panjikendari.com – Sehubungan telah dimulainya pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk SMP dan SMA tahun 2019, terdapat beberapa laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman RI, baik di perwakilan maupun di pusat.
Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy, dalam siaran persnya, menyampaikan, laporan masyarakat tersebut terbagi kepada dua masalah utama.
Yakni; berkenaan dengan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap penerapan sistem zonasi. Dan, kesalahapahaman masyarakat tentang pendaftaran PPDB sehingga di beberapa tempat atau sekolah, sebagian masyarakat harus mengantre dan bahkan hingga bermalam di suatu sekolah.
Mempelajari sejumlah kasus dan Laporan Masyarakat tersebut, Ahmad Suaedy menuturkan, Ombudsman RI memberikan sejumlah tanggapan.
Dikatakan, pengaturan PPDB tahun ini melalui Permendikbud No. 51 Tahun 2018 telah mengalami perbaikan. Diantaranya; pada tahun-tahun sebelumnya Permendikbud tentang PPDB selalu terbit sebulan sebelum pelaksanaan PPDB sehingga menyulitkan daerah atau Pemprov dan Pemkab/Pemkot untuk menyesuaikan dengan aturan baru.
Sedangkan tahun ini Permendikbud itu sudah terbit setidaknya 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
“Seharusnya waktu 6 (enam) bulan dapat digunakan untuk persiapan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pelaksanaan PPDB dan perbedaannya dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga tidak menimbulkan keributan yang mendadak,” terang Ahmad Suaedy.
Selain itu, masalah sistem zonasi juga telah menampung aspirasi kondisi daerah-daerah tertentu karena tidak meratanya jumlah sekolah di berbagai daerah.
Hal ini, kata dia, dapat dilakukan dengan melakukan penyesuaian sejauh tidak menyimpang dari tujuan utama zonasi, yaitu pemerataan pendidikan dan penghapusan sistem favouritisme.
Namun demikian, lanjut dia, beberapa kelemahan masih tampak dalam penerapan zonasi, antara lain, Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah kurang gencar dalam
mensosialisasikan Permendikbud yang baru sehingga masih menimbulkan kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat.
Disamping itu, lanjut dia, Kemendikbud juga kurang berkoordinasi dengan Kemendagri dalam penerapan sistem Zonasi sehingga beberapa kepala daerah masih melakukan modifikasi sistem zonasi yang menyimpang dari tujuan utama sistem tersebut.
“Kemendikbud seharusnya tegas dalam menegakkan aturan tentang sistem zonasi tetapi juga komunikatif dengan masyarakat dan Kementrian Dalam Negeri serta Pemerintahan Daerah sehingga tujuan yang baik dalam penerapan zonasi tersebut akan dipahami oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah,” tandasnya.
Tentang adanya antrean yang menimbulkan kekisruhan, Ombudsman RI melihat, hal itu lebih disebabkan karena kesalahpahaman masyarakat bahwa seolah-seolah siapa yang paling duluan membawa berkas ke sekolah akan diterima.
Menurut Suaedy, Ombudsman RI menyesalkan terjadinya
kesalahpahaman tersebut. Pendaftaran sekolah seharusnya telah dilakukan dengan sistem daring/online yang telah diatur sesuai dengan zonasinya.
Berkas calon siswa, kata dia,
dibawa ke sekolah dalam rangka verifikasi data, bukan untuk pendaftaran siapa yang paling duluan.
“Kemendikbud dan Dinas Pendidikan daerah provinsi & kab/kota serta sekolah di semua daerah hendaknya lebih gencar memberi penjelasan kepada masyarakat mengenai PPDB,” pesannya.
Ombudsman RI menyadari bahwa mentalitas masyarakat dalam favoritisme sekolah masih kuat sehingga
pemerintah secara keseluruhan khususnya Kemendikbud dan Kemendagri agar bekerjasama lebih koordinatif untuk memberikan pengertian kepada masyarakat.
“Mentalitas favoritisme itu terutama disebabkan karena kurangnya persebaran dan pemerataan fasilitas dan mutu sekolah di seluruh pelosok Indonesia sehingga sebagian masyarakat mengkhawatirkan akan mutu pendidikan bagi putra-putrinya,” jelasnya.
Kata Suaedy, Ombudsman RI mendukung sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan, namun pemerintah perlu segera merealisasikan pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan yang lebih kongkrit di seluruh Indonesia.
“Pemerintah pusat secara keseluruhan juga perlu bekerjasama lebih koordinatif dengan pemerintah daerah dalam usaha pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan tersebut,” tutupnya. (rls/jie)