panjikendari.com – Peraturan Desa (Perdes) merupakan salah satu produk perundang-undangan terendah dalam hirarki perundang-undangan. Perdes merupakan acuan bagi pemerintah desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa.
Pada umumnya, pemerintah desa mengalami permasalahan yang sama yakni minimnya pemahaman secara teknis dalam penyusunan Perdes. Akibatnya, pemanfaatan sumber pendapatan asli desa tidak maksimal karena tidak diatur melalui Perdes.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammdiyah Kendari (UMK) untuk melakukan pendampingan melalui kegiatan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Penyusunan Produk Hukum di Desa Puuwulo dan Desa Labokeo Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Minggu, 9 September 2018.
Tim PKM Universitas Muhammadiyah Kendari terdiri dari dua orang Dosen dari Fakultas Hukum yaitu Ahmad Rustan, SH.,MH selaku Ketua Tim dan Dirawati, SH.,MH selaku anggota Tim.
Ahmad Rustan mengungkapkan, kegiatan ini sasarannya adalah Kepala Desa, perangkat Desa, anggota BPD, tokoh masyarakat pada kedua desa yang ditargetkan sebanyak 20 (dua puluh) orang peserta. Akan tetapi yang hadir justru lebih banyak yakni 51 orang.
Bagi Rustan, kegiatan ini sangat bermanfaat bagi kedua desa mitra karena dibekali, baik dari segi aspek teori maupun teknis penyusunan Perdes. Sehingga Rustan berharap, melalui kegiatan tersebut ada peningkatan pemahaman dan keterampilan bagi perangkat desa maupun masyarakat dalam menyusun Perdes. Kedua Mitra dengan bimbingan dari Tim PkM Universitas Muhammadiyah Kendari berhasil menyusun Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes) tentang Pungutan Desa.
“Dengan adanya produk Ranperdes, kedua mitra nantinya akan ditindaklanjuti sesuai dengan tahapan pembentukan Perdes,” kata Rustan.
Lebih lanjut Rustan menguraikan bahwa dari segi aspek sosial, desa tanpa didukung dengan peraturan desa, maka segala penarikan uang dari masyarakat dapat dikategorikan sebagai pungutan liar karena tidak didasarkan pada peraturan yang sah.
Sehingga nantinya, lanjut dia, juga akan berpengaruh terhadap pembangunan desa yang berkelanjutan. Dari segi aspek budaya, tanpa adanya Peraturan Desa semakin mengikis eksistensi budaya dalam masyarakat karena tidak dipertahankan melalui peraturan yang formal. Dari aspek mutu layanan, masyarakat dipastikan tidak akan mendapatkan layanan yang bermutu dan berkualitas karena tidak dituangkan dalam produk hukum yang dapat memberikan kepastian dan jaminan layanan dari pemerintah desa.
Sementara itu, lanjut dia, dari segi aspek kehidupan masyarakat, tanpa adanya dasar hukum dalam menjalankan pemerintahan desa, maka sesungguhnya kehidupan masyarakat berada dalam ketidak pastian khusunya yang berkaitan dengan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Sementara itu, Kepala Desa Puuwulo, Juswan, sangat mengapresiasi kegiatan dari LPPM Universitas Muhammadiyah Kendari, sehingga dengan adanya kegiatan ini masing-masing pihak memahami bagaiman secara teknis Perdes itu disusun.
Partisipasi masyarakat sangat penting terlibat dalam proses penyusunan Perdes agar kepentingan masyarakat terakomodasi secara hukum.
Menurut Juswan, pungutan yang dilakukan di desa selama ini hanya ditentukan sendiri oleh kepala desa baik dari segi jenis maupun nilai yang harus dibayarkan.
Hal ini disebabkan karena minimnya pemahaman perangkat desa dalam pembentukan produk hukum yang dijadikan dasar untuk melakukan pungutan atau retribusi desa secara resmi.
Padahal, ada beberapa jenis produk hukum di desa yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan tindakan hukum yakni Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Badan Permusyawaratan Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
Prinsip penyusunan produk hukum di desa tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan diatasnya. Selain itu, materi yang diatur didalamnya harus ada kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan.
Juswan berharap, dengan kegiatan ini, esensi dari prinsip Negara hukum tersebut menghendaki agar setiap tindakan hukum pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk pada level pemerintahan desa harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan.
Desa diharapkan menjadi ujung tombak pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri dan sejahtera serta dapat mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional sebagaimana ketentuan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP No. 43 Tahun 2014 pada Pasal 1 ayat 1 mengatur bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Penulis: Jumaddin Arif