Oleh: Prof. Dr. Azhar Bafadal
Semua orang tahu dan paham bahwa Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kaya akan kandungan sumber daya alam (natural resources), terutama pada sektor primer yakni Pertanian dan Pertambangan. Kekayaan sumberdaya tersebut menjadi magnet bagi investor untuk berdatangan ke daerah ini mengeruk dan menikmati hasilnya, dengan satu dan tujuan lain mereka berlomba seolah tak ingin ketinggalan mengeksplorasinya dari perut bumi Sultra. Tulisan ini ingin memberikan ilustrasi mengenai investasi, terutama di Sulawesi Tenggara yang saat ini banyak menjadi sorotan dengan maraknya pertambangan dan mengalirnya tenaga kerja asing yang tak terbendung akibat investasi tersebut, dan melihat bagaimana kondisi investasi domestik yang notabene dilakukan oleh investor anak negeri merah putih.
Nilai Investasi
Dalam beberapa tahun terakhir kegiatan investasi Sultra menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Menurut data DPM-PTSP Sultra menunjukkan bahwa realisasi investasi pada tahun 2018 mencapai Rp10,6 triliun, dan tahun 2019 sebesar Rp18,64 triliun. Pada tahun 2020 investasi di Sultra ditargetkan sebesar Rp11,5 triliun, dan walau dalam masa pandemi Covid-19 ternyata realisasi investasi mampu mencapai Rp17,53 triliun. Investasi tersebut meliputi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Melihat data tersebut tampaknya iklim investasi di Sultra memiliki trend meningkat dan menggembirakan. Bahkan untuk tahun 2021 ini Pemerintah Daerah Sultra berani menargetkan investasi dapat mencapai Rp21 triliun dengan mengandalkan sokongan dari pertambangan nikel dan aspal.
Maraknya Investasi Pertambangan
Pada saat ini dapat dikatakan bahwa investasi pertambangan menjadi primadona di Sultra. Banyaknya perusahaan yang masuk dan menjamurnya izin pertambangan, belum lagi masalah tumpang tindihnya perizinan menunjukkan antusiasme yang besar investor untuk mengeruk kekayaan Sultra. Sebagai daerah yang sedang gencar membangun, maka secara makro tentu hal tersebut menggembirakan dan dapat membuat ekonomi tumbuh dengan pesat. Namun demikian, dalam tataran operasional investasi maka perlakuan terhadap penanaman modal dalam negeri perlu mendapat perhatian secara proporsional baik dari pemerintah maupun dari masyarakat.
Investor tambang nikel yang bercokol di Sultra terdiri atas penanaman modal asing (PMA) dan dalam negeri atau domestik (PMDN). Pada saat ini, ada kecenderungan bahwa PMA yang masuk seolah disambut dengan karpet merah, diberikan kebijakan dan insentif yang memadai sehingga memunculkan kesan bahwa tanpa masuknya mereka akan dapat melemahkan perekonomian daerah. Sebaliknya, kehadiran PMDN atau investor anak negeri tampaknya mereka harus berjuang keras untuk dapat menancapkan benderanya di negeri sendiri, mulai dari perjuangan perizinan, penataan kawasan dan hambatan masyarakat serta issue negatif yang dapat memojokkan investor anak negeri tersebut.
Mengapa Perlu Investasi Anak Negeri?
Tanpa melihat dari hanya sekedar besarnya nilai investasi yang ditanamkan maka saya memandang bahwa investasi yang dilakukan oleh pengusaha dalam negeri memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan penanaman modal yang dilakukan oleh investor dari luar negeri. Mengapa demikian? Mari kita lihat secara jernih permasalahan ini.
Hal pertama yang perlu dikemukakan bahwa besarnya investasi yang ditanamkan oleh investor memang dapat sebagai pertanda bahwa investor tersebut memiliki niatan serius untuk berinvestasi. Namun demikian, apakah besarnya investasi tersebut kira-kira juga sepadan atau setara dengan keuntungan yang telah dan akan mereka peroleh secara akumulatif dari tahun ke tahun? dan apakah dari hasil yang diperoleh investor juga memiliki tingkat pengembalian yang dapat dirasakan oleh daerah dan masyarakat secara lebih memadai dan bermakna ?
Kegiatan investasi diharapkan dapat memberikan efek pengganda (multiplier effect). Investasi anak negeri, bagaimanapun juga jeleknya niatan mereka (misalnya), maka saya yakin mereka akan tetap memandang bahwa “ini negeri saya, ini tempat dimana saya dan anak cucu saya akan berada”, maka kita yakini mereka memiliki nasionalisme menyelamatkan negerinya. Artinya, tanpa didoktrin pun mereka sudah paham akan arti kebangsaan dan nasionalisme. Ini adalah modal dasar, modal kuat sekaligus modal sosial (social capital) untuk meyakinkan kita semua bahwa mereka itu adalah bahagian dari anak bangsa. Dan saya yakin, modal sosial seperti ini tidak dimiliki oleh investor asing yang datang merambah kawasan negeri tercinta ini, kalau pun ada tentu kadarnya rendah sekali.
Bagaimana dengan aspek tenaga kerja? Investor anak negeri pasti akan menggunakan tenaga kerja dari dalam, baik tenaga kerja pada level atas maupun bawah. Selama semua jenis pekerjaan dapat dilakukan oleh tenaga kerja dari dalam negeri sudah barang tentu mereka tidak akan mendatangkan dari luar negeri. Dan ini merupakan sumbangsih yang jelas dan nyata oleh investor buat masyarakat. Bagi investor dalam negeri, mendatangkan tenaga kerja dari luar itu merupakan biaya besar buat perusahaan karena selain mereka meminta gaji yang relatif tinggi juga perusahaan harus menyedikan fasilitas dan tunjangan yang memadai. Untuk tenaga kerja level bawah yang tidak memerlukan keterampilan khusus maka dapat dipastikan bahwa perusahaan akan dapat menggunakan tenaga kerja lokal di sekitar areal pertambangan.
Penanaman modal asing memang biasanya mereka memiliki nilai investasi yang besar dan bahkan fantastis, tapi ingat…..dan selalu diingat bahwa mereka akan selalu memikirkan bagaimana dari nilai investasi tersebut dapat kembali ke negaranya sebanyak-banyaknya. Koq bisa? Mereka akan mengambil sebanyak mungkin tenaga kerja yang bisa mereka pekerjakan dari negaranya (apalagi kalau aturan ketenagakerjaan kita terlalu kendor) dan ini berarti uang kembali ke negara investor asing tersebut. Dan kebanyakan tenaga-tenaga ahli yang berupah tinggi juga didatangkan dari negaranya. Belum lagi kalo berbicara peralatan, utamanya alat berat bisa dipastikan akan dipasok langsung juga dari negaranya. Sedangkan kita tahu bahwa nilai alat berat tersebut tidak lah kecil apalagi dalam jumlah yang banyak.
Kedatangan investor diharapkan membawa perputaran uang semakin tinggi dimana dia berada. Dan di sini lah makna yang paling jelas. Investor domestik sudah tentu akan berbelanja di dalam negeri dan kawasan sekitar pertambangannya sehingga perputaran uang terjadi di dalam negeri.
Peningkatan perputaran uang ini akan membuat perekonomian masyarakat dan daerah semakin bergairah. Coba bandingkan dengan penanaman modal asing dimana hasil yang diperoleh dari kegiatan pertambangannya tentu akan selalu diterbangkan ke negaranya sehingga perputaran uang dimana dia beraktifitas kurang maksimal.
Selamatkan PMDN
Berdasarkan paparan di atas maka menjadi beralasan untuk tidak menganaktirikan investor dalam negeri yang berupaya masuk menanamkan modalnya, khususnya pada sektor pertambangan. Tidak sedikit contoh PMDN yang berkiprah di Sultra untuk turut membuat perekonomian di daerah ini semakin menggeliat dalam rangka memberikan kontribusi pada masyarakat dan daerah Sultra.
Salah satu perusahaan PMDN tersebut adalah PT Tiran Group, dimana perusahaan ini telah berhasil membuka perkebunan tebu dan pabrik gula di Kabupaten Bombana, dan menurut release perusahaan bahwa mereka mempekerjakan sekitar 8.000 tenaga kerja lokal. Keberadaan perkebunan dan pabrik gula ini tentunya memberikan efek pengganda seperti yang dipaparkan di atas. Efek pengganda lain yang dapat dirasakan utamanya oleh dunia pendidikan yaitu di tempat ini dapat menjadi kegiatan praktek lapang buat mahasiswa sehingga terjadi link and match antara dunia pendidikan dan industri.
Upaya PT Tiran Group melakukan ekspansi pada sektor pertambangan dengan keinginan mendirikan smelter (pabrik pemurnian nikel) di Kabupaten Konawe Utara perlu didukung sepenuhnya agar dapat lebih banyak lagi berkontribusi pada daerah Sultra. Terlebih lagi, keinginan tersebut ditunjukkan dengan telah keluarnya izin untuk memulai operasinya pada tahun 2021 ini, baik izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan smelter dan izin dari Kepala BKPM tentang persetujuan pemberian izin usaha pertambangan untuk penjualan komoditas mineral logam.
Bijak dan Arif
Sebagai penutup dapat saya katakan bahwa kita tidak antipati terhadap PMA, namun yang menjadi perhatian adalah jangan sampai kehadiran PMA tersebut dapat menafikan upaya PMDN yang notabene pelakunya adalah anak negeri, anak bangsa. Kalo lah ada pilihan dengan kualitas dan kadar yang sama antara PMDN dengan PMA, maka akan lebih bijak dan arif kita melingkari PMDN. Tingkat pengembalian PMDN dari hasil yang diperolehnya akan lebih banyak yang lari ke masyarkat dan daerah sehingga lebih mencerahkan wajah ekonomi daerah dan perekonomian nasional, dan kalo pengusahanya sukses maka yang sukses adalah Anak Bangsa Merah Putih yang kita banggakan……Selamat berinvestasi PT Tiran Group di Sultra, semoga sukses buat perusahaan dan sukses juga untuk masyarakat Sultra.
*)Penulis adalah Pengamat Sosial Ekonomi dan Guru Besar UHO