panjikendari.com – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 di Sulawesi Tenggara (Sultra) akan diikuti tujuh daerah, yakni, Muna, Buton Utara, Wakatobi, Konawe Selatan, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, dan Kolaka Timur.
Diantara tujuh daerah tersebut, Pilkada Muna menjadi trending topic di jagat maya atau di media-media sosial. Apalagi, Bupati Muna Barat (Mubar) LM Rajiun disebut-sebut bakal ikut tampil pada kontestasi perebutan kekuasaan di wilayah yang saat ini dipimpin LM Rusman Emba itu.
Berkaitan dengan kepala daerah yang akan ikut Pilkada di daerah lain, Ketua KPU Sultra, La Ode Abdul Natsir Moethalib, menjelaskan, hal itu telah diatur dalam UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peratuan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Ojo –sapaan akrab La Ode Abdul Natsir Moethalib- menyebutkan, pada Pasal 7 ayat (2) huruf p dinyatakan bahwa “berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon.”
“Jadi kalau ada kepala daerah yang maju di daerah lain, itu bukan lagi mengundurkan diri tapi berhenti, setelah ditetapkan sebagai calon, bukan saat tahapan dimulai,” terang Ojo kepada sejumlah wartawan, dalam acara buka puasa bersama di Aula Husni Kamil Manik (HKM), Kantor KPU Sultra, Sabtu, 1 Juni 2019.
Berbeda dengan contoh kasus Bupati Trenggalek Emil Dardak yang tidak berhenti dari jabatannya dan hanya mengambil cuti saat maju sebagai wakil gubernur Jawa Timur mendampingi Khofifah Indar Parawansa.
“Kalau itu (Emil Dardak, red) dia bukan dalam konteks mencalonkan diri di daerah lain, tapi dia naik status dari bupati menjadi wakil gubernur di daerahnya sendiri. Jadi cukup cuti saja tidak perlu berhenti dari jabatannya,” katanya.
Terhadap daerah lain non-Trenggalek dimana ada kepala daerah yang mencalonkan diri di daerah lain, itu harus berhenti dari jabatannya sebagaimana diatur dalam UU No 10 Tahun 2016. “Sekali lagi bukan mundur ya! Tapi berhenti dari jabatannya. Beda itu kalau mundur dengan berhenti,” ujarnya.
Namun demikian, berhubung pelaksanaan Pilkada serentak ini masih lama yakni bulan September 2020, tidak menutup kemungkinan regulasi akan berubah.
“Kita tidak taulah kedepan apakah akan ada perubahan undang-undang atau tetap mengacu pada undang-undang yang ada sekarang. Yang pasti, jika kita mengacu pada aturan yang ada sekarang, kepala daerah yang maju di daerah lain, itu harus berhenti dari jabatannya,” tutup Ojo. (jie)