Panjikendari.com – Juru bicara (Jubir) pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Muna La Ode M Rajiun Tumada dan H La Pili (RaPi), Wahidin Kusuma Putra, menyarankan kepada kubu petahana untuk tidak menggunakan taktik politik gaya lama dalam Pilkada Muna 2020.
Wahidin mengibaratkan dalam pertandingan sepak bola, ajang Pilkada Muna kali ini bukan El Clasico akan tetapi yang bertandang adalah penantang baru memiliki jiwa petarung, tidak seperti lawan lima tahun lalu yang memilih bersabar dan bertahan, dan pada akhirnya tropi kemenangan ‘direbut’ lawan.
“Jadi, jangan pakai taktik lama, karena ini bukan El Clasico. Yang bertandang ini petarung, datang untuk memberikan energi baru bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Muna,” kata Wahidin.
Taktik lama yang dimaksud Wahidin adalah strategi politik masa lalu yang digunakan dengan menciptakan konflik dan mengatur pola penyelesaian konflik dengan terus menggiring opini publik agar menjadi perhatian publik.
“Manajemen konflik yang mereka gunakan sangat tidak baik karena merugikan kepentingan orang banyak, merusak tatanan budaya masyarakat Muna. Ada indikasi kalau mereka mendesain keributan, dan seolah-olah pihak RaPi yang memprovokasi, padahal sebenarnya tidak. RaPi selalu dikambinghitamkan dalam setiap insiden keributan, seperti yang terjadi belakangan ini,” katanya.
“Desain keributan itu pada akhirnya ketahuan dari percakapan di grup WhatsApp internal mereka. Dalam screenshot percakapan grup WA mereka cukup jelas bagaimana pola mainnya,” tutur Wahidin.
Wahidin mengamati, pola yang dimainkan masih sama dengan lima tahun lalu. Bedanya, paslon dokter Baharuddin yang berpasangan dengan La Pili pada Pilkada Muna lima tahun lalu tidak melawan ketika diajak ribut.
“Pada Pilkada kali ini kita tidak boleh lengah. Masyarakat harus dikuatkan, tidak boleh ada yang merasa takut dan terintimidasi. Masyarakat harus diberi kebebasan memilih sesuai dengan hati nurani tanpa ada intervensi dan intimidasi,” ujarnya.
Lebih jauh Wahidin menyampaikan, kejadian-kejadian yang diduga sengaja diciptakan terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Muna.
Insiden terbaru, kata dia, kejadian di Desa Labaha yang terindikasi didesain. Kemudian kejadian penyerangan rumah Almarhum Imam Rianse pada Jumat malam di Jalan Dr. Sutomo.
“Terkait penyerangan rumah almarhum Imam Rianse, saya berani jamin itu bukan tindakan pihak kami. Tidak ada alasan yang logis bagi pihak kami untuk menyerang rumah Imam Rianse, jadi jangan percaya opini sesat yang dibangun oleh pihak lawan kami,” ucapnya.
Wahidin menyampaikan bahwa secara pribadi baik La Ode M Rajiun Tumada maupun La Pili sangat menyayangkan penyerangan rumah almarhum Imam Rianse termasuk keributan-keributan lainnya.
Untuk itu, Wahidin meminta kepada seluruh pihak khususnya aparat kepolisisan agar memberikan tindakan tegas terhadap para provokator di balik keributan-keributan yang terjadi.
“Kami menduga penyerangan Rumah Almarhum Imam Rianse adalah sabotase untuk menjatuhkan paslon RaPi. Coba kita pikir secara logis, siapa yang diuntungkan secara politik atas kejadian penyerangan di rumah Almarhum Imam Rianse itu. Kami pihak RaPi tidak mungkin melakukan tindakan yang secara politik merugikan paslon RaPi. Olehnya kami pikir, penyerangan itu pasti dilakukan oleh pihak yang ingin menggagalkan kemenangan paslon RaPi. Jika ini benar, maka saya anggap mereka terlalu kejam. Rela melakukan segala hal bahkan menyerang rumah pendukung mereka sendiri hanya untuk menjatuhkan paslon RaPi,” katanya.
“Mereka mau mengarahkan tuduhan penyerangan rumah Almarhum Imam Rianse ke pihak RaPi. Hanya karena ada baliho Rusman – Bachrun yang dirobohkan. Itu kan alasan bodoh dan tidak berdasar. Publik bisa menilai, siapa dalang di balik penyerangan tersebut. Itu sangat jelas desain pihak lain untuk menyudutkan dan menjatuhkan paslon RaPi,” tambahnya.
Oleh karena itu, Wahidin berpesan kepada seluruh masyarakat Muna agar berhati-hati terhadap pihak-pihak yang ingin menghancurkan Muna dengan menciptakan konflik hanya demi kepentingan politik kelompok dan pribadinya. (Erwino)