PanjiKendari.com – Dengan toga di badan dan senyum lebar, Sri Wulandari Lomuli berdiri di depan rumah kecil berdinding papan dan atap rumbia. Di sisi lain, ia berpose bersama ibunya di tengah ladang jagung, dan berdiri bersama sang ayah yang mengenakan caping dan baju lusuh. Tak ada latar belakang kampus atau aula wisuda. Hanya alam, gubuk, dan wajah-wajah penuh haru. Tapi di sanalah sejatinya panggung kemenangan Wulan berada.
Wulan, gadis asal Desa Ollot II, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, baru saja menyelesaikan studi di Universitas Sam Ratulangi Manado. Gelar Sarjana Peternakan kini resmi disandangnya, namun lebih dari itu, ia membawa pulang cerita yang menyentuh ribuan hati.
Ayahnya adalah seorang petani dengan keterbatasan penglihatan. Tapi bukan itu yang membuat kisah ini luar biasa. Yang membuat banyak orang terdiam adalah bagaimana sang ayah, dengan segala keterbatasannya, tetap tegak di ladang, mencangkul dan menanam, demi masa depan anak gadisnya. Sementara sang ibu, dengan tenang dan tulus, menopang dari balik dapur, sawah, dan doa.
Wulan tak memilih studio megah untuk mengabadikan kelulusannya. Ia memilih rumah tempat segala perjuangan berakar. Dalam foto yang kini viral, Wulan berdiri anggun di depan gubuk reyot, menunjukkan bahwa perjuangan tidak selalu harus tampak mewah. Di foto lain, ia berdiri di ladang jagung, menggandeng ayah dan ibunya. Simbol cinta yang mengakar kuat di bumi.
“Ini bukan sekadar tentang saya lulus kuliah. Ini tentang bagaimana orang tua saya, dengan segala keterbatasan, tetap kuat agar saya bisa berdiri hari ini,” kata Wulan.
Unggahan foto-fotonya membanjiri media sosial, memancing gelombang simpati, kagum, bahkan air mata. Sebab di era serba glamor, Wulan datang membawa cerita tentang kesederhanaan yang tulus dan perjuangan yang sunyi.
“Jangan pernah malu pada orang tua kita. Mereka pahlawan yang tak butuh panggung, karena cinta mereka sudah cukup mengangkat kita tinggi,” tulisnya dalam salah satu caption.
Wulan mengingatkan kita semua bahwa nilai sejati sebuah keberhasilan tidak ditentukan oleh kemewahan, tapi oleh seberapa dalam akar perjuangan yang menopangnya. Di balik toga hitam yang ia kenakan, ada cinta yang tak terucap, kerja keras yang tak pernah ditagih balas, dan doa yang tak putus dari ladang-ladang sunyi di ujung Bolaang. (*)
Editor: Jumaddin