panjikendari.com – Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sulawesi Tenggara (Sultra) Asrun Lio menegaskan bahwa pungutan berlabel uang komite sekolah bisa masuk dalam kategori pungutan liar (Pungli).
Menurut Asrun Lio, pungutan tersebut dapat dikategorikan pungli karena bertentangan dengan Permendikbud Nomor: 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Pada pasal 10 ayat (1) Permendikbud tersebut dikatakan bahwa Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
Di ayat (2) dijelaskan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Pada ayat (3) dijelaskan pula bahwa Komite Sekolah harus membuat proposal yang diketahui oleh sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat.
“Selama ini terjadi di beberapa sekolah adalah pungutan, karena membatasi waktu pembayaran dan menentukan nominal yang harus dibayar. Itu tidak boleh. Yang dibolehkan itu bantuan dan/atau sumbangan sukarela,” kata Asrun Lio, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu, 6 Maret 2019.
Asrun Lio menjelaskan hal ini menanggapi pungutan yang terjadi di SMAN 5 Kendari sebagaimana laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman Sultra.
“Barusan Ombudsman masuk menghadap menyampaikan adanya pungutan di SMAN 5 Kendari. Dan saya sudah perintahkan pak Kabid untuk turun langsung ke sana,” terangnya.
Kata Asrun, jika apa yang disampaikan Ombudsman Sultra tentang pungutan di SMAN 5 Kendari betul adanya maka pihak Dikbud Sultra sangat menyayangkan. Bahkan, pungutan seperti itu bisa dikategorikan pungli.
“Dan itu berbahaya sebenarnya, bisa masuk ranah pidana,” ketusnya.
Mengenai fenomena pungutan berkedok uang komite di beberapa sekolah, Asrun Lio mengaku bingung dengan cara pandang beberapa sekolah dalam memaknai dan memahami Permendikbud No. 75 Tahun 2016. Padahal, dalam peraturan tersebut sangat gamblang mengatur tentang larangan pungutan.
Pernyataan Kadis Dikbud Sultra tentang pungutan liar uang komite ini diperkuat oleh Kepala Perwakilan Ombudsman Sultra Mastri Susilo. Menurutnya, pungutan uang komite sekolah adalah pungli yang bisa mengarah pada pidana.
Hanya, kata Mastri, selama ini Ombudsman Sultra melakukan pencegahan sekaligus peringatan kepada pihak sekolah untuk menhentikan pungutan yang terjadi.
“Tapi kalau misalnya pungutan tersebut terus dilakukan berulang-ulang, nanti kita akan koordinasi dengan Tim Saber Pungli. Nanti kita dorong ke kepolisian, kalau pungutan ini tidak dihentikan. Supaya ada efek jera,” terang Mastri.
Selain itu, kata Mastri, pihaknya juga akan melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan pihak inspektorat, baik provinsi maupun kabupaten/kota agar masalah ini bisa menjadi perhatian serius.
Mastri lagi-lagi menegaskan bahwa pungutan yang tidak jelas dasar hukumnya dikatakan pungli. Sementara, dalam Permendikbud No. 75 Tahun 2016 jelas melarang adanya pungutan.
Pada Pasal 12 poin (b) Permendikbud tersebut sangat jelas menyatakan bahwa Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya.
Mengenai uang komite yang disepakati pengurus dan anggota Komite Sekolah, Mastri menyatakan bahwa itu yang keliru, ketika Komite Sekolah membahas dan menyepakati jumlah uang yang harus dipungut ke orang tua siswa.
Menurut dia, rapat komite sejatinya membahas program-program yang harus dilakukan dalam rangka mendukung proses pendidikan di sekolah. Jika program yang akan dilakukan memiliki konsekuensi biaya maka Komite Sekolah membicarakan bagaimana cara penggalangan dananya.
“Sebelum penggalangan dana, Komite Sekolah harus membuat proposal terlebih dahulu. Penggalangan dana bisa ke orang tua siswa sesuai kerelaan masing-masing, atau bisa juga dari pihak luar yang peduli dengan sekolah. Asalkan jangan bersumber dari perusahaan rokok atau perusahaan minuman beralkohol. Itu tidak boleh,” kata Mastri.
Olehnya itu, Mastri mewanti-wanti pihak sekolah atau Komite Sekolah untuk tidak melakukan pungutan yang jelas-jelas dilarang berdasarkan Permendikbud No. 75 Tahun 2016.
Ia menyarankan agar pihak sekolah dan Komite Sekolah membaca kembali, mempelajari, dan memahami baik-baik Permendikbud tersebut.
“Untung saja selama ini masyarakat atau orang tua siswa datang melapor ke Ombudsman. Kalau mereka langsung melapor ke kepolisian, kan repot,” tutup Mastri. (jie)