panjikendari.com – Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 3 Kendari memungut sumbangan sukarela minimal Rp 300 ribu kepada setiap siswa baru untuk menunjang dan mendukung peningkatan mutu pendidikan.
Informasi pungutan sumbangan sukarela ini terendus berdasarkan laporan orangtua siswa yang masuk di Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra).
Menindaklanjuti laporan tersebut, Kepala Perwakilan ORI Sultra, Mastri Susilo, Senin 16 Juli 2018, turun langsung melakukan klarifikasi kepada pihak sekolah terkait laporan tersebut.
Hasilnya, informasi atau laporan sumbangan sukarela tersebut memang benar adanya. Diakui oleh Kepala SMKN 3 Kendari, Hisanuddin.
Hanya saja, Hisanuddin menjelaskan, pungutan sukarela tersebut merupakan hasil kesepakatan orang tua siswa yang dibahas dalam rapat komite sekolah.
Kata dia, sumbangan tersebut diperuntukkan untuk kegiatan pembangunan pagar sekolah, perbaikan jalan di halaman sekolah, fotokopi lembar kerja siswa (LKS), serta untuk membantu kegiatan lain yang tidak dibiayai melalui dana (Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dana BOS yang tersedia sebesar Rp 900 juta, kata Hisanuddin, tidak dapat menutupi kebutuhan sekolah yang mencapai Rp 1,8 miliar.
“Oleh karena itu kita membutuhkan partisipasi orang tua siswa. Tapi pada saat rapat, saya sudah tekankan bahwa ini adalah sukarela. Memang ada batas minimal, tapi itu bukan dari saya. Kesepakatan orang tua siswa,” terang Hisanuddin, kepada panjikendari.com, usai memberikan klarifikasi kepada Ombudsman Sultra.
Hisanuddin menyampaikan, kendati ada batasan minimal nominal sumbangan, namun pihak sekolah tidak menentukan batas waktu pembayaran. Sehingga hingga saat ini, dari total 304 siswa baru SMKN 3 Kendari, baru 200-an yang menyumbang.
“Yang ada anaknya dua orang atau lebih, dia hanya menyumbang untuk satu orang saja. Begitu juga kalau ada dari keluarga kurang mampu, kita tidak bebani, yang penting ada surat keterangan kurang mampu dari kelurahan,” terang Hisanuddin.
Mengenai sumbangan tersebut, Kepala Perwakilan ORI Sultra, Mastri Susilo mencium adanya aroma pungutan yang jelas dilarang, karena menetapkan nominal minimal yang harus dibayar.
“Memang dalam Permendikbud membolehkan adanya sumbangan sukarela di sekolah, sepanjang pihak sekolah tidak menentukan jumlah yang harus dibayar.”
“Selain itu, dalam penerimaan sumbangan, pihak sekolah juga tidak boleh menentukan batasan waktu. Jika dua poin tadi tidak terpenuhi, maka itu sudah masuk kategori pungutan,” terang Mastri di hadapan Kepala SMKN 3 Kendari.
Olehnya itu, Mastri meminta pihak sekolah untuk membahas kembali persoalan sumbangan tersebut dengan orang-orang tua siswa agar diatur kembali mekanisme penarikan sumbangan sesuai Permendikbud: tidak menentukan nominal dan tidak membatasi waktu.
Melalui panjikendari.com, Mastri meminta kepada pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra sebagai instansi yang membawahi pengelolaan pendidikan di sekolah tingkat SMA dan SMK untuk mengawasi dan mengontrol pihak sekolah untuk tidak melakukan gerakan tambahan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (jie)