Kolaka Timur, Panjikendari.com – Siapa sangka, di balik tenangnya suasana sekolah-sekolah di Kolaka Timur, ada dua siswa SMP yang mencuri perhatian bukan karena prestasi akademik, melainkan karena tinggi badan mereka yang tak lazim untuk seusia mereka. Bahkan, tinggi mereka sudah melampaui banyak orang dewasa, termasuk guru mereka sendiri.
Sebut saja Gede Renata, siswa kelas IX SMPN 1 Polipolia. Ia bukan sekadar lebih tinggi dari teman-temannya, Gede diperkirakan memiliki tinggi lebih dari dua meter. Posturnya yang menjulang membuatnya harus menunduk setiap kali melangkah melewati pintu kelas.
“Kalau lewat pintu, kepalanya sudah di atas ambang pintu,” ujar Niluh Made Suati, S.Pd, guru di sekolah tersebut. “Tapi kami belum tahu pasti berapa ukuran pastinya karena belum diukur dengan alat resmi.”
Gede lahir di Desa Wia-Wia, Kecamatan Polipolia, pada 13 Mei 2010, dari pasangan Wayan Meting dan Desak Nyoman Ariantini. Selain bertubuh tinggi, Gede juga memiliki keterbatasan penglihatan, rabun yang kini mulai terbantu setelah mendapat kacamata dari bantuan Dandim 1412 Kolaka yang mengetahuinya melalui media sosial.
Kondisi ekonomi keluarga Gede juga cukup memprihatinkan. Tapi bantuan mulai berdatangan, termasuk dari Pemda Koltim, Dinas Sosial, dan komunitas sekolah. “Pernah juga ada donatur dari teman di Tiongkok yang kirim bantuan,” tambah Niluh.
Masalah tinggi badan Gede tak berhenti di kepala, ukuran sepatunya nomor 48. Mencarikan sepatu saja sudah menjadi tantangan tersendiri bagi pihak sekolah.
Tak jauh berbeda, ada juga Rino Arik Edi Saputra, siswa kelas IX-B SMPN 1 Lambandia, yang tak kalah mencengangkan. Tingginya mencapai 189 cm, dengan berat badan 72 kg. Lahir dari pasangan Katiman dan Sukarti, Rino berasal dari Kelurahan Penanggo Jaya, Kecamatan Lambandia.
Menurut gurunya, Muh Aris, meski tubuhnya menjulang, sikap Rino sangat bersahaja.
“Dia pendiam, tidak banyak tingkah, dan cepat tangkap pelajaran,” kata Aris.
Fenomena Gede dan Rino ini menjadi pemandangan yang unik dan membanggakan sekaligus menggugah empati. Di tengah keterbatasan dan tantangan, mereka tumbuh dengan semangat dan dukungan dari lingkungan sekitar.
Mungkin mereka belum tahu ke mana kaki-kaki panjang itu akan melangkah. Tapi satu hal pasti—mereka telah menginspirasi banyak orang, bahwa keistimewaan bisa datang dari desa-desa kecil di Koltim, dan menyentuh hati siapa saja yang melihatnya. (*)
Editor: Jumaddin