebagai figur yang memiliki elektabilitas tertinggi berdasarkan hasil survei beberapa lembaga.
“Masyarakat Muna sangat antusias menyambut Rajiun saat melakukan silaturahmi di semua titik yang dikunjungi. Sudah sekitar 200 titik yang beliau (Rajiun) kunjungi. Masyarakat Muna menginginkan beliau untuk memimpin Muna, karena beliau dianggap sebagai pelopor pembangunan Muna Barat,” kata Isroni.
Oleh karena itu, kata Isroni, Rajiun memiliki elektabilitas tertinggi dibanding Balon yang lain. Persentase elektabilitasnya terus bergerak naik sehingga selisih dengan petahana sudah mencapai angka dua digit.
“Kita berharap ibu Megawati memberikan rekomendasi kepada figur yang tepat di Pilkada Muna. Apalagi kalau dipasangkan dengan calon wakil yang juga memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi,” ujar Isroni.
Memang, kata Isroni, PDIP mengutamakan kader untuk diusung di Pilkada. Namun, tidak semua juga kader menjadi prioritas, bergantung pada pertimbangan rasional partai.
“Logikanya memang kader harus menjadi prioritas, tapi DPP tentu saja memiliki indikator tertentu dalam memberikan penilaian. Dan bisa saja karena indikator itu sehingga seorang kader tidak jadi prioritas.”
“Itulah politik. Semuanya menyangkut tentang ilmu kemungkinan. Yang tidak mungkin bisa saja menjadi mungkin, dan sebaliknya,” katanya.
Isroni menambahkan, PDIP tentu diyakini akan mengutamakan kepentingan politik yang lebih besar dan jangka panjang, yakni tahun 2024.
“Karena alasan inilah sehingga kemungkinan PDIP melepas kadernya dan merekrut kader baru yang lebih potensial sangat terbuka lebar,” pungkasnya. (jie)