panjikendari.com – Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) DPD-RI bertemu dengan Delegasi Provinsi Guandong, China. Anggota DPD RI, Dapil Sultra, Wa Ode Rabia Al Adawia Ridwan selaku pimpinan BKSP DPD-RI mengatakan pertemuan itu membahas mengenai pengelolaan lingkungan.
Pertemuan berlangsung di ruang delegasi MPR, Gedung Nusantara III, Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu, 6 November 2019. Dalam pertemuan ini, hadir pula Wakil Ketua I DPD RI Dr. Nono Sampono, M.Si, Ketua BKSP DPD RI Gusti Farid Hasan Aman, Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh, Hasan Basri dan Angota DPD RI Emma Yohana.
“Tujuan utama dari pertemuan ini yaitu membahas mengenai pengelolaan lingkungan yang terjadi di China dan Indonesia. Karena menurut mereka (China) tingkat polusi udara dan kerusakan lingkungan di Negara mereka lebih parah dibandingkan dengan Indonesia,” ucap Wa Ode Rabia.
Selain membahas pengelolaan lingkungan, Rabia mengatakan bahwa pertemuan ini juga dapat mempererat hubungan parlemen antar-kedua negara. Karena pada dasarnya hubungan antara kedua negara ini sudah terjalin cukup lama baik di bidang ekonomi, politik dan sosial budaya.
“Pertemuan ini sekaligus mempererat hubungan antara Indonesia dan China. Kemudian juga mempererat hubungan antara masyarakat China dan Indonesia karena cukup banyak pelajar/mahasiswa dan juga TKI berada di China juga sebaliknya,” ucap senator muda Sultra ini.
Kemudian Rabia berharap pertemuan ini menghasilkan banyak program yang bisa dikerjasamakan antara Indonesia dengan China pada berbagai sektor terutama untuk daerah Sulawesi Tenggara.
“Semoga ada program yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi terutama di Daerah Pemilihan saya yaitu Sultra yang memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan seperti bidang pariwisata, pertanian, perikanan, dan lainnya,” kata Rabia.
Menyangkut masalah lingkungan, Rabia mengatakan bahwa saat ini sudah banyak investor asing termasuk China yang masuk di Indonesia terkhusus Sultra yang bergerak di bidang pertambangan dan perkebunan.
Namun, Anggota Komite II ini yang salah satu lingkup tugasnya kehutanan dan lingkungan hidup berpesan, jangan sampai akibat dari proses pertambang ini merusak lingkungan dan hutan di Sulawesi Tenggara.
“Kalau memang ada perusahaan pertambangan dan perkebunan yang cacat prosedur, ini harus ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku. Karena ini akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan hutan,” kata Rabia.
Kemudian soal Tenaga Kerja Asing (TKA), Rabia menjelaskan bahwa menurut data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) RI jumlah TKA yang masuk di Indonesia dari berbagai Negara yaitu sejumlah 95.335 orang. Kemudian, jumlah TKA asal Negara China yaitu sebanyak 32.209 atau 33,7% dari jumlah total. Selanjutnya, disusul Negara Jepang sebanyak 13.897 orang, Korea Selatan 9.686, India 6.895, dan Malaysia 4.667.
Selanjutnya Rabia mengatakan, apabila ada TKA China atau Negara lain yang tidak taat aturan wajib ditindak.
“Begitupun juga sebaliknya kalau ada TKI yang melanggar prosedur silakan ditindak sesuai aturan yang berlaku”, tegas Rabia.
Lanjut Rabia, sedangkan untuk jumlah TKA yang bekerja di Provinsi Sulawesi Tenggara, menurut data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sultra yaitu sebanyak 2.776 orang yang terdiri dari 2.667 laki-laki dan 109 perempuan. “Yang paling banyak yaitu dari China dengan presentase 90% dari jumlah total,” ucap Rabia.
Soal banyaknya TKA China yng bekerja di Sultra, Rabia mengatakan semoga bisa saling berbagi pengetahuan terutama di bidang teknologi.
“Jangan hanya berorientasi untuk bekerja semata, tetapi bisa saling menukar ilmu pengetahuan seperti teknologi yang berkembang saat ini,” tutur Rabia. (jie)