Kendari, panjikendari.com – Hujan turun deras sejak, Kamis sore, 6 Maret 2025, menjelang Magjrib. Langit yang semula mendung kini menumpahkan air tanpa henti. Dalam hitungan jam, genangan mulai muncul di berbagai sudut kota.
Di Jalan Martandu dan Jalan Jenderal Ahmad Nasution, air naik perlahan, menutup aspal dan menciptakan sungai dadakan. Pengendara roda dua yang awalnya nekat menerobos akhirnya menyerah, mendorong motornya ke tepian. Mobil-mobil pun terpaksa merayap pelan.
Bukan hanya di jalan raya, banjir juga menyapa permukiman warga. Di Jalan Segar, dekat Kali Kadia, Pondambea, air naik hingga setinggi pinggang orang dewasa.
Seorang warga mengirim video dan menulis, “Masih tentang banjir malam ini. Kiriman teman di Jalan Segar dekat kali Kadia Kelurahan Pondambea. Astagfirullah sudah setinggi pinggang dewasa. Semoga ada tinjauan langsung dari pemerintah kota Kendari,” tulisnya.
Di Jalan Bunggasi, Anduonohu, situasi tak jauh berbeda. Air menggenangi ruas jalan menyebabkan ketidaknyamanan warga. Sementara di Jembatan Jalan Lamuse, luapan air meluber membuat kendaraan tak bisa melintas. Beberapa pengendara yang tak ingin mengambil risiko akhirnya putar balik, mencari jalan lain yang mungkin lebih aman.
Di tengah fenomena alam ini, Ustadz Abu Hakim sedang dalam perjalanan menuju lokasi ceramah Ramadan. Malam itu, ia dijadwalkan menyampaikan tausiah, namun rencana harus berubah. Kendaraan yang ditumpanginya tak bisa melanjutkan perjalanan. Jalanan di depan HBM Anduonohu telah berubah menjadi lautan air.
Ceramah yang seharusnya menjadi momen berbagi ilmu akhirnya batal. Namun, dari kejadian ini, Ustadz Abu Hakim justru mengambil hikmah. “Mungkin ini cara Allah mengingatkan kita. Ramadan adalah bulan refleksi, bukan hanya soal ibadah, tapi juga bagaimana kita menjaga lingkungan dan bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan,” ujarnya.
Di media sosial, foto dan video banjir berseliweran. Komentar warga tak jauh dari keluhan yang sama: kapan masalah ini selesai?
Hujan mungkin akan berhenti, air mungkin akan surut. Tapi bagi warga Kendari, cerita ini akan terus berulang. Sebab, sejauh ini, yang berubah hanya tinggi genangan—bukan solusi. (*)
Reporter: Wahyu